Translate

BISNIS ONLINE

Tampilkan postingan dengan label Sejarah Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 September 2014

Perkembangan Pendidikan Pada Abad Ke-19

Perkembangan Pendidikan Pada Abad Ke-19 - Setelah pada postingan-postingan yang lalu telah diuraikan secara singkat dari mulai perkembangan pendidikan pada abad klasik sampai pada abad pencerahan (Aufklarung). Maka pada kesempatan kali ini saya akan share tentang bagaimana perkembangan pendidikan pada abad ke-19. Bahwa pada abad ini, pendidikan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Ada beberapa penyebab terjadinya kemajuan tersebut adalah:
Revolusi Prancis
Revolusi prancis yang terjadi sejak tahun 1789, berupa kebangkitan kasta ketiga menimbulkan gelombang demokrasi hampir di seluruh Eropa. Kasta ini menuntut hak- haknya di lapangan politik, diikuti pula adanya perlawanan terhadap kaum bangsawan dan agama. Perlawanan ini muncul akibat meluasnya cita-cita pencerahan, yang mengemukakan teori tentang manusia yang mempunyai derajat sama, tidak terpengaruh oleh kelahiran, kasta, atau kepercayaan. Semboyan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan bergema di sluruh dunia Barat.

Pengaruhnya dalam bidang pendidikan, rakyat umum menuntut pula hak-haknya di lapangan pendidikan dan pengajaran. Bahwa pengajaran jangan hanya dinikmati oleh kaum bangsawan dan hartawan saja. Orang mulai menganggap bahwa sekolah sebagai suatu lembaga penting yang dapat memelihara dan memajukan negara dan masyarakat. Oleh karena itu pengajaran  harus  diperluas  dan  harus  diselenggarakan  oleh  negara (bukan gereja). Revolusi di bidang pendidikan mencapai puncaknya ketika Konvensi Nasional berhasil memberikan pendidikan gratis kepada semua warga negara (1791).
Revolusi Industri
Perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu alam menyebabkan perubahan besar di sektor industri. Perkembangan teknik menghasilkan penemuan-penemuan baru dan memungkinkan munculnya berbagai industri, yang sebelumnya dikerjakan dengan tangan, mulai dikerjakan dengan mesin. Pabrik-pabrik tumbuh di mana-mana. Revolusi industri ini dimulai di Inggris, kemudian tersebarluas hingga pada abad ke-19 pengaruhnya tampak di hampir seluruh dunia.

Pendidikan Abad ke-19
Pengajaran Klasikal Abad Ke-19

Pengaruh revolusi industri di bidang pendidikan dan pengajaran cukup besar. Sejak itu pengajaran harus diberikan pada jumlah murid yang besar (pengajaran massa). Sistem pengajaran sekepala diganti dengan sistem pengajaran klasikal. Di bawah ini beberapa tokoh pendidikan yang besar pengaruhnya pada abad ke-19, yaitu:

Johan Heinrich Pestalozzi (1746-1827). Dilahirkan di Zurich (Swiss). Pestalozzi memulai usahanya di bidang pendidikan dengan mendirikan sebuah rumah yang diberi nama “Neuhof”, yang dijadikannya rumah pendidikan untuk 50 orang anak-anak terlantar. Anak-anak itu bekerja disitu, seperti bercocok tanam, bertenun, dan beternak. Sesudah itu baru diajarkannya membaca, menulis, dan berhitung. Walaupun usahanya ini pernah gagal karena kurangnya dana, namun akhirnya mengalami jaman keemasannya juga. Muridnya banyak dan memiliki staf guru-guru yang kuat. Ia banyak mendapat kunjungan dari berbagai negara yang bermaksud untuk mempelajari metode mengajarnya.

Cita-cita pendidikannya, Pestalozzi menghendaki pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak. Bakat yang dibawa anak sejak lahir harus dikembangkan, sehingga anak dapat mencapai kepribadian yang sejati. Tugas pendidik adalah menolong anak dalam pembentukan diri sendiri. Pestalozzi menghendaki perbaikan masyarakat melalui pendidikan individu dengan pertolongan keluarga, terutama oleh ibu.

Dalam didaktiknya, semua pengajaran harus berpangkal pada pengamatan benda-benda yang sebenarnya. Pestalozzi membedakan tiga unsur yang harus dikembangkan oleh pengajaran, yaitu: Bunyi (kata); Bentuk; dan Bilangan.

Johann Friedrich Herbart (1776-1841). Lahir di Oldenburg (Jerman). Setelah belajar pada ilmu filsafat di Universitas di Yena, ia menjadi Gubernur dan kemudian Mahaguru dalam ilmu filsafat pada beberapa universitas di Jerman. Herbart adalah seorang pelopor yang terbesar dari intelektualisme, yaitu sebuah paham bahwa kemajuan di bidang rohaniah hanya dapat dicapai melalui akal dan pengetahuan saja.

Pada tahun 1806 ia menulis Allgemeine Paedagogik (paedagogik umum), yang merupakan ilmu mendidik yang berdasarkan ilmu filsafat dan ilmu jiwa. Herbart adalah seorang ahli fikir pertama yang melihat paedagogik sebagai ilmu pengetahuan praktis yang berdasarkan pada: ilmu filsafat, yang menentukan tujuan pendidikan; dan ilmu jiwa, yang menentukan jalan dan alat-alat untuk sampai pada tujuan itu. Adapun tujuan pendidikan menurut Herbart adalah kebajikan, dan untuk mendapatkannya diperlukan pengetahuan. Maka pendidikan dan pengetahuan berfungsi memberikan pengetahuan itu.

Pengertian dari pengetahuan dan bagaimana cara mencapainya diuraikan dalam ilmu jiwanya, yang terkenal dengan nama “teori tanggapan” atau “ilmu jiwa tanggapan”. Ia menentang teori daya dari Aristoteles, bahwa perasaan dan kehendak dianggap sebagai daya-daya jiwa yang berdiri sendiri dan terpisah dari tanggapan-tanggapan. Menurutnya semua gejala jiwa berdasarkan pada tanggapan-tanggapan. Perasaan, hasrat, dan kemauan adalah keadaan-keadaan khusus yang timbul karena asosiasi tanggapan yang silih berganti muncul dalam kesadaran. Memiliki tanggapan-tanggapan berarti memiliki pengetahuan.

Bila tidak ada tanggapan-tanggapan, tidak akan mungkin timbul kemauan. Kemauan adalah kelanjutan dari sejumlah tanggapan. Oleh karenanya, pengajaran berfungsi memberikan tanggapan-tanggapan yang sebanyak-banyaknya, sehingga dapat mempengaruhi dan mengatur kemauan (juga kesusilaan). Itulah inti dari “intelektualisme” menurut Herbart. Dengan demikian, kesusilaan dapat dikuasai atau dipengaruhi melalui intelektual (akal), yang penuh dengan tanggapan-tanggapan. Oleh karena itu, seharusnya tanggapan-tanggapan itu jelas dan terang.

Dalam mencapai tujuan pendidikan, dibutuhkan 3 alat pendidikan, yaitu: (a) pemerintahan, untuk membiasakan anak agar taat kepada kehendak pendidik. Dalam hal ini diperlukan: pengawasan, memberikan perintah, larangan, ancaman, dan hukuman. Jadi merupakan tindakan preventip; (b) siasat menuju pembentukan kesusilaan dan ke arah pemberian pimpinan untuk sampai pada keteguhan watak, pada kesusilaan yang sebenarnya. Untuk itu, dijaga agar anak tetap setia pada kehendak berbuat baik; dan (c) pengajaran, yang bermaksud memberikan sejumlah besar tanggapan-tanggapan yang jelas dan terang.

Syarat agar tujuan pengajaran dapat tercapai adalah: (a) pengajaran harus menarik perhatian; (b) tanggapan-tanggapan baru diberikan berdasarkan hal-hal yang telah dikenal, berdasarkan tanggapan-tanggapan yang telah ada (apersepsi); (c) pengertian-pengertian yang jelas diberikan dengan mempergunakan metode mengajar yang teratur; dan (d) bahan pelajaran harus sebanyak mungkin berhubungan satu sama lain, sehingga semua yang dipelajari merupakan suatu kesatuan yang bulat (asas konsentrasi).

Friedrich Frobel (1782-1852). Dilahirkan di Thuringen (Jerman) pada 1782. Dia pertama kali mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak kecil pada tahun 1837 di Blankenburg, yang dinamakannya “kindergarten” (Taman Kanak-kanak). Di sekolah tersebut diutamakan bermain, menyanyi dan pekerjaan tangan.

Dalam bukunya Menschenerziehung Frobel mencoba memberikan dasar filsafat pada sistim pendidikannya. Pokok ajarannya adalah sebagai berikut: “segala sesuatu merupakan satu kesatuan yang dikuasai oleh satu hukum yang sama dan sumber yang sama, yaitu Tuhan. Tuhan ada pada segenap isi alam semesta. Tuhan menciptakan manusia menurut contohnya. Oleh karena itu, manusia harus bekerja dan berkarya menurut contoh Tuhan. Dorongan untuk mencipta ini ada pada setiap manusia, juga pada anak. Dorongan mencipta pada anak harus dikembangkan dengan seksama, karena anak harus dibentuk menjadi manusia yang berbudi baik dan dapat menciptakan serta memajukan kebudayaan.”

Frobel menghendaki agar pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan alam anak- anak. Anak-anak harus dibawa ke arah ketertiban, penguasaan diri, dan keaktifan. Hal itu dapat dicapai dengan jalan pekerjaan, karena pada setiap anak selalu ada dorongan untuk bekerja. usaha Frobel untuk memuaskan dorongan ini pada anak adalah dengan jalan menyuruhnya bekerja di kebun dan mengikuti kegiatan permainan yang dipimpinnya sendiri. “suruhlah anak itu bermain, tidak ada yang lain selain bermain, sampai ia berumur 7 tahun.” Setiap anak mempunyai kebunnya sendiri di sekolah. dengan demikian dapat terlatih daya kerja anak dan mereka belajar bergaul dengan teman-temannya.

Pada permainan Frobel banyak mempergunakan imajinasi anak, dengan jalan menyuruh anak sambil bermain membuat dan menyusun bermacam-macam benda. Ia berpedoman pada suatu prinsip, bahwa saat memberikan alat-alat permainan hendaknya diperhatikan urutan yang teratur, mulai dari benda-benda yang sederhana, meningkat sampai pada benda yang paling rumit.

Karya Frobel yang terkenal dengan nama Spielgaben, terdiri dari 5 jenis alat permainan, yaitu: (a) terdiri dari sebuah kotak berisi 6 bola dari wol. Warnanya bermacam-macam seperti warna pelangi. Anak-anak harus bermain dengan bola itu. Dengan itu mereka mendapatkan pengertian seperti: ke kiri- ke kanan, ke muka – ke belakang, dan sebagainya; (b) terdiri dari sebuah bola kayu, sebuah kubus kayu, dan sebuah silinder kayu. Bola dan kubus merupakan suatu pertentangan, yakni dari gerak dan istirahat. Silinder adalah bentuk peralihan; (c) terdiri dari sebuah kubus yang dapat dibagi menjadi 8 kubus kecil. Anak-anak harus menyusun kubus-kubus tersebut sampai timbul “bentuk kehidupan” (misal, 2 kubus disusun ke atas menjadi meja), dan “bentuk keindahan” (misal, 4 kubus merupakan sebuah bujur sangkar);(d) sebuah kubus yang dapat dibagi menjadi 8 prisma; dan (e) sebuah kubus yang dibagi atas 27 kubus-kubus kecil.

Dengan alat permainan yang keempat dan kelima anak-anak harus menyusun bentuk-bentuk yang lebih pelik. Disamping bahan-bahan tersebut, ia juga memberikan alat- alat lain seperti: bilah-bilah untuk disusun, kertas-kertas anyaman, manik-manik. Semua alat tersebut berfungsi sama, yaitu mengembangkan kegiatan sendiri.


Selain itu anak-anak diberi pula kesempatan untuk mempelajari pelajaran seperti: menggambar, bercerita, syair, mengamati binatang dan tumbuh-tumbuhan. Pada prinsipnya, dengan permainan yang dapat mengembangkan imajinasi anak, maka berkembanglah dorongan mencipta pada anak. Dengan demikian Frobel mengubah prinsip sekolah, dari sekolah dengar menjadi sekolah kerja. Tujuan pendidikan bagi Frobel adalah “memperkuat daya mencipta pada manusia dengan mempergunakan semua alat, dan dimulai sejak kecil”.

Demikian uraian mengenai perkembangan pendidikan pada abad ke-19. Semoga bermanfaat.

Sabtu, 27 September 2014

Perkembangan Pendidikan Pada Masa Pencerahan (Aufklarung)

Perkembangan Pendidikan Pada Masa Pencerahan (Aufklarung) - Gejala-gejala baru muncul pada abad ke-18, terutama pada pertengahan kedua dari abad itu. Seluruh kegiatan manusia saat itu ditujukan kepada usaha mengadakan pencerahan terhadap abad kegelapan. Abad kegelapan adalah ialah abad pertengahan, yang roh jamannya dianggap berakhir setelah abad ke-18 tiba.

Pada masa ini manusia ingin bebas dari ikatan gereja dan tradisi, hasilnya gereja dan negara terpisah. Dalam pendidikan, dituntut agar negara yang harus menyelenggarakan pengajaran, terutama bagi  rakyat umum, lepas sama sekali dari pengaruh gereja (tuntutan ini baru berhasil pada akhir abad ke-19).

Seluruh gerakan rohaniah dalam pelbagai lapangan itulah yang disebut sebagai Pencerahan, yang telah menguasai alam pikiran orang di Eropa Barat pada abad ke-18 dan ke-19. Dua aliran maknawiyah yang berkembang dan saling mempengaruhi saat itu adalah:
  • Empirisme
Aliran ini beranggapan  bahwa sumber dari segala pengetahuan dan kebenaran adalah empiri atau pengalaman. Segala sesuatu harus dicari dari bahan-bahan yang telah kita peroleh dari pengalaman kita sendiri. Paham ini berasal dari Inggris, dipelopori oleh Francis Bacon (1561-1626). Idenya dalam pendidikan adalah:
  • Usaha-usaha untuk mencari metode baru;
  • Penggunaan metode induksi;
  • Penghargaan besar terhadap matapelajaran-matapelajaran realita: ilmu bumi, ilmu ayat, ilmu alam;
  • Penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar, nukan bahasa latin lagi.
Perkembangan Pendidikan Pada Masa Pencerahan (Aufklarung)Dalam paham ini, barangsiapa yang menghendaki ilmu pengetahuan harus mengadakan penyelidikan sendiri. Ia harus mencari gejala-gejalanya, kemudian menyusunnya dengan teliti dan dengan menempuh jalan induksi sampai pada hukum-hukum yang umum. Oleh karena itu empiri dan induksi merupakan satu-satunya jalan untuk memperoleh pengetahuan. Dengan penyelidikan sendiri, pengamatan fakta-fakta dan pengalaman adalah terbesar maknanya. Aliran ini kemudian lebih diperluas dan diuraikan oleh kaum empiris bangsa Inggris lainnya, seperti John Locke, Berkeley, dan Hume.
  • Rasionalisme
Aliran ini lahir di Prancis dan Descartes (1596-1650), berpendapat bahwa sesuatu itu dianggap benar jika sesuai dengan akal fikiran. Fikiran manusia akan sanggup memecahkan segala persoalan. Untuk menuju ke arah kemajuan dan kesempurnaan, ditempuh jalan fikiran yang sehat.

Rasionalisme  merupakan  kelanjutan  dari  perlawanan  terhadap  ajaran-ajaran yang bersifat dogmatis dan tradisi, yang mulai tampak pada abad ke-15 dan ke-16. Menurut rasionalisme, pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pengamatan alat indria (induksi) masih diragukan kebenarannya. Yang jelas dapat dipercaya adalah kenyataan, bahwa manusia itu berpikir. Ia berpikir dengan akalnya, maka akal budinya itulah yang berkuasa dalam hidupnya.

Penyebab manusia berpikir tidak terletak pada manusia sendiri, tetapi pada Tuhan. Yang mengatakan hal itu adalah budi atau akal kita. Budi itulah yang menetapkan norma-norma hidup. Rasionalisme menempatkan budi itu di atas wahyu Ilahi. Budi menetapkan apa yang dapat kita terima dan apa yang tidak, juga di lapangan agama.

Beberapa ahli pendidikan besar yang menguasai paedagogik (ilmu mendidik) pada abad ke-18 di antaranya adalah:
John Locke
Sistem pendidikannya sesuai dengan teori tabula-rasa, percaya bahwa pendidikan itu maha kuasa. Jiwa seorang anak sama dengan sehelai kertas putih yang kosong, yang dapat ditulisi sekehendak hati oleh pendidik, sehingga semua pengetahuan datang dari luar karena pengaruh faktor-faktor lingkungan. Locke tidak mempermasalahkan sama sekali pengaruh pembawaan si anak. Dalam paedagogik, aliran ini disebut Paedagogis optimisme, sebagai lawan dari paedagogis pessimisme (nativisme) yang menganggap bahwa perkembangan jiwa itu adalah hasil daripada faktor pembawaan belaka. Bagi Locke bentuk pengajaran yang terbaik adalah belajar sambil bermain. Nilai formil lebih penting daripada nilai materiil, oleh karena itu Locke lebih mengutamakan pembentukan kesusilaan daripada pembentukan akal.

Dalam pendidikan kesusilaan, manusia itu harus selalu dapat menguasai diri sendiri dan memiliki rasa harga diri. Sejak kecil anak harus dibiasakan berbuat baik, untuk itu pendidik hendaknya memegang teguh kewibawaannya. Ia tidak setuju dengan hukuman jasmani dan pemeberian hukuman.

Dalam pendidikan agama, Locke memperingatkan agar pelaksanaan pendidikan keagamaan tidak berlebih-lebihan. Ia menganggap injil tidak tepat bagi anak-anak, kecuali beberapa ceritera sebagai bahan bacaan anak-anak. Pengaruh Locke di Inggris tampak di sekolah-sekolah bagi anak-anak bangsawan (public school). Ajaran dan cita- citanya sebagian kita jumpai lagi pada Rousseau dan kaum Philanthropijn.
J.J. Rousseau (1712-1778)
Cita-cita pendidikan Rousseau kita jumpai dalam bukunya “Emile”, yang ditulisnya bagi golongan bangsawan dan kaum terpelajar. Ketika itu anak-anak golongan tersebut mendapat pendidikan dari gubernur-gubernur, yang tidak mengenal perkembangan anak yang sewajarnya dan tidak memberikan kebebasan.

Tujuan pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia yang bebas dan merdeka. Sifat pendidikan yang dijalankan individualistis, anak harus dijauhkan dari pengaruh masyarakat, bahkan dari pengaruh orang tuanya.

Dasar pendidikannya adalah pembawaan anak yang baik. Ia percaya bahwa anak sejak lahir berpembawaan baik. Jika kelak anak itu berkelakuan buruk, hal itu disebabkan karena adanya pengaruh-pengaruh jahat dari dunia sekitar atau lingkungannya.

Sekian uraian mengenai perkembangan pendidikan pada masa pencerahan (Aufklarung). Semoga bermanfaat.

Perkembangan Pendidikan Pada Masa Renaissance

Perkembangan Pendidikan Pada Masa Renaissance - Renaissance adalah gerakan maknawiyah, yang merupakan reaksi terhadap sikap hidup abad pertengahan. Renaissance (kelahiran kembali) kebudayaan klasik. Orang kembali mempelajari bahasa latin dan Yunani serta filsafatnya. Ciri dari masa ini adalah manusia ingin bebas dari ikatan abad pertengahan dan berusaha mencari pedoman baru dalam kebebasan individu. Cita-cita menjadi pendeta mulai ditinggalkan, mengarah pada masa kejayaan Republik Romawi. Cita-cita tersebut mendorong dipelajarinya berbagai pengetahuan. Berbagai aliran muncul pada masa ini, seperti: humanisme, reformasi, dan kontra reformasi.
  • Humanisme
Lahir di Italia, pelopornya Petrarca dan Bocaccio. Dalam aliran humanisme, Tuhan sebagai pusat norma tertinggi ditinggalkan, cita-cita manusia dicari pada diri manusia sendiri. Ukuran kebenaran, kesusilaan, keindahan, dicari dan didapatkan pada manusia. Dampak bagi pendidikan dan pengajaran: alat pendidikan yang terpenting adalah mempelajari peradaban klasik.

Tujuan utama pengajaran mempelajari peradaban klasik, bahasa Yunani dan bahasa Latin. Pendidikan jasmani juga mendapat tempat terhormat. Akibatnya, pendidikan intelek mempunyai tempat yang terhormat dan menjadi maju, sedangkan pendidikan agama menjadi terbelakang. Dasar pendidikan etika tidak lagi agama, tetapi etika alam.

Tujuan pendidikan diarahkan pada pembentukan manusia berani, bebas, dan gembira. Berani diartikan sebagai percaya kepada diri sendiri, bukan taat kepada kekuasaan Tuhan seperti jaman pertengahan. Berani pula untuk memperoleh kemashuran yang telah dicita-citakan oleh ahli filsafat pada jaman Yunani dan Romawi. Bebas diartikan lepas dari ikatan gereja dan tradisi, berkembang selaras, individualistis, bukan manusia kolektifistis seperti pada abad pertengahan. Gembira berarti menunjukkan dirinya kepada kenikmatan duniawi, bukan kepada keakhiratan seperti abad pertengahan.

Pengaruh humanisme dalam organisasi sekolah: orang berpendapat bahwa negara harus turut campur dalam pengelolaannya. Pengaruh dalam penetapan bahan pelajaran: terdiri dari artes liberalis yang 7, dengan ditambah ilmu alam, menggambar, dan puisi.
  • Reformasi
Awalnya muncul di Jerman, dipelopori oleh Luther dan Calvijn. Reformasi merupakan reaksi terhadap tindakan gereja yang pada masa itu membebani rakyat dengan bermacam pajak. Penagnut aliran ini ingin kembali pada ajaran nasrani, dan hanya mengakui injil sebagai satu-satunya sumber kepercayaan. Mereka menyangkal kekuasaan Paus dan konsili-konsili (permusyawaratan gereja), karena pertentangan itulah mereka disebut kaum protestan.

Pendidikan Pada Masa Renaissance

Berbeda dengan humanisme yang bersifat aristokratis (tertuju hanya kepada lapisan atas), dan membentuk sarjana; reformasi bersifat lebih demokratis, tertuju kepada seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal kepentingan, humanisme lebih tertuju pada kepentingan ilmu pengetahuan, estetika dan filsafat, sedangkan dalam reformasi mengutamakan kepentingan agama dan tidak setuju dengan filsafat Yunani. Bagi reformasi, bahasa latin dan Yunani hanya untuk memahami injil. Beberapa tokoh reformasi:

Luther. Merupakan seorang reformator dari Jerman. Pemikirannya dalam pendidikan:
  • Semua anak harus mengunjungi sekolah;
  • Anak-anak belajar hanya beberapa jam sehari, selebihnya waktu digunakan untuk mempelajari pekerjaan tangan;
  • Anak perempuan belajar satu jam dalam sehari, selebihnya mereka mengerjakan pekerjaan rumah tangga;
  • Anak-anak miskin yang betul-betul pintar saja yang disuruh belajar;
  • Posisi guru dihargai tinggi;
  • Pelajaran agama dianggap sebagai pelajaran paling penting.
Dalam karyanya, luther menterjemahkan injil dalam bahasa Jerman dan memberikan lagu-lagu agama. Dalam perjuangannya ia banyak mendapat bantuan dari raja-raja yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Paus Roma. Dalam penyelenggaraan pendidikan, negara ikut bertanggungjawab atas pengajaran, bukan lagi gereja seperti pada agama Katolik.

Calvijn. Dalam buku-bukunya ia banyak mengungkapkan tentang pentingnya pendidikan, serta pengaruhnya di dalam rumah tangga dan pendidikan agama. Dalam hal bahasa, Calvijn lebih mementingkan pelajaran bahasa latin. Di Geneva didirikan sebuah gymnasium yang juga memberikan pelajaran rendah dan satu sekolah tinggi.

Zwingli. Daerah yang dipengaruhi Zwingli lebih kecil dibandingkan Luther maupun Calvijn. Dalam paham paedagogisnya, pelajaran bahasa klasik adalah penting. Ilmu pengetahuan dan ilmu pasti harus diajarkan, tetapi tidak boleh mengambil waktu terlalu banyak. Pendapatnya yang baru adalah bahwa setiap murid harus mempelajari satu pekerjaan tangan. Ia mendirikan sekolah di Zurich, yang kemudian menjadi universitas.
  • Kontra Reformasi
Renaissance dialami pula oleh gereja katolik, yang disebut sebagai kontra reformasi. Hal ini disebabkan oleh konsili di Trente (1543-1563) yang memutuskan akan memperbaiki keadaan dan menjalankan disiplin yang keras terhadap peraturan-peraturan gereja serta membela diri terhadap serangan-serangan kaum protestan. Dalam konsili itu dibicarakan juga usaha-usaha untuk memperluas pendidikan dan pengajaran. Para uskup harus mendirikan sekolah-sekolah seminari untuk memberi kesempatan anak-anak dari keluarga kurang mampu bisa masuk dengan  gratis, untuk mendidik calon pendeta, mengajarkan agama kepada anak-anak dan orang dewasa dalam bahasa ibu.

Organisasinya disusun seperti susunan ketentaraan dengan paus sebagai “jenderalnya”. Biara menjadi sumber semangat perang untuk memberantas keingkaran orang terhadap agama serta memperluas pengaruh agama katolik dan memperkokoh kedudukan paus. Sekolah-sekolah banyak didirikan, mulai dari sekolah rendah sampai dengan universitas.

Mazhab Yezuit di bawah pimpinan Ignatius de Loyola menjadi pelopor dalam dunia pendidikan. rencana pendidikan kaum Yezuit tertera dalam “ratio studiorum”.

Demikianlah uraian singkat tentang perkembangan pendidikan pada masa Renaissance. Semoga menambah wawasan kita dan dapat bermanfaat.

Kamis, 25 September 2014

Pendidikan di Cina Pada Masa Klasik

Pendidikan di Cina Pada Masa Klasik - Kebudayaan Cina berkembang sendiri tanpa adanya pengaruh dari kebudayaan luar. Masuknya unsur-unsur kebudayaan asing tidak mengurangi keaslian kebudayaan Cina. Dengan begitu pendidikan dan pengajarannya mempunyai ciri-ciri yang khas, yang tidak menunjukkan persamaan dengan ciri-ciri pendidikan di negara-negara Timur lainnya. Pendidikan anak-anak merupakan pendidikan pendidikan bagi keluarga dan bagi negara. Tujuan pendidikan dan cita-cita hidup di Cina adalah Lao Tse dan Konfusius.

Ciri-ciri pendidikan di Cina masa klasik di antaranya adalah:
  • Pendidikan tidak dihubungkan dengan agama, tetapi dengan tradisi dan kehidupan praktis. Yang dihormati bukan pandeta tetapi leluhurnya;
  • Penyelenggara pendidikan adalah negara dan keluarga;
  • Tujuan pendidikan adalah mendidik kepala-kepala keluarga yang baik, pegawai yang rajin, suami yang setia, anak-anak yang patuh, pegawai-pegawai yang rajin, warga negara yang jujur dan rela berbakti, tentara yang gagah berani.
Penyelenggaraan pendidikan:
    Pendidikan di Cina
  • Pendidikan di rumah: diselenggarakan sebelum anak masuk sekolah. Mulai umur 6 tahun mereka menerima pelajaran dari guru yang sengaja didatangkan di rumah (biasanya untuk kalangan pegawai tinggi dan bangsawan). Pelajaran yang diberikan: berhitung permulaan dan ilmu hitung;
  • Pendidikan di sekolah: setelah anak-anak berumur 10 tahun mulai dikirim ke sekolah. pelajaran yang diberikan: berhitung, menulis, membaca, musik, dan menari. Yang diutamakan adalah pelajaran menulis;
  • Pendidikan untuk pegawai: setiap orang mempunyai kemungkinan menduduki jabatan tinggi. Untuk menjadi pegawai harus menempuh ujian dulu. Para pegawai setiap 3 tahun sekali wajib menempuh ujian  ulangan, juga untuk kenaikan pangkat ujian ulangan harus ditempuh terlebih dahulu.

Lao Tse. Lao Tse lahir pada tahun 604 SM, ketika di Cina timbul kekacauan politik. Ia adalah seorang ahli mistik. Ajarannya disebut Tao (jalan Tuhan atau sabda Tuhan). Manusia harus hidup selaras dengan Tao. Manusia yang dapat berpadu hidupnya dengan Tao harus hidup selaras dengan Tao, dapat menahan hawa nafsunya, dapat melenyapkan nafsu serakah, dan dapat mendengar duara Tao dalam kalbunya sendiri. Menurut ajaran Tao, perang hanya akan memusnahkan manusia, dan kebahagiaan hidup tidak akan tercapai dengan kekuatan senjata.

Konfusius (Kong Fu Tse), 551-479 SM. Konfusius adalah seorang ahli etika (etik: filsafat/kesusilaan, ilmu kesusilaan, ilmu tentang baik-buruk), mengajarkan hal-hal yang praktis dalam kehidupan sehari-hari. Ajarannya dapat dipahami semua orang dan tidak sulit. Menurutnya manusia harus bertindak sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Masing-masing harus mengenal tempat dalam lingkungannya dan dengan penuh kesadaran menjalankan tugasnya masing- masing sebaik-baiknya (baik sebagai raja, tentara, pegawai, guru, dan sebagainya). Orang yang lebih tinggi derajatnya harus memegang teguh Yen (dapat meraba hati orang yang derajatnya lebih rendah dengan rasa kemanusiaan dan kasih sayang.

Rasa hormat dan memuliakan (Hiao) adalah kebajikan hidup yang tertinggi nilainya. Hiao juga mengatur hubungan kekeluargaan antara anak dan orang tua, pegawai dengan raja, seorang sahabat kepada teman, adik terhadap kakak dan sebagainya. Dengan jalan demikian maka negara akan aman dan damai, terhidar dari bencana, karena setiap orang memahami tugasnya masing-masing.

Konfusius juga mengajarkan bahwa dalam segala hal manusia harus berpedoman pada peraturan yang telah disusun oleh nenek moyang. Leluhurlah yang dijadikan teladan. Tradisi menguasai pandangan hidup mereka. Itulah sebabnya maka penganut-penganut ajaran Konfusius bersifat ststia, tidak memandang  ke  depan  akan  tetapi  menoleh  ke belakang ke alam yang telah lampau. Konfusius berhasil mengumpulkan beberapa kesusastraan Cina yang disusun menjadi 4 jilid:
  • Buku tentang sejarah;
  • Buku yang berisis tentang syair-syair;
  • Buku tentang upacara-upacara, yang merupakan cermin kesusilaan;
  • Buku tentang metamorfosa.
Bukunya yang kelima adalah hasil karyanya sendiri tentang sejarah Lu, daerah kelahirannya. Kelima buku tersebut dipandang sebagai buku suci dan menjadi dasar pendidikan di Cina secara keseluruhan.

Demikianlah uraian mengenai sejarah pendidikan di Cina pada masa klasik. Semoga dapat menambah wawasan kita dan dapat bermanfaat.

Rabu, 24 September 2014

Perkembangan Pendidikan di Asia Masa Klasik

Perkembangan Pendidikan di Asia Masa Klasik - Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan manusia. Jadi pada saat manusia itu ada dan masih ada, pendidikan itu telah dan masih ada pula. Pada kenyataannya dapat kita telaah bahwa praktek pendidikan dari zaman ke zaman mempunyai garis persamaan. Garis persamaan atau benang merah pendidikan itu ialah: (a) Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan; (b) Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat universal; dan (c) Praktek pelaksanaan pendidikan memiliki segi-segi yang umum sekaligus memiliki keunikan (ke-khasan) berkaitan dengan pandangan hidup masing-masing bangsa.

Pendidikan di Mesir Pada Masa Klasik

Mesir purba telah mengenal peradaban yang tinggi. Tanahnya didiami oleh rakyat yang cerdas dan tahu akan harga diri. Penduduknya terdiri dari beberapa golongan yang masing-masing mempunyai tugas hidup sendiri-sendiri (pembagian kasta). Kasta yang paling berkuasa ialah kasta pendeta. Pada tahun 31 SM Mesir menjadi suatu bagian dari negara Romawi.

Agamanya adalah polytheisme (menyembah banyak dewa). Dewanya yang terutama adalah Ra (matahari), dipuja sebagai sumber dari segala kehidupan. Osiris juga dipuja sebagai hakim yang mengadili orang-orang mati, serta isinya yang bernama Isis.

Tulisannya terkenal dengan nama hieroglyph (artinya adalah tulisan suci), sampai sekarang masih banyak disimpan orang. Tulisan itu biasanya dipahatkan pada batu atau kadang-kadang dituliskan pada daun-daun papyrus. Ciri-ciri pendidikan pada masa Mesir Purba:
  • Sumber pengetahuan ialah kumpulan-kumpulan nyanyian pujaan pada dewa-dewa;
  • Yang menyelenggarakan pendidikan adalah kasta pendeta. Hanya para pendeta dan prajurit yang dapat menikmati pendidikan.
Tujuan pendidikan pada masa itu adalah: bersifat susila-keagamaan. Semua aktivitas manusia akhirnya bermaksud berbakti kepada dewa-dewa. Pelajaran yang diutamakan di Mesir pada masa klasik adalah membaca, menulis, berhitung, bahasa, ilmu ukur tanah, ilmu alam, ilmu binatang, bergulat, bersenam, dan musik. Buku sumber yang digunakan adalah buku-buku hermetis, yaitu buku suci yang jumlahnya 42 buah yang berasal dari dewa Toth (Yunani: Hermes).
 
Perkembangan Pendidikan di Mesir
Tulisan Suci Bangsa Mesir "Hieroglyph"

Pusat pendidikan disebut sekolah-sekolah kuil dan merupakan pusat-pusat kuliah yang teratur. Seluruh organisasi kuil disebut kesatuan rumah Seti, yang di dalamnya terdapat pula perpustakaan, asrama, dan sekolah rendah (untuk anak warga negara bebas).

Pendidikan di India Pada Masa Klasik

Rakyat India terbagi dalam 4 kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Bagi orang India ilmu adalah alat untuk mencari kesempurnaan mistik. Mistik adalah penyepian batin dari kenyataan dengan tujuan manunggal dengan Tuhan. Kasta brahmana terdiri dari kaum pendeta. Kasta ksatria adalah kaum bangsawan, prajurit, mereka menerima pengajaran dalam membaca, menulis, berhitung, dan ilmu siasat berperang. Kasta waisya terdiri dari para tukang, pedagang, peladang, dan sebagainya. Kasta waisya mendapatkan pengetahuan dan pengajaran dalam bidang pertanian. Kasta paling rendah atau kasta sudra dianggap sebagai manusia yang hina, yang hanya dapat melakukan pekerjaan budak, sehingga mereka tidak berhak mendapat pengajaran. Ciri pendidikan pada masa itu adalah:
  • Pendidikan agama diutamakan. Dasar pendidikannya adalah kitab veda (kitab suci orang India);
  • Kasta brahmana menjadi penyelenggara dari pendidikan. Mereka menguasai hidup dan hanya kasta ini yang mempunyai pengetahuan;
  • Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan serta kesempurnaan  mistik dengan ilmu pengetahuan sebagai alatnya;
  • Pendidikan untuk kaum perempuan tidak diperhatikan, kecuali untuk calon-calon penari kuil.
Pelaksanaan pendidikan diawali dengan pemberian munya (kalung suci), yaitu: seutas tali yang digantungkan dari bahu kiri ke pinggang kanan. Munya sebagai tanda penerimaan dalam lingkungan keagamaan. Upacara ini disebut upacara upanayana (udayana). Pemberian munya pada anak brahmana saat berumur 8 tahun, sedang untuk anak ksatria pada usia 11 tahun, dan bagi anak waisya saat berusia 12 tahun.

Selama penyelenggaraan pendidikan, murid-murid tinggal bersama dengan gurunya, hidup sederhana dan bekerja keras membantu keluarga gurunya. Sistem ini disebut sistem guru-kula (kula:murid), atau pendidikan asrama. Guru dan istrinya dianggap sebagai orangtua oleh para murid.

Sistem guru kula masih tetap dipertahankan sampai masa India modern di samping sistem pendidikan yang lain (klasikal), terutama sekali karena pengaruh Rabindranath Tagore. Ia adalah seorang tokoh pendidikan di India yang terkenal. Tokoh lain yang besar pengaruhnya bagi pendidikan agama Islam di India adalah Sayyid Ahmad Khan.

Rabindranath Tagore. Lahir di Calcutta tanggal 7 Mei 1861. Dikirim untuk belajar di Inggris pada tahun 1877 untuk belajar ilmu kehakiman. Tahun 1886 ia menikah dan gemar menjalani hidup secara pendeta. Pada tahun 1900 mendirikan Shanti Niketan (panti perdamaian). Tahun 1913 ia mulai mengadakan perjalanan mengelilingi dunia. Tagore adalah seorang pembaharu sosial, pendidik, pujangga, ahli musik dan ahli filsafat yang berusaha memperjuangkan kemajuan bangsanya dan memperjuangkan tercapainya perdamaian dunia.

Hasil karyanya di bidang kesusastraan yang terkenal adalah Gitanjali (1913), dan merebut hadiah nobel bagi kesusastraan. Tahun 1915 mendapat gelar Doktor honoris causa dalam bidang kesusastraan dari universitas Calcutta dan tahun 1941 dari universitas Oxford. Pada tahun 1927 ia mengunjungi Jawa dan Bali, juga mengunjungi Taman Siswa. Tagore meninggal pada usia 80 tahun di Santi Nikethan pada tahun 1941. Bukunya yang terkenal adalah the Hope and Despair of Bengalie (1878), isinya adalah bahwa antara Timur dan Barat harus ada kerjasama. Cita-cita hidupnya adalah:
  • pembaharuan kebudayaan India lama dengan menggabungkan antara idealisme Timur dan realisme Barat. Tapi tetap dengan pedoman bahwa India harus tetap memiliki sifat- sifatnya yang asli;
  • persaudaraan sedunia tanpa mengenal perbedaan kasta, kulit, bangsa, dan agama;
  • pembaharuan di lapangan sosial, memajukan rakyat dengan pendidikan rakyat, sehingga setiap desa menjadi suatu Sriniketan (panti kemakmuran).
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran:
  • Murid belajar dengan melakukan (mencoba sendiri), dengan kegiatan musik dan tari, dengan hidup dan bekerja di alam bebas;
  • Agama menjadi dasar sistem pendidikan asrama (sistem guru-kula);
  • Kehidupan di sekolah harus otonom, yang berhak mengatur dan memerintah sendiri (self government).
Lembaga pendidikan yang berhasil ia dirikan: Shantiniketan (panti perdamaian), tahun 1901 di Bolpur (159 km dari Calcutta); Sriniketan (panti kemakmuran), sekolah pertanian dan perkebunan, tahun 1913; Universitas Visva Bharati (Visva: dunia, Bharati: India), tahun 1921, merupakan penjelmaan perdamaian dunia. Semboyannya jatra visvan bharati ekanidan: seluruh dunia berkumpul pada satu tempat, ia menghendaki universitasnya menjadi pusat kebudayaan dunia. Fakultas-fakultasnya meliputi:
  • fakultas kala bhavana (fakultas kesenian);
  • fakultas sangit bhavana (fakultas musik);
  • fakultas hindi bhavana (fakultas sastra dan kebudayaan Hindu).
Pengaruh Tagore cukup besar di tingkat dunia atas usahanya memperkenalkan dan mengangkat kebudayaan Timur. Moh. Syafei dan Ki Hadjar Dewantara termasuk di antaranya yang terpengaruh juga prinsip pendidikan dari Tagore.

Sayyid Ahmad Khan (1817-1896). lahir di Delhi pada tahun 1817. Ia mendapatkan pendidikan dan pengajaran termasuk membaca Al Qur’an di rumahnya sendiri. Ia adalah tokoh pendidikan yang besar di India, pendiri Universitas Islam di India (Aligarch College, 1875). Pada tahun 1889 mendapat gelar doktor honoris causa dalam ilmu hukum dari Universitas Edenburgh, dan meninggal dunia pada tahun 1899. Cita-citanya adalah mewujudkan masyarakat Islam yang modern dengan mengambil Turki sebagai contoh. Semboyannya adalah “tolonglah dirimu sendiri, hanya dengan demikian engkau dapat maju”. Beberapa usahanya di bidang pendidikan antara lain:
  • Mendirikan Alifarch College (universitas Islam), yang bertujuan: menciptakan pemimpin-pemimpin dan sarjana-sarjana muslim yang sanggup  mewujudkan masyarakat  Islam  yang modern. Universitas dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: bagian Inggris dan Timur. Seluruh mahasiswa diwajibkan mempelajari agama Islam. Orang Hidu dan Kristen juga diterima menjadi mahasiswa;
  • Pada tahun 1875 mendirikan Mohammadan Educational Conference, konferensi ini diadakan setiap tahun sekali;
  • Tahun 1888 mendirikan organisasi Patriotic Association, yang bertujuan mengimbangi usaha-usaha kongres India yang makin mengutamakan kepentingan-kepentingan golongan Hindu saja.
Sekian uraian tentang perkembangan pendidikan di Asia pada masa klasik. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan sahabat-sahabat.
 

    Pendidikan di Eropa Abad Pertengahan

    Pendidikan di Eropa Abad Pertengahan - Abad pertengahan merupakan jaman scholastik (pelajaran sekolah). Scholastik dimaksud sebagai usaha ilmiah untuk membuat supaya pelajaran-pelajaran gereja dapat dipahami dengan memberikan bukti-bukti yang logis. Kehidupan duniawi dianggap hanya sebagai landasan bagi hidup di alam baka. Apabila di Yunani dan Romawi ada orang tunduk pada negara, maka kini tunduk pada gereja. Abad pertengahan di Eropa dibagi menjadi dua bagian yang berlainan keadaannya. Abad ke-5 dan ke-6 disebut abad gelap. Pada masa itu terjadi perpindahan bangsa-bangsa, kekacauan, dan bangkitnya kebudayaan. Sesudah perang salib, timbullah bagian kedua dari jaman tengah ini dengan timbulnya kota-kota, dan budak belian dibebaskan sekembalinya dari perang Palestina. Pada bagian kedua inilah awal munculnya universitas.

    Dalam masa abad gelap di seluruh Eropa terjadi perpindahan bangsa-bangsa dari timur ke Barat dan dari Utara ke Selatan. Pada abad ke-7 terjadi pula perpindahan bangsa-bangsa baru dari tanah Arab melalui Mesir, Afrika, menyeberang ke Spanyol dan Prancis. Mula-mula akan mengalahkan bangsa Barat, tapi pada tahun 732 dapat dikalahkan oleh bangsa Prancis.

    Beberapa aliran yang mempengaruhi pendidikan dan pengajaran antara lain: Religi, Renaissance, Reformasi, Rationalisme, dan Sosialisme. Aliran-aliran tersebut tidak terpisah satu sama lain, akan tetapi yang satu merupakan reaksi atas aliran sebelumnya, dan saling mempengaruhi.

    Pada abad pertengahan, aliran religi menjadi sangat berpengaruh. Pendidikan bersifat akherat, hal-hal yang sifatnya duniawi tidak begitu mendapat perhatian. Semua usaha pendidikan tertuju kepada kehidupan akherat. Yang menjadi lembaga pendidikan adalah: rumah tangga, gereja, sekolah, negara, dan masyarakat. Semua lembaga tersebut didominasi oleh religi. Agama merupakan pusat dari seluruh pendidikan dan pengajaran. Pekerjaan para paderi yang semula mengerjakan tanah, mengeringkan paya-paya guna memajukan pertanian, beralih ke penyelenggaraan kepentingan-kepentingan rohaniah, yaitu dengan didirikannya sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah yang didirikan pada abad pertengahan antara lain:
      Pendidikan di Eropa Abad Pertengahan
    • Sekolah Biara. Pertama didirikan oleh Benedictus dari Nurcia tahun 520. Tujuannya adalah: mendidik anak untuk calon penghuni biara dan untuk kehidupan dalam masyarakat. Maka muncul 2 macam sekolah: sekolah untuk mendidik calon rahib, dan sekolah luar untuk kepentingan kehidupan masyarakat, namun demikian gurunya sama. Mata pelajarannya meliputi: bahasa latin (bahasa pengantar); agama; membaca; menulis; dan menyanyi. Bagi kelas-kelas tinggi: agama; sejarah; dan the seven liberal arts. Kepala sekolah gereja disebut scholarum, yang kemudian berubah menjadi scholasticus. Metode mengajar yang dipakai adalah mekanis, yaitu murid-murid menyebut apa-apa yang disebutkan oleh guru. Sesudah itu semuanya harus dihafal di luar kepala. Hukuman bagi setiap kesalahan dengan pukulan;
    • Sekolah Kathedral. Didirikan pada setiap kathedral (gereja pusat), ditempatkan di bawah pemilikan uskup. Pengajarannya hampir sama dengan sekolah biara, kepala sekolahnya disebut magister;
    • Sekolah Istana. Didirikan di istana sebagai pusat pengetahuan oleh Karel Agung (768-814) yang banyak menaruh minat terhadap pendidikan dan kemajuan rakyat. Sekolah itu dinamakan Schola Palatina, yang menjadi teladan bagi seluruh kerajaan. Di sini dididik anak-anak raja dan kaum bangsawan dan juga pemuda-pemuda yang hendak menjadi pegawai. Pemimpinnya yang terkenal adalah: Aicinus. Banyak pelajar yang datang dari negeri-negeri lain. Oleh sebab itu sekolah istana Karel Agung memperoleh nama internasional;
    • Sekolah Cathecismus dan sekolah parochi (sekolah nyanyi). Catechismus adalah pelajaran agama berupa tanya jawab; dan parochi adalah daerah di bawah seorang parochus atau pastur. Dua sekolah ini dapat dianggap sebagai bentuk permulaan sekolah rakyat (sekolah umum). Pengajaran diselenggarakan oleh para pendeta parochi. Di Metz didirikan sebuah sekolah nyanyi oleh Karel Agung untuk murid-murid nyanyian- nyanyian gereja. Pelajaran yang diberikan: agama; membaca; menulis; bernyanyi; dan pekerjaan tangan.
    Akibat perang salib terjadi bermacam perubahan, seperti: Munculnya golongan ketiga; kemajuan perniagaan dan industri; terjadinya cita-cita pendidikan yang lain; Munculnya golongan bangsawan yang mempunyai cita-cita pendidikan tertentu, yaitu pendidikan ksatria; Munculnya bermacam-macam gilde yang merupakan lembaga pendidikan yang baik.

    Berkembanganya perdagangan dan perindustrian memperkuat kedudukan kota-kota yang mendirikan bermacam-macam sekolah. sekolah kota dikepalai oleh seorang rektor. Bentuk pengajarannya masih bersifat formalistis, menghafal seperti buku. Sedangkan pendidikan ksatria tujuannya tidak menari kepandaian dan pengetahuan, melainkan ketangkasan naik kuda, dan membuat syair. Abad ke-13 dinamai abad universitas. Di sini lama kelamaan terjadi kebutuhan untuk memperoleh pengajaran tinggi. Beberapa sekolah biara terbaik diperluas dan dipertinggi mutu pelajarannya. Sehingga berdirilah universitas-universitas yang pertama:
    • Universitas di Salerno: untuk ketabiban;
    • Universitas di Bologna: untuk ilmu hukum;
    • Universitas di Paris: untuk theologi.
    Perguruan tersebut hanya mempunyai satu fakultas, yaitu: sekolah tinggi. Metode yang dipakai adalah metode scholastik: maha guru mempergunakan buku tertentu, misalnya: Corpus Juris, kemudian pelajar membuat diktat. Setelah itu diadakan penjelasan dan pembicaraan. Atas inisiatif raja, paus, dan orang-orang terkemuka jumlah universitas semakin lama semakin bertambah banyak. Kelemahan-kelemahan abad pertengahan:
    • Semua sekolah diperintah oleh gereja dan paderi;
    • Semua pelajaran dan pendidikan hanya untuk kepentingan gereja dan paderi;
    • Kehidupan sehari-hari tidak mendapt perhatian sebagaimana mestinya;
    • Yang diselenggarakan adalah pengetahuan yang telah ada, yang berasal dari ahli-ahli Yunani dan Romawi, sehingga tidak ada perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan;
    • Metode mengajar formalistis: menghafal tepat seperti yang terdapat dalam buku secara mekanis. Oleh sebab itu seringkali bersifat verbalistis.
    Perubahan akan terjadi pada jaman Renaissance yang akan diuraikan pada postingan berikutnya. Semoga dapat bermanfaat.

    Selasa, 23 September 2014

    Perkembangan Pendidikan di Romawi (Eropa Klasik)

    Perkembangan Pendidikan di Romawi (Eropa Klasik) - Telah diuraikan kemarin tentang perkembangan pendidikan Yunani, maka kali ini akan diuraikan tentang pendidikan Romawi. Pendidikan Romawi tampak lebih sederhana dan lebih disesuaikan dengan kebutuhan negara jika dibandingkan dengan pendidikan Yunani. Roma yang pada awalnya adalah egara petani, mengalami dua masa yang masing-masing berbeda baik tujuan maupun alat-alat pendidikannya, yaitu jaman Romawi lama dan jaman Romawi baru (Hellenisme).

    Jaman Romawi Lama

    Pendidikan pada jaman ini bertujuan membentuk warganegara yang setia dan berani, siap berkorban membela kepentingan tanah airnya. Diutamakan pembentukan warganegara yang cakap sebagai tentara. Pendidikan diselenggarakan oleh keluarga, dan merupakan pendidikan bangsawan bukan pendidikan rakyat. Materi pelajarannya meliputi membaca, menulis, dan berhitung. Pendidikan jasmani dan kesusilaan menjadi prioritas. Hasil pendidikan dinilai baik, karena:
    • kebiasaan aturan dalam rumah tangga yang keras, ayah mempunyai kekuasaan mutlak dan anak-anak patuh pada perintahnya;
    • kedudukan ibu hampir sama dengan kedudukan ayah, ia menjadi pemelihara rumah tangga;
    • agama mempunyai pengaruh besar, orang Romawi percaya dikelilingi oleh dewa- dewanya;
    • anak-anak mempelajari Undang-Undang negaranya, menganggapnya sakti dan tidak melanggar.
    Jaman Romawi Baru (Helenisme)

    Hellenisme adalah aliran kebudayaan yang diciptakan oleh ahli-ahli filsafat Yunani (Hellas). Sejak saat itu bangsa Romawi mulai menyadari arti penting ilmu pengetahuan. Dengan demikian maka tujuan pendidikan mengalami perubahan: untuk pembentukan manusia yang harmonis. Pendidikan ratio dan kemanusiaan (humanitas) menjadi prioritas. Organisasi sekolah yang dibentuk meliputi:
    • sekolah rendah: pelajarannya membaca, menulis, dan berhitung. Musik dan menyanyi tidak mendapat perhatian;
    • sekolah menengah: pelajarannya ilmu pasti, ilmu filsafat, dan kesusasteraan klasik;
    • sekolah tinggi: diberikan keahlian pidato, hkum, dan undang-undang.
    Pendidikan menjadi kehilangan sifat praktisnya dan rakyat Roma mulai berpedoman kepada filsafat. Pada perkembangan selanjutnya Romawi terbawa oleh arus aliran filsafat yang berdampak cukup besar bagi pendidikan Roma, yaitu Epicurisme (dipelopori Epicurus 341-270 SM), dan aliran Stoa (dipelopori Zeno 336-264 SM). Aliran Epicurisme berpendapat hahwa kebahagian akan terwujud manakala manusia menyatu dengan alam. Aliran Stoa berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencapai kebajikan. Kebajikan itu akan terwujud apabila manusia dapat menyesuaikan diri dengan alamnya, karena manusia adalah bagian dari alam. Sedangkan alam itu sendiri dikuasai oleh budi Ilahi. Karena manusia merupakan bagian dari alam, maka di dalamnya terkandung sebagian dari budi ilahi itu. Jadi tidak ada perbedaan antara alam dengan Tuhan, dan alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam, yang disebut juga panteisme (pan: seluruh, semua; theos: Tuhan). Sehingga hidup sesuai dengan alam berarti hidup sebagai manusia berakan dan berbudi.



    Dengan munculnya dua faham tersebut cita-cita atau tujuan Romawi berubah dari membentuk manusia sehat kuat untuk membela tanah air (kebajikan kepahlawanan) menjadi membentuk manusia yang bijaksana dan berakal budi (kebajikan kemanusian/humanitas). 

    Seneca (meninggal 65 SM)

    Seneca merupakan tokoh pendidik lain di jaman Romawi baru. ia adalah seorang kaisar Nero, juga seorang ahli filsafat dan moralis yang terkenal. Beberapa petunjuk tentang pengajaran yang diberikan adalah:
    • kita mengajar tidak untuk sekolah, tetapi untuk kehidupan;
    • panjang jalan melalui perintah, singkat jalan melalui teladan;
    • dengan mengerjakan, kita menjadi paham.
    Quintilanus

    Adalah seorang profesor ilmu pidato yang terkenal. Ia adalah seorang Spanyol yang tinggal di Roma. Ia menjadi terkenal karena menulis buku “Instituo Oratorio” (pendidikan menjadi ahli pidato). Dia berpendapat bahwa jika suatu saat seorang anak memperlihatkan kesalahan-kesalahannya, maka hal itu adalah akibat dari pendidikan yang salah. Dalam hal ini ia sependapat dengan JJ. Rousseau, bahwa semua manusia itu baik sejak lahir. Pendapatnya tentang pendidikan:
    • pendidikan harus diberikan secepatnya, sejak dari keluarga. Harus dicari pengasuh yang berbudi baik dan berilmu dan dapat menjadi contoh. Sebab kesan pertama yang diterima oleh anak berpengaruh besar sekali bagi perkembangan selanjutnya;
    • kelak anak itu harus bersekolah, karena: di sana ia akan merasa lebih bebas, dapat belajar banyak dari teman-temannya, dan ada suasana bersaing yang sehat.
    • Guru harus dapat mempelajari sifat-sifat dan pembawaan masing-masing anak, agar dapat mengembangkannya dengan baik;
    • Mengajar hendaknya tidak terlalu cepat, anak ibarat botol yang kecil lehernya, jika diisi terlalu banyak akan terbuang sia-sia;
    • Pelajaran hendaknya diselingi dengan permainan, supaya guru dapat memperoleh pandangan yang lebih baik tentang budi pekerti anak-anak;
    • Gaya bahasa yang digunakan harus menarik perhatian anak-anak, lebih baik agak berani dan banyak fantasi;
    • Teknik mengajar harus lunak, tidak terlalu keras, tidak banyak mencela, tapi jangan pernah pula terlalu banyak memuji. Tidak boleh memberi hukuman fisik, sebab dengan memukul, jiwa anak akan rusak karena merasa malu;
    • Pada pelajaran membaca, anak-anak diberi huruf dari gading, dan mereka disuruh membuat bermacam kata dari huruf itu;
    • Pada pelajaran menulis, sebuah meja dipahat huruf timbul dan mereka disuruh mengikuti huruf-huruf itu.
    • Pada pelajaran mengarang anak-anak harus mengarang seperti sedang bercakap- cakap. Bahan dan bahasa dari pengalaman pribadi anak;
    • Quintillanus menganggap daya ingat itu sangat penting, oleh sebab itu harus dilatih dengan baik. Setiap hari anak harus menghafal di luart kepala hal-hal yang menarik, sesudah itu hal-hal yang kurang menarik, mula-mula mekanis, sesudah itu logis.
    Dalam organisasi sekolah, sesudah sekolah permulaan yang memberikan pelajaran- pelajaran pokok, anak kemudian mengunjungi sekolah menengah, di mana diajarkan bahasa Yunani, baru kemudian bahasa Latin. Setelah itu pelajaran dilanjutkan ke Sekolah Tinggi. Mata pelajaran yang diberikan adalah:
    • trivium: gramatika (bahasa), filosofi, dan retorika;
    • quadrivium: musik, geometri, arithmetika, dan astronomi. Ketujuh mata pelajaran tersebut dinamai “Artes Liberalis yang tujuh”.
    Teori pengajaran Quantilianus telah memberikan lukisan tentang seluruh praktek pengajaran di Roma pada jaman kaisar. Banyak teknik dan paham modern yang diselenggarakan oleh Quantilianus, seperti papan meja, menuruti huruf timbul dengan jari, mengarang seperti menulis tentang hal-hal yang dialami sendiri dan sebagainya.

    Jaman Agama Kristen

    Agama Kristen menandai satu perubahan dengan membawa unsur-unsur baru: Tujuan hidup manusia tidak terletak di dunia fana ini seperti tujuan kebudayaan klasik Yunani dan Romawi, tetapi di alam baqa kelak; Berbeda dengan kebudayaan klasik yang mengenal banyak dewa, agama kristen hanya mengakui adanya satu Tuhan (monotheisme); Dalam pandangan agama ini, pendidikan tidak hanya untuk golongan tertentu saja, melainkan untuk semua manusia (umum).

    Pada jaman ini dapat dibedakan menjadi 2 golongan sekolah, yaitu: (a) sekolah-sekolah kristen; dan (b) sekolah kafir/jahiliyah. Yang termasuk kategori sekolah kristen adalah:
    • Sekolah Catechumeen (sekolah pendengar). Tujuannya menarik dan mendidik orang- orang yang masuk agama kristen. Sekolah ini terdiri dari tiga kelas. Kelas I untuk pendengan (catechumeen), yang mendengarkan pelajaran agama dengan tidak berbicara. Setelah tamat kelas I mereka dinaikkan ke kelas II, setelah menyatakan bahwa ia telah meninggalkan takhayulnya. Untuk kelas III khusus bagi mereka yang betul-betul ingin masuk agama nasrani. Guru-gurunya adalah Uskup (catechumeen laki-laki), dan Diakones (catechumeen perempuan). Sekolah ini mengalami masa keemasannya pada abad ke-3;
    • Sekolah Episcopal, untuk pembinaan paderi. Pemuda-pemuda yang pandai dipilih oleh uskup untuk dididik menjadi paderi. Pada sekolah ini diberikan pelajaran seperti: theologi/gerejani dan pelajaran-pelajaran yang bersifat keduniawian (umum). Dengan demikian mereka yang tidak lulus untuk menjadi paderi masih bisa mendapat pengetahuan yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari;
    • Sekolah  Catecheet  (theolog).  Tujuan  sekolah  ini  untuk  mendidik  ahli keagamaan/theolog, memberikan pengetahuan umum yang lebih, serta menjadi pusat keagamaan agama kristen. Pengetahuan umum yang diajarkan seperti: kesusasteraan Yunani, sejarah, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu binatang, dan dialektika. Sekolah catecheet yang terkenal bertempat di Iskandariah, yang di antaranya memberikan kuliah: clemens (pembangunan etika kristen), dan origens (sarjana yang paling pandai pada jaman itu).
    Sedangkan yang dimaksud dengan sekolah-sekolah kafir adalah sekolah-sekolah yang tidak mengajarkan mata pelajaran agama. Sekolah kafir yang terkenal antara lain: sekolah Rethor di Karthago, Iskandariah dan Tambul. Sekolah kafir/jahiliyah ini mengajarkan 7 kesenian bebas (the seven liberal arts), pengetahuan hukum, dan filsafat. Salah satu tokoh pendidik pada jaman kristen adalah Augustinus. Ia merupakan seorang ahli pendidik kristen. Lahir di Tagaste Afrika tahun 354. Augustinus memperoleh pendidikannya di sekolah Rethor di Karthago, sebuah sekolah tinggi ciptaan orang Roma.

    Ia memberikan kuliah-kuliah di Karthago, Roma, dan Milan. Saat berusia 33 tahun ia beralih menjadi pemeluk agama kristen. Tujuh tahun kemudian uskup di Hippo, dan meninggal dunia tahun 430. Tujuan pendidikan Augustinus hampir sama dengan Plato, yaitu kebajikan. Prinsip Plato: kebajikan terletak dalam memeritah kehendak dengan intelek, membentuk manusia berbudi, tujuan Plato untuk di dunia kini. Sedang Augustinus: kebajikan adalah cinta yang sempurna terhadap Tuhan, tujuannya untuk hidup di dunia fana.

    Buku-buku karya Augustinus yang terkenal di antaranya adalah:
    • catechizandis rudibus (pelajaran agama bagi yang tidak mengetahui). Buku ini memberikan petunjuk-petunjuk praktis serta uraian tentang ilmu jiwa pendidikan. augustinus menganjurkan agar dalam mengajar terdapat: kegembiraan, pilihan bahan yang baik, cinta terhadap anak yang timbul dari cinta terhadap Tuhan;
    • contessionis (pengakuan): melukiskan tentang riwayat hidupnya sampai dengan tahun 400. Di dalamnya tercantum juga pengetahuan tentang ilmu jiwa, tentang ingatan dan petunjuk-petunjuk tentang pendidikan.
    Demikian uraian tentang perkembangan pendidikan Romawi. Semoga dapat bermanfaat.

    Minggu, 21 September 2014

    Perkembangan Pendidikan Eropa Masa Klasik (Yunani)

    Perkembangan Pendidikan Eropa Masa Klasik (Yunani) - Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan manusia. Jadi pada saat manusia itu ada dan masih ada, pendidikan itu telah dan masih ada pula. Pada kenyataannya dapat kita telaah bahwa praktek pendidikan dari zaman ke zaman mempunyai garis persamaan. Garis persamaan atau benang merah pendidikan itu ialah:
    • Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan.
    • Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifar universal.
    • Praktek pelaksanaan pendidikan memiliki segi-segi yang umum sekaligus memiliki keunikan (ke-khasan) berkaitan dengan pandangan hidup masing-masing bangsa.
    Yunani kuno terbagi menjadi dua, Sparta dan Athena. Penduduk Sparta disebut bangsa Doria, sedangkan penduduk Athena disebut bangsa Lonia. Kedua negara tersebut merupakan Polis atau negara kota. Sparta dengan ahli negaranya Lycurgus, sedang Athena dengan ahli negaranya Solon. Pada kedua negara tersebut terdapat perbedaan-perbedaan dalam dasar, tujuan, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Orang-orang Sparta mementingkan pembentukan jiwa patriotik yang kuat dan gagah berani (Djumhur, 1976: 24).

    Sparta

    Sparta adalah negara Aristokrasi-militeristis. Dasarnya Undang-undang Lycurgus (± 900 SM). Ciri pendidikan: pendidikan diselenggarakan oleh negara dan hanya untuk warga negara merdeka. Pendidikan di Sparta didasarkan atas dua asas: (1) anak adalah milik negara; dan (2) tujuan pendidikan adalah membentuk serdadu-serdadu pembela negara serta warga negara.

    Perkembangan Pendidikan Eropa Masa Klasik (Yunani)


    Tujuan pendidikan Sparta adalah membentuk warga negara yang siap membela negara (membentuk tentara yang gagah berani). Ciri-ciri pendidikannya adalah:
    • Pendidikan diperuntukkan hanya bagi warga negara yang merdeka (bukan  budak);
    • Lebih mengutamakan pendidikan jasmani.
    • Anak-anak yang telah mencapai umur 7 tahun diasramakan.
    Pelaksanaan pendidikan: anak-anak dibiasakan menahan lapar, tidur di atas bantal rumput, dan pada musim dingin hanya memakai mantel biasa saja. Sifat-sifat yang harus dimiliki tentara, seperti keberanian, ketangkasan, kekuatan, cinta tanah air, dan tunduk pada disiplin selalu mendapat perhatian. Sebaliknya, pelajaran seperti kesenian dianggap tidak terlalu penting dan diabaikan. Musik dan nyanyian hanya dijadikan alat untuk mempengaruhi jiwa dalam melaksanakan dinas ketentaraan (A. Ahmadi, 1987:162).

    Athena
     
    Athena adalah negara demokrasi. Dasar yang dipakai adalah: Undang-undang Solon (± 594 SM). Berbeda dengan Sparta, tujuan pendidikan Athena adalah: membentuk warganegara dengan jalan pembentukan jasmani dan rohani yang harmonis (selaras). Ciri- ciri pendidikan di Athena adalah:
    • Pendidikan diselenggarakan oleh keluarga dan sekolah;
    • Sekolah diperuntukkan bagi seluruh warga negara (bebas).
    Materi atau bahan pelajaran terbagi atas dua bagian: gymnastis dan muzis. Gymnastis untuk pembentukan jasmani, sedangkan muzis untuk pembentukan rohani. Pendidikan jasmani diberikan di Palestra, tempat bergulat, lempar cakram, melompat, lempar lembing (pentathlon atau pancalomba). Pembentukan muzis meliputi: membaca, menulis, berhitung, nyanyian, dan musik. Dalam perkembangannya dalam pembentukan muzis akan dipelajari artes liberales atau “seni bebas”, yang terdiri dari:
    • trivium (tiga ajaran), yaitu:  grammatica; rhetorica (pidato); dan dialektika yaitu ilmu mengenai cara berpikir secara logis dan bertukar pikiran secara ilmiah;
    • quadrivium (empat ajaran), yang terdiri dari: arithmetica (berhitung); astronomia (ilmu bintang); geometria (ilmu bumi alam dan falak); musica.
    Dalam membaca, diberikan dengan metode mengeja (sintetis murni); dan menulis dilakukan pada batu tulis yang dibuat dari lilin (Djumhur: 1976). Pendidikan warganegara sangat diutamakan di Yunani, terutama di Sparta. Segala kepentingan negara diletakkan di atas kepentingan individu (perseorangan). Dalam perkembangannya muncul keinginan untuk mendapat kebebasan pribadi, terutama dari kaum sofist.

    Kaum sofist adalah kelompok orang yang tidak mengakui kebenaran mutlak dan berlaku umum. Mereka berpendapat, bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu (anthroposentris, anthropos: manusia; sentris: pusat). Sesuatu dianggap benar kalau itu menimbulkan keuntungan atau kemenangan. Kebenaran bersifat relatif (tergantung kapan dan siapa yang melihat).

    Akibat dari ajaran sofisme tersebut adalah, turunnya nilai-nilai kebudayaan, merosotnya nilai-nilai kejiwaan, pembentukan harmonis antara jiwa dan raga dikesampingkan dan sebagainya. Orang mencari pengetahuan dengan tujuan untuk mencapai kebendaan semata (intelektual-materialistis). Kepentingan negara harus tunduk kepada kepentingan perseorangan. Pendidikan kecerdasan lebih penting daripada pendidikan agama dan kesusilaan. 

    Ahli-Ahli Pendidik Yunani

    Pythagoras (580-500 SM). Tujuan pendidikan: membentuk manusia susila dan beragama. Beberapa cita-cita yang menjadi dasar pendidikannya:
    • hanya jiwa yang berharga, bukan badan;
    • jiwa berasal dari dewa-dewa dan hidup terus jika badan telah mati;
    • sejak kecil manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat jahat, pendidikan harus membawa manusia ke arah kesempurnaan;
    • kesempurnaan adalah kebajikan, yaitu keselarasan antara jiwa dan raga, harmoni dalam hubungan antara manusia, harmoni pula dalam negara.
    Untuk melaksanakan cita-cita tersebut, ia mendirikan sebuah lembaga dengan nama “Lembaga Pythagoras”. Anggotanya hidup bersama-sama dan patuh pada aturan-aturan tertentu. Lembaga tersebut terdiri dari 3 bagian:
    • bagian 1: terdiri dari calon-calon anggota dalam masa percobaan 3 tahun. Selama itu ia harus dapat mengatasi penderitaan-penderitaan dan harus membuktikan kesanggupan dalam menempuh jalan hidup yang saleh;
    • bagian 2: merupakan lanjutan dari bagian 1, tetapi masih diasingkan dari anggota- anggota penuh, dan mendapat ajaran dari Pythagoras sendiri;
    • bagian 3: terdiri dari anggota-anggota yang dianggap sudah cukup memenuhi syarat, mendapat hak dan kepercayaan yang penuh, mereka mendapat ajaran dari Pythagoras sendiri.
    Socrates (469-399 SM). Merupakan tokoh yang melawan ajaran sofisme. Ia berpendapat bahwa yang menjadi ukuran segala-galanya bukan manusia melainkan ke-Tuhanan (theosentris, theo: Tuhan). Berlawanan dengan Pythagoras, Socrates percaya bahwa manusia mempunyai pembawaan untuk berbuat baik. Socrates berpendapat bahwa ilmu adalah sumber dari kebajikan, oleh karena itu ia dianggap perintis kaum Philantropin: cinta pada sesama manusia.

    Dalam pelaksanaan pengajarannya, dia melakukan dialog, percakapan, dan tanya jawab dengan masyarakat di jalan-jalan, di taman, dan pasar. Socrates selalu mengajarkan bahwa manusia itu berpengetahuan hanya dalam sangkaannya saja, padahal yang sebenarnya mereka tidak tahu apa-apa, dan mereka akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa mereka hanya mengetahui satu hal, yaitu bahwa mereka tidak tahu apa-apa. Dengan begitu maka pada diri manusia itu tumbuh keinginan untuk mengetahui yang sebenarnya. Dengan jalan induksi, mereka dibawa kepada ilmu yang sebenarnya (menarik kesimpulan sendiri). Beberapa jasa Socrates:
    • pelopor dari ilmu kesusilaan. Ia berpendapat bahwa filsafat merupakan alat untuk mencapai kebajikan;
    • pelopor dari ilmu mengenai pengertian-pengertian. Ia berusaha selalu mencari hakikat dari benda-benda, yakni pengertian-pengertian;
    • Pythagoras dan Socrates adalah peletak dasar paedagogik moral.
    Pada akhir hidupnya, Socrates dijatuhi hukuman minum racun oleh hakim, apabila ia tidak bersedia menarik kembali ajarannya. Socrates dianggap telah merusak akhlak pemuda, dan difitnah oleh kaum sofis telah mengajarkan dewa-dewa baru dan membelakangi dewa-dewa resmi.

    Plato (427-347 SM). Plato adalah murid Socrates. Ia adalah seorang bangsawan. Saat Socrates dijatuhi hukuman minum racun Plato melarikan diri dan mendapat perlindungan dari keluarganya. Sistem pendidikan yang lengkap dan merupakan bagian dari ajaran ketatanegaraan pertama disusun oleh Plato, ia adalah seorang pengarang pertama di Yunani. Tujuan pendidikan menurut Plato adalah: membentuk warga negara secara teoritis dan praktis. Setiap manusia bertugas untuk mengabdikan kepentingannya kepada kepentingan negara. Oleh sebab itu pendidikan harus diselenggarakan oleh negara dan untuk negara. Dengan prinsip tersebut Plato disebut sebagai pencipta Pendidikan Sosial. Ia berpendapat bahwa kesulitan-kesulitan politis dapat diatasi apabila ada keadilan. Keadilan akan terwujud bila setiap orang melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Dengan demikian tujuan pendidikan itu selanjutnya adalah untuk membentuk negara susila yang berdasarkan keadilan (Lebih lanjut dapat dibaca dalam Achmadi, 1987).

    Dalam pendidikan moral, Plato berpendapat bahwa anak-anak telah dapat melakukan suatu perbuatan meskipun mereka belum sanggup menyadari atau memahaminya. Sehingga pendidikan harus dimulai sejak kecil, yaitu dengan pembiasaan dan kemudian pengajarannya. Pengaruh plato sangat besar, misalnya dalam pemerintahan gereja abad pertengahan. Meskipun dipengaruhi oleh bangsa Yahudi, namun pemerintahan gereja sangat platonis.

    Aristoteles (384-322 SM). Ia adalah murid dari Plato dan telah berguru selama 20 tahun. Bukunya yang terkenal mengenai cita-cita pendidikan adalah: Politica dan Anima. Seperti halnya dengan Plato, maka Aristoteles pun menghendaki pendidikan negara.

    Cita-cita pendidikannya: kebajikan itu diperoleh dengan jalan aman, melalui pengalaman, pembiasaan-pembiasaan, akal budi, dan pengertian. Pendidik harus mempelajari dan memimpin pembawaan dan kecenderungan anak-anak. Dengan latihan dan pembiasaan mereka diajar melakukan perbuatan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Menurutnya sumber pengetahuan adalah pengalaman, pengamatan, yang menghasilkan bahan untuk berpikir. Dalam satu hal ia sefaham dengan J. Locke, bahwa jiwa seseorang pada waktu dilahirkan tidak berisi apa-apa (tabula rasa). Pendidikan formal menurutnya berakhir pada usia 21 tahun, dan periode ini terbagi menjadi 4 bagian:
    • pendidikan sampai dengan usia 5 tahun;
    • pendidikan sampai dengan usia 7 tahun;
    • pendidikan sampai dengan usia pubertas;
    • pendidikan sampai dengan usia 21 tahun.
    Dalam prinsipnya, sebelum usia 5 tahun, hendaknya pendidikan bersifat sewajarnya, disesuaikan dengan keadaan anak. Membaca, menulis, ilmu hitung, gymnastic, dan musik dianggap sebagai mata pelajaran untuk latihan kejiwaan. Gymnastic dan musik adalah yang paling penting, sebab mempunyai akibat pembersihan jiwa, dan nafsu-nafsu yang tidak baik dan mengembangkan perbuatan baik sesuai dengan tuntunan moral. Menurut Aristoteles, karena pendidikan adalah soal universal, maka pendidikan dilakukan oleh negara.

    Jumat, 19 September 2014

    Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW

    Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW - Mengindentifikasikan kurikulum pendidikan pada  zaman  Rasulullah  terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya.

    Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan Islam. Dapat dibedakan menjadi dua periode:

    Makkah
    • Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.
    • Materi  yang  diajarkan  menerangkan  tentang  kajian  keagamaan  yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.
    Madinah
    • Upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam.
    • Materi pendidikan Islam yang diajarkan berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan pengetahuan kemasyarakatan.
    Kurikulum Pendidikan Islam

    Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan

    Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi.

    Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, kaena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara,  bahkan  beliau  dan  para  pengikutnya  berada  dalam  baying-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijaka dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal Islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keIslamannya dalam berbagai hak.tidak menemui mereka kecuali dengan cra sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.

    Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah barulah, barulah pendidikan Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
    • Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.
    • Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai. [Abuddin Nata, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. Ciputat: UIN Jakarta Press 2005 hal 24]
    Demikianlah uraian tentang kurikulum pendidikan islam pada masa Rasulullah SAW. Semoga dapat menambah wawasan kita mengenai kurikulum pendidikan islam dan dapat bermanfaat.


    Kamis, 18 September 2014

    Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah

    Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah - Pada postingan kemarin telah saya share tentang bagaimana pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Makkah. Maka pada kesempatan kali ini akan saya share mengenai bagaimana pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah. Bahwa pada periode Madinah. Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.

    Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agama Islam di Madinah adalah sebagai berikut:

    Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik. Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
    • Nabi Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka. Nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula di antara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan  lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.[1]

    • Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.

    • Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil maupun moral.

      Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah
    • Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.[2]
    Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong-menolong, bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.[3]

    Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan

    Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.

    Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.

    Pendidikan anak dalam Islam

    Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-quran berkaitan dengan itu. Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:
    • Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka)
    • Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
    • Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.
    Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
    • Pendidikan Tauhid
    • Pendidikan Shalat
    • Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
    • Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
    • Pendidikan kepribadian
    • Pendidikan kesehatan
    • Pendidikan akhlak.
    Perbedaan ciri pokok pembinaan pendidikan Islam periode kota Makkah dan kota Madinah:

    Periode kota Makkah: Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

    Periode kota Madinah: Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran, merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.

    Demikianlah uraian singkat mengenai pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah. Semoga bisa bermanfaat.




    Reff:
    [1] Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992. Hal. 26.
    [2] Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9,2008 hal 37.
    [3] Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992. Hal. 16.