Translate

BISNIS ONLINE

Rabu, 14 Mei 2014

Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap

Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap - Pendidikan sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki seseorang. Sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki. Oleh karenanya, pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai.

Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil, dan lain sebagaiya. Pandangan seseorang tentang semua itu, tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itulah nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau criteria seseorang tentang baik dan tidak baik, indah dan tidak indah, dan lain sebagainya. Sehigga standar itu yang akan mewarnai perilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap
Douglas Graham melihat empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu:
  1. Normativist. Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu; (1) kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri; (2) kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri; dan (3) kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu sendiri.
  2. Integralist. Yaitu kapatuhan yang didasarkan kepada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
  3. Fenomenalist. Yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa basi.
  4. Hedonist. Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri (Gulo, 2002).
Dari keempat faktor yang menjadi dasar kepatuhan setiap individu tentu saja yang kita harapkan adalah kepatuhan yang bersifat normativist. Sebab kepatuhan semacam itu adalah kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai, tanpa mempedulikan apakah perilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.

Dalam masyarakat yang cepat berubah seperti sekarang ini, pendidikan nilai bagi anak merupakan hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan pada era global dewasa ini, anak akan dihadapkan pada banyak pilihan tentang nilai yang mungkin dianggapnya baik. Pertukaran dan pengikisan nilai-nilai suatu masyarakat dewasa ini akan mungkin terjadi secara terbuka. Nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu masyarakat bukan tak mungkin akan menjadi luntur digantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan budaya masyarakat.

Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalui pembentukan sikap, yakni kecenderungan seseorang terhadap suatu objek. Misalnya, jika seseorang berhadapan dengan suatu objek, ia akan menunjukkan gejala senang dan tidak senang, atau suka dan tidak suka. Seseorang yang berhadapan dengan pendidikan sebagai suatu objek, maka manakala ia mendengarkan dialog tentang pendidikan di TV misalnya, ia akan menunjukkan gejala kesenangannya dengan mengikuti dialog itu sampai tuntas. Dan sebaliknya, seseorang yang menunjukkan gejala ketidaksenangannya terhadap isu pendidikan, ia akan menutup telingan dan memindahkan channel TV-nya.

Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek. Berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) dan tidak berharga/berguna (sikap negatif). Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan (baca: action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia beberapa alternative (Winkel, 2004).

Pernyataan kesenangan dan ketidaksenangan seseorang terhadap objek yang dihadapinya, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya (aspek kognitif) terhadap objek tertentu. Oleh karena itu, tingkat penalaran (kognitif) terhadap suatu objek dan kemampuan untuk bertindak terhadapnya (psikomotorik) turut menentukan sikap seseorang terhadap objek yang bersangkutan. Misalnya, seseorang dapat memberikan penjelasan dari berbagai sudut bahwa mencuri itu tidak baik dan dilarang oleh norma apa pun (aspek kognitif). Berdasarkan pengetahuannya itu ia tidak suka melakukannya (aspek afektif). Akan tetapi sikap negative terhadap perbuatan mencuri baru bisa kita lihat dari tindakan nyata bahwa walaupun ada kesempatan untuk mencuri ia tidak melakukannya. Dan, penilaian terhadap sikap negative terhadap mencuri itu lebih meyakinkan bahwa perbuatan mencuri itu memang tidak pernah ia lakukan, walaupun banyak kesempatan untuk itu.

Bagaimana dengan proses pembentukan sikap tersebut? Inilah dua proses pembentukan sikap, yaitu; melalui Pola Pembiasaan (baca: Pembentukan Sikap melalui Pola Pembiasaan) dan Pola Modeling (baca: Proses Pembentukan Sikap melalui Pola Modeling). Sekian sedikit pemaparan tentang hakikat pendidikan nilai dan sikap. Semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar