Translate

BISNIS ONLINE

Minggu, 16 Maret 2014

Sejarah Pendidikan: Proses Terbentuknya Pendidikan

Sejarah Pendidikan: Proses Terbentuknya Pendidikan - Dalam sejarah peradaban Islam dilaporkan bahwa, proses penciptaan Adam (al-Adam) adalah hasil diskusi antara Allah Swt dengan Iblis. Karena itu, kehadiran Adam di surga membuat Iblis menjadi marah. Kemarahannya itu karena ia khawatir bahwa Allah Swt tidak akan sepenuhnya memperhatikan keberadaannya. Puncak kemarahan Iblis ini diekspresikan ke dalam bentuk ketidakpatuhan atau pembangkangan atas perintah Allah Swt ketika Iblis disuruh menghargai dan menghormati Adam.

Paling tidak ada tiga alasan yang dikemukakan Iblis mengapa ia tidak mau menghargai dan menghormati Adam. Pertama, Iblis menganggap bahwa ia lebih senior, keberadaannya lebih dulu daripada Adam. Sehingga ia tidak mau menghargai dan menghormati Adam; Kedua, Iblis telah lama beribadah dan mengabdi kepada Allah Swt dan hanya Allah-lah menurutnya yang patut dihargai dan dihormati; Ketiga, Iblis terbuat dari api yang dinilainya lebih kuat dari tanah sebagai bahan dasar terciptanya Adam. Namun, di sini bukan tempatnya untuk menguraikan secara menyeluruh berkaitan dengan pembangkangan Iblis. Melainkan cukup dijadikan pembelajaran bagi kita sebagai bani Adam, bahwa Allah telah memberikan pembelajaran kepada Iblis agar menghargai dan menghormati makhluk lain.

Pernyataan di atas, mengilustrasikan bahwa antara manusia dengan pendidikan tidak bisa dipisahkan. Proses penciptaan Adam dan terselenggaranya pendidikan adalah beriringan (interdependent). Manusia tanpa pendidikan, ia seakan-akan tidak memiliki panduan dan pedoman hidup. Pada saat yang sama, pendidikan yang tidak diselenggarakan oleh manusia tidak akan terwariskan kepada generasi berikutnya atau bahkan sirna dari muka bumi. Hal ini juga dapat dilihat pada beberapa keistimewaan yang Allah Swt berikan kepada manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna (ahsan al-khaliqin), jika dibandingkan dengan makhluk lainnya. Allah telah memberikan bekal kehidupan kepada manusia yang tidak semua makhluk lain diberinya. Bekal kehidupan itu antara lain berupa seperangkat instrument dan content  pendidikan yaitu akal pikiran (al-'Aql), hati nurani (nur al-Qalb) dan pancaindra. Dari sinilah barangkali alasan mengapa sebagian ahli pendidikan, antara lain Longevel (AS), yang mengklasifikasi manusia ke dalam tiga golongan. Pertama, educable animal yaitu makhluk yang dapat dididik. Kedua, animal educandum yaitu makhluk yang harus dididik. Ketiga, homo education yaitu makhluk Allah yang dapat menerima dan sekaligus memberikan materi pendidikan.

Seseorang atau sekelompok orang yang menerima materi pendidikan (educable animal) dalam Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 disebut peserta didik (student) yaitu murid bagi mereka yang belajar di Madrasah, siswa bagi mereka yang belajar di Sekolah, santri bagi mereka yang belajar di Pondok Pesantren, dan warga belajar bagi mereka yang belajar di lembaga-lembaga pendidikan kursus. Sementara seseorang atau sekelompok orang yang memberikan materi pendidikan (animal educandum) disebut pendidik (teacher). Mereka adalah Ustadz di Madrasah, guru di Sekolah, Kyai di Pondok Pesantren, dan instruktur di lembaga-lembaga pendidikan kursus. Berbeda dari kedua kelompok tadi adalah seseorang atau sekelompok yang karena kepakarannya dalam bidang-bidang tertentu, para praktisi dan pemerhati pendidikan. Kepada mereka digolongkan ke dalam kelompok homo education. Atas dasar ini, maka dapat dikemukakan bahwa salah satu fungsi lembaga pendidikan adalah mengembangkan dan meningkatkan potensi bakat, harkat, martabat, dan kepribadian manusia.
Ungkapan tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam teori pendidikan, manusia memiliki berbagai kelebihan dan sekaligus kekurangan yang mengiringi kehidupannya. Kelebihan manusia sebagaimana disebut di atas yakni seperangkat instrument dan content. Manusia walaupun dibekali akal yang sehat dan fisik yang kuat, tetapi sebagai makhluk ia memiliki kemampuan dan daya jangkau yang serba terbatas. Dalam usahanya untuk memenuhi tuntutan kemajuan dan harapan hidupnya itu, manusia selalu berusaha dengan tanpa henti-hentinya melalui proses berpikir, bertindak, belajar, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (baca juga: Kurikulum Berpikir 2013). Hasil dari usahanya itu tumbuhlah beberapa perubahan di berbagai bidang kehidupan. Perubahan yang terjadi di tengah masyarakat antara lain misalnya perubahan berupa nilai dan perilaku sosial, organisasi sosial kemasyarakatan, kekuasaan dan interaksi sosial.

Di lingkungan masyarakat, kedudukan manusia adalah sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Manusia sebagai makhluk sosial, ia selalu mengadakan interaksi, berkomunikasi, dan saling mempengaruhi sesamanya. Tetapi manusia sebagai makhluk individu, ia senantiasa selalu termotivasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Suatu kenyataan bahwa pada setiap manusia selalu terjadi perubahan, itulah yang menyebabkan timbulnya permasalahan. Manusia yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, maka ia akan mengalami keterbelakangan dalam kehidupannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka fungsi pendidikan seyogyanya dirumuskan sebagai upaya mengarahkan perkembangan kepribadian manusia sesuai dengan hakikatnya agar menjadi Insan Kamil dalam rangka mencapai tujuan hidup yaitu, kebahagian di dunia dan di akhirat yang diridhai Allah Swt.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar