Translate

BISNIS ONLINE

Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Oktober 2014

Prinsip-prinsip Pendekatan dalam Pembelajaran Anak Usia Dini

Prinsip-prinsip Pendekatan dalam Pembelajaran Anak Usia Dini - Pada kesempatan kali ini, membumikan pendidikan akan share mengenai prinsif-prinsif pendekatan dalam pembelajaran anak usia dini. Bahwa dalam dokumen Permendiknas nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, dinyatakan bahwa “Standar tingkat pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Tingkat perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu tingkat pencapaian kecakapan akademik”.
 
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip PAUD sebagai berikut:
Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Menurut Maslow kebutuhan anak yang sangat mendasar adalah kebutuhan fisik (rasa lapar dan haus), anak dapat belajar apabila tidak dalam kondisi lapar dan haus. Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan keamanan (merasa aman, terlindung dan bebas dari bahaya), dan kebutuhan rasa dimiliki dan disayang (berhubungan dengan orang lain, rasa diterima dan dimiliki).
Kebutuhan Anak
Sesuai dengan Perkembangan Anak
Pembelajaran untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik usia maupun dengan kebutuhan individual anak. Perkembangan anak mempunyai pola tertentu sesuai dengan garis waktu perkembangan. Setiap anak berbeda perkembangannya ada yang cepat ada yang lambat. Oleh karena itu, pembelajaran anak usia dini harus disesuaikan baik lingkup maupun tingkat kesulitannya dengan kelompok usia anak.
Mengembangkan kecerdasan anak
Pembelajaran anak usia dini hendaknya tidak menjejali anak dengan hafalan, tetapi mengembangkan kecerdasaanya. Penelitian di bidang neuroscience (ilmu tentang saraf) menemukan bahwakecerdasan sangat dipengaruhi oleh banyaknya sel saraf otak, hubungan antar sel saraf otak, dan keseimbangan kinerja otak kanan dan otak kiri. Pada saat lahir sel otak sudah terbentuk semua yang jumlahnya mencapai 100-200 miliar, dimana setiap sel dapat membuat hubungan dengan 20.000 sel saraf otak lainnya, atau dengan kata lain dapat membentuk kombinasi 100 miliar x 20.000. Oleh karena itu, anak usia (0-8 Tahun) merupakan usia yang sangat kritis bagi pengembangan kecerdasan anak. Sayangnya, banyak guru, orang tua, dan pendidik anak usia dini yang “mengunci mati” sel otak tersebut untuk menjalankan fungsi kapasitasnya yang tak terhingga (unlimited capacity to learn) (Semiawan, 2004).
Pembelajaran Anak Usia Dini
Stimulasi Kecerdasan Anak Sejak Dini
Oleh karena itu guru dan orang tua perlu memahami teknik stimulasi otak yang tepat untuk mengembangkan kecerdasan anak, bukan sekedar menjejali anak dengan informasi hafalan.
Belajar melalui bermain
Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan anak usia dini, dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik agar mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk berekplorasi (penjajagan), menemukan, dan memanfaatkan benda-benda di sekitarnya.
Belajar dari kongkrit ke abstrak, sederhana ke kompleks, gerakan ke verbal, dan dari sendiri ke sosial
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari yang kongkrit ke abstrak, dari konsep yang sederhana ke kompleks, dari gerakan ke verbal, dan dari diri sendiri ke sosial. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang berulang-ulang.
Anak sebagai Pembelajar Aktif
Anak melakukan sendiri kegiatan pembelajarannya, sehingga anak aktif, guru hanya sebagai fasilitator atau mengawasi dari jauh.
Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan teman sebaya di lingkungannya
Ketika anak berinteraksi dengan teman sebayanya, maka anak akan belajar, begitu juga ketika anak berinteraksi dengan orang dewasa (guru, orangtua)
Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.

Pembelajaran Anak Usia Dini
Lingkungan yang Kondusif Menarik Minat Anak
Merangsang kreativitas dan inovasi
Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.
Mengembangkan kecakapan hidup
Pendidikan anak usia dini mengembangkan diri anak secara menyeluruh (the whole child). Berbagai kecakapan dilatihkan agar anak kelak menjadi manusia seutuhnya. Bagian dari diri anak yang dikembangkan meliputi bidang fisik-motorik, intelektual, moral, sosial, emosi, kreativitas, dan bahasa. Tujuannya ialah agar kelak anak berkembang menjadi manusia yang utuh yang memiliki kepribadian dan akhlak yang mulia, cerdas dan terampil, mampu bekerja sama dengan orang lain, mampu hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Mengembangkan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri (mandiri), disiplin, mampu bersosialisasi, dan memperoleh bekal keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
Memanfaatkan potensi lingkungan
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik/guru.
Sesuai dengan kondisi sosial budaya
Pembelajaran anak usia dini harus sesuai dengan kondisi sosial budaya. Apa yang dipelajari anak adalah persoalan nyata sesuai dengan kondisi dimana anak berada. Berbagai objek yang ada disekitar anak, kejadian, dan isu-isu yang menarik dapat diangkat sebagai tema persoalan belajar.
Stimulasi secara holistik
Pembelajaran anak usia dini sebaiknya bersifat terpadu atau holistik. Anak tidak belajar mata pelajaran tertentu, seperti IPA, Matematika, Bahasa secara terpisah, tetapi fenomena dan kejadian yang ada disekitarnya. Melalui bermain dengan air anak dapat belajar berhitung (matematika), mengenal sifat-sifat air (IPA), menggambar air mancur (seni), dan fungsi air untuk kehidupan (IPS).

Sekian, semoga bermanfaat...
 

Sabtu, 11 Oktober 2014

Arti Penting dan Karakteristik Pembelajaran Tematik

Arti Penting dan Karakteristik Pembelajaran Tematik - Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan  terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).

Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan  tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,

Karakteristik Pembelajaran Tematik

Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
  • Berpusat pada siswa

Arti Penting Pembelajaran Tematik
Student Centered
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
  • Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
  • Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
  • Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
  • Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
  • Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
  • Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Semoga bermanfaat.

Kamis, 09 Oktober 2014

Pengertian dan Landasan Pembelajaran Tematik

Pengertian dan Landasan Pembelajaran Tematik - Pada kesempatan kali ini, saya akan share mengenai pengertian dan landasan pembelajaran tematik yang sekarang sedang digalakkan dalam dunia pendidikan di negeri ini. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Apa itu pembelajaran tematik? Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat  memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
  • Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu;
  • Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
  • Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
  • Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
  • Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
  • Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
  • Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan,  waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
  • Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada  pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.

Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran
Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran
  • Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
  • Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Demikianlah uraian singkat tentang pengertian dan landasan pembelajaran tematik. Semoga bermanfaat.

Belajar dan Karakteristik Cara Anak Belajar

Belajar dan Karakteristik Cara Anak Belajar - Pagi ini saya akan share mengenai belajar (pembelajaran bermakna) dan bagaimana cara anak belajar. Ini sangat diperlukan bagi setiap pendidik, karena dengan mengetahui cara atau gaya anak belajar, pendidik dapat menyiapkan pembelajaran yang bermakna bagi setiap siswa-siswanya. Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.

Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.

Belajar dan Cara anak belajar

Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.

Cara Anak Belajar

Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.

Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
  • Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.  Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
  • Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
  • Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.

Sekian uraian singkat tentang belajar dan cara anak belajar. Semoga dapat bermanfaat.

Jumat, 03 Oktober 2014

Langkah-langkah Pembelajaran Remedial dan Program Pengayaan

Langkah-langkah Pembelajaran Remedial dan Program Pengayaan - Sebelum diuraikan tentang langkah-langkah pembelajaran remedial dan program pengayaan, penting untuk dipahami bahwa “tidak ada dua individu yang persis sama di dunia ini”, begitu juga penting untuk memahami bahwa peserta didik pun memiliki beragam variasi baik kemampuan, kepribadian, tipe dan gaya belajar maupun latar belakang sosial-budaya. Oleh karenanya guru perlu melakukan identifikasi terhadap keseluruhan permasalahan pembelajaran.
Langkah-Langkah Pembelajaran Remedial
  • Identifikasi Permasalahan Pembelajaran
Secara umum identifikasi awal bisa dilakukan melalui: Observasi (selama proses pembelajaran) dan Penilaian otentik (bisa melalui tes/ulangan harian atau penilaian proses). Adapun permasalahan pembelajaran bisa dikategorikan ke dalam 3 fokus perhatian:
Permasalahan pada keunikan peserta didik
Keberagaman individu dapat membedakan hasil belajar dan permasalahan belajar pada peserta didik. Ada peserta didik yang cenderung lebih aktif dan senang praktik secara langsung, ada yang cenderung mengamati, ada yang lebih tenang dan suka membaca.Di kelas, guru juga perlu memiliki wawasan lebih menyeluruh mengenai latar belakang keluarga dan sosial budaya.Peserta didik yang dibesarkan dalam keluarga pedagang, tentu memiliki keterampilan berbeda dengan keluarga petani atau nelayan. Peserta didik yang berasal dari keluarga yang terpecah, mungkin berbeda dengan peserta didik yang berasal dari keluarga harmonis dan mendukung kegiatan belajar.
Permasalahan pada materi ajar
Rancangan pembelajaran telah disiapkan dalam buku guru dan buku siswa.Pada praktiknya, tidak semua yang disajikan dalam materi ajar, sesuai dengan kompetensi peserta didik.Guru bisa sajamenemukan bahwa materi ajar (KD) yang disajikan dalam buku terlalu tinggi bagi peserta didik tertentu. Oleh karena itu perlu disiapkan berbagai alternatif contoh aktivitas pembelajaran yang bisa digunakan guru untuk mengatasai permasalahan pembelajaran ini. (contoh dan alternatif aktivitas untuk siswa yang merasa kesulitan terhadap materi ajar, bisa dilihat dalam buku “Panduan Teknis Penggunaan Buku Guru dan Siswa)
Permasalahan pada strategi pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, guru sebaiknya tidak hanya terpaku pada satu strategi atau metode pembelajaran saja. Dikarenakan tipe dan gaya belajar peserta didik sangat bervariasi termasuk juga minat dan bakatnya, maka guru perlu mengidentifikasi apakah kesulitan peserta didik dalam menguasai materi disebabkan oleh strategi atau metode belajar yang kurang sesuai.
  • Perencanaan
Setelah melakukan identifikasi awal terhadap permasalahan belajar anak, guru telah memperoleh pengetahuan yang utuh tentang peserta didik dan mulai untuk membuat perencanaan.

Langkah-langkah Pembelajaran Remedial
Dengan melihat bentuk kebutuhan dan tingkat kesulitan yang dialami peserta didik, guru bisa merencanakan kapan waktu dan cara yang tepat untuk melakukan pembelajaran remedial. Pada prinsipnya pembelajaran bisa dilakukan: Segera setelah guru mengidentifikasi kesulitan peserta didik dalam proses pembelajaran dan menetapkan waktu khusus di luar jam belajar efektif.

Dalam perencanaaan guru perlu menyiapkan hal-hal yang mungkin diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial, seperti menyiapkan media pembelajaran, menyiapkan contoh-contoh dan alternatif aktifitas, dan menyiapkan materi-materi dan alat pendukung
  • Pelaksanaan
Setelah perencanaan disusun, langkah selanjutnya adalah melaksanakan program pembelajaran remedial. Ada 3 fokus penekanan: (a) Penekanan pada keunikan peserta didik; (b) Penekanan pada alternative contoh dan aktivitas terkait materi ajar; dan (c) Penekanan pada strategi/metode pembelajaran.
  • Penilaian Otentik
Penilaian otentik dilakukan setelah pemebalajaran remedial selesai dilaksanakan. Berdasarkan hasil penilaian, bila peserta didik belum mencapai kompetensi minimal (tujuan) yang ditetapkan guru, maka guru perlu meninjau kembali strategi pembelajaran remedial yang diterapkannya atau melakukan identifikasi (analisa kebutuhan) terhadap peserta didik dengan lebih seksama. Apabila peserta didik berhasil mencapai atau melampaui tujuan yang ditetapkan, guru berhasil memberikan pembelajaran yang kaya dan bermakna bagi peserta didik, hal ini bisa dipertahankan sebagai bahan rujukan bagi rekan guru lainnya atau bisa lebih diperkaya lagi. Apabila ternyata ditemukan kasus khusus di luar kompetensi guru, guru dapat menkonsultasikan dengan orang tua untuk selanjutnya dilakukan konsultasi dengan ahli.

Langkah-Langkah Program Pengayaan

Langkah-Langkah Program Pengayaan
Langkah-langkah dalam program pengayaan tidak terlalu jauh berbeda dengan program pembelajaran remedial. Diawali dengan kegiatan identifikasi, kemudian perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Guru tidak perlu menunggu diperolehnya penilaian otentik terhadap kemampuan peserta didik. Apabila melalui observasi dalam proses pembelajaran, peserta didik sudah terindikasi memiliki kemampuan yang lebih dari teman lainya, bisa ditandai dengan penguasaan materi yang cepat dan membutuhkan waktu yang lebih singkat. Sehingga peserta didik seringkali memiliki waktu sisa yang lebih banyak, dikarenakan cepatnya dia menyelesaikan tugas atau menguasai materi.Disinilah dibutuhkan kepekaan guru dalam merencanakan dan memutuskan untuk melaksanakan program pengayaan.

Winner, 1996, dalam Santrock (2007), mengemukakan karakteristik peserta didik yang berbakat antara lain :
  • Peserta didik berbakat biasanya cermat dalam setiap hal atau pun kesempatan dimana mereka harus menggunakan kemampuannya. Mereka adalah anak-anak yang selalu menjadi yang pertama dalam menguasai suatu pelajaran dengan usaha yang juga minimal dibandingkan teman-teman atau peserta didik-peserta didik yang lain yang dikarenakan mereka sejak lahir memiliki kemampuan yang tinggi dalam satu atau beberapa bidang.
  • Dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik yang berbakat dapat berhasil memecahkan masalah secara tepat dengan cara yang ia kembangkan atau ia temukan sendiri. Peserta didik yang berbakat dapat menangkap atau lebih menyukai petunjuk yang tidak eksplisit dibandingkan dengan peserta didik yang lain
  • Memiliki hasrat untuk ”menguasai”. Mereka memiliki hasrat, obsesi dan minat dan kemampuan untuk fokus, sehingga sangat mudah baginya untuk memahami dan menguasai suatu hal.
Guru diharapkan lebih peka dalam mengenali peserta didik yang memiliki karakteristik ini, dikarenakan mereka memiliki kebutuhan yang juga berbeda dibandingkan dengan teman-temannya.

Demikianlah uraian mengenai langkah-langkah pembelajaran remedial dan program pengayaan. Semoga dengan adanya postingan kali ini dapat membantu sahabat-sahabat pendidik untuk cepat tanggap dalam menangani peserta didik yang belum mencapai kemampuan standar minimumnya.

Kamis, 02 Oktober 2014

Pengertian Dan Prinsip Pembelajaran Remedial

Pengertian Dan Prinsip Pembelajaran Remedial - Program Remedial adalah program pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai kompentensi minimalnya dalam satu kompetensi dasar tertentu. Metode yang digunakan dapat bervariasi sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan tujuan pembelajarannya pun dirumuskan sesuai dengan kesulitan yang dialami peserta didik.

Pada program pembelajaran remedial, media belajar harus betul-betul disiapkan guru agar dapat mempermudah peserta didik dalam memahami pelajaran yang dirasa sulit. Alat evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran remedial pun perlu disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami peserta didik.
PENTING UNTUK DIPAHAMI GURU 
Remedial bukan mengulang tes (ulangan harian) dengan materi yang sama, tetapi guru memberikan perbaikan pembelajaran pada KD yang belum dikuasai oleh peserta didik melalui upaya tertentu. Setelah perbaikan pembelajaran dilakukan, guru melakukan tes untuk mengetahui apakah peserta didik telah memenuhi kompetensi minimal dari KD yang diremedialkan.
  • Mengapa diperlukan pembelajaran remedial?
Setiap guru berharap peserta didiknya dapat mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan. Berdasarkan permendikbud No. 65 tentang Standar Proses, No. 66 thn 2013 tentang standar penilaian, setiap pendidik hendaknya memperhatikan prinsip perbedaan individu (kemampuan awal, kecerdasan, kepribadian, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, gaya belajar), maka program pembelajaran remedial dilakukan untuk memenuhi kebutuhan/hak anak. Dalam program pembelajaran remedial guru akan membantu peserta didik, untuk memahami kesulitan belajar yang dihadapinya, mengatasi kesulitannya tersebut dengan memperbaiki cara belajar dan sikap belajar yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.
  • Kapan dilakukan program pembelajaran remedial?
Mengacu pada permendikbud 65 tentang Standar Proses, No. 66 thn 2013: 
Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment) atau pelayanan konseling.
Penilaian yang dimaksud adalah tidak terpaku pada hasil tes (ulangan harian) pada KD tertentu. Penilaian juga bisa dilakukan ketika proses pembelajaran berlangsung (dari aspek pengetahuan, sikap ataupun keterampilan).

Pengertian Pembelajaran RemedialPembelajaran remedial dilakukan ketika peserta didik teridentifikasi oleh guru mengalami kesulitan terhadap penguasaan materi pada KD tertentu yang sedang berlangsung. Guru dapat langsung (segera) melakukan perbaikan pembelajaran (remedial) sesuai dengan kesulitan peserta didik tersebut, tanpa menunggu hasil tes (ulangan harian). Program pembelajaran remedial dilaksanakan di luar jam pelajaran efektif atau ketika proses pembelajaran berlangsung (bila memungkinkan).
  • Berapa lama program pembelajaran remedial dilakukan?
Program pembelajaran remedial dilaksanakan sampai peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diharapkan (tujuan tercapai). Ketika peserta didik telah mencapai kompetensi minimalnya (setelah program pembelajaran remedial dilakukan), maka pembelajaran remedial tidak perlu dilanjutkan.
  • Bagaimana program pembelajaran remedial dilakukan?
Teknik pembelajaran remedial bisa diberikan secara individual maupun secara berkelompok (bila terdapat beberapa peserta didik yang mengalami kesulitan pada KD yang sama).

Beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial yaitu: pembelajaran individual, pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, dan tutor sebaya.

Aktivitas guru dalam pembelajaran remedial, antara lain: memberikan tambahan penjelasan atau contoh, menggunakan strategi pembelajaran yang berbeda dengan sebelumnya, mengkaji ulang pembelajaran yang lalu, menggunakan berbagai jenis media. Setelah peserta didik mendapatkan perbaikan pembelajaran,ia perlu menempuh penilaian, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai kompetensi dasar yang diharapkan.
  • Siapa yang melakukan program pembelajaran remedial?
Yang melakukan program pembelajaran remedial adalah Guru kelas. Guru kelas dapat melakukan identifikasi terhadap kesulitan peserta didik dan langsung membuat perencanaan pembelajaran remedial. (misal mencari metode dan aktivitas yang lebih tepat, mencari dan menetapkan waktunya).

Prinsip-prinsip Program Remedial

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:
  • Adaptif. Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan daya tangkap, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing.
  • Interaktif. Pembelajaran remedial hendaknya melibatkan keaktifan guru untuk secara intensif berinteraksi dengan peserta didik dan selalu memberikan monitoring dan pengawasan agar mengetahui kemajuan belajar peserta didiknya.
  • Fleksibilitas dalam metode pembelajaran dan penilaian. Pembelajaran remedial perlu menggunakan berbagai metode pembelajaran dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
  • Pemberian umpan balik sesegera mungkin. Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin agar dapat menghindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut.
  • Pelayanan sepanjang waktu. Pembelajaran remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.
Demikianlah uraian mengenai pengertian dan prinsip pembelajaran remedial. Semoga bermanfaat.

Rabu, 27 Agustus 2014

Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran

Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran - Merespons sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti (pendidikan karakter), terutama melalui dua mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, telah diupayakan inovasi pendidikan karakter. Inovasi tersebut adalah:
  • Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.
  • Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik.
  • Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam PembelajaranDari ketiga bentuk inovasi di atas yang paling penting dan langsung bersentuhan dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah pengintegrasian pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. Pengintegrasian pendidikan karakter melalui proses pembelajaran semua mata pelajaran di sekolah sekarang menjadi salah satu model yang banyak diterapkan. Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pendidik karakter (character educator). Semua mata pelajaran juga disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia para peserta didik (Mulyasa, 2011: 59)

Di samping model ini, ada juga model lain dalam pendidikan karakter di sekolah, seperti model subject matter dalam bentuk mata pelajaran sendiri, yakni menjadikan pendidikan karakter sebagai mata pelajatan tersendiri sehingga memerlukan adanya rumusan tersendiri mengenai standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, silabus, RPP, bahan ajar, strategi pembelajaran, dan penilaiannya di sekolah. Model ini tidaklah gampang dan akan menambah beban peserta didik yang sudah diberi sekian banyak mata pelajaran. Karena itulah, model integrasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran dinilai lebih efektif dan efisien dibanding dengan model subject matter.
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.
  • Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran.

Secara praktis pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang paling kanan. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan penyesuaian terhadap karakter yang hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di sini, karena akan menentukan nilai-nilai karakter apa yang akan ditargetkan dalam proses pembelajaran.
  • Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.

Dalam pembelajaran ini guru harus merancang langkah-langkah pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik aktif dalam prosesmulai dari pendahuluan, inti, hingga penutup. Guru dituntut untuk menguasai berbagai metode, model, atau strategi pembelajaran aktif sehingga langkah-langkah pembelajaran dengan mudah disusun dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti ini guru juga bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan evaluasi (penilaian) terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap karakter peserta didiknya.
  • Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi atau penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilian yang dilakukan guru bisa benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian yang benar sesuai dengan standar penilaian yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian. Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat  dipedomani  oleh  guru  dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam standar ini banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian, termauk dalam penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaianyang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala Likert).

Jika  pelaksanaan  pendidikan  karakter  di  sekolah  sebagai  bagian  dari  reformasi pendidikan,  maka reformasi  pendidikan  karakter  bisa diibaratkan  sebagai  pohon  yang memiliki empat bagian penting, yaitu akar, batang, cabang dan daun. Akar reformasi adalah landasan filosofis (pijakan) pelaksanaan pendidikan karakter harus jelas dan dipahami oleh masyarakat penyelenggara dan pelaku pendidikan. Batang reformasi berupa mandat dari pemerintah selaku penanggung jawab penyelenggara pendidikan nasional. Dalam hal ini standar dan tujuan dilaksanakannya pendidikan karakter harus jelas, transparan, dan akuntabel. Cabang reformasi  berupa  manajemen pengelolaan pendidikan karakter, pemberdayaan guru, dan pengelola pendidikan harus ditingkatkan.

Sedang  daun  reformasi  adalah  adanya  keterlibatan  orang  tua  peserta  didik  dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan karakter yang didukung pula dengan budaya dan  kebiasaan  hidup masyarakat yang kondusif yang sekaligus menjadi teladan bagi peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari. Keempat pilar reformasi pendidikan karakter di atassaling terkait dan jika salah satunya tidak maksimal  akan dapat mengganggu pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah  dan  institusi pendidikan lainnya. Karena itulah, pelaksanaan pendidikan karakter harus dipersiapkan dengan baik dan  melibatkan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaannya serta harus dilakukan evaluasi yang berkesinambungan.

Lingkungan sosial dan budaya bangsa Indonesia  adalah  Pancasila, sehingga pendidikan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dan yang tidak kalah pentingnya, sebagai bangsa yang beragama, pengembangan karakter bangsa tidak bisa dilepaskan dari ajaran agamanya. Karena itulah, pendidikan karakter yang religius (religious based character) harus didasarkan pada nilai-nilai karakter yang terkandung dalam keseluruhan ajaran agama yang dianut peserta  didik. Pengembangan karakter di sekolah  menjadi  sangat penting  mengingat di sinilah peserta  didik  mulai  berkenalan dengan berbagai bidang kajian keilmuan. Pada masa ini pula peserta didik mulai sadar akan jati dirinya sebagai manusia yang mulai beranjak dewasa dengan berbagai problem yang menyertainya. Dengan berbekal nilai-nilai karakter mulia yang diperoleh melalui proses  pembelajaran di kelas  dan di luar kelas, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang berkarakter sekaligus memiliki ilmu pengetahuan yang siap dikembangkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.


Sabtu, 23 Agustus 2014

Pemanfaatan E-Learning dalam Proses Pembelajaran

Pemanfaatan E-Learning dalam Proses Pembelajaran - E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.

Pemanfaatan E-Learning dalam Proses Pembelajaran

Banyak pakar yang menguraikan definisi E-Learning dari berbagai sudut pandang. Definisi yang sering digunakan oleh banyak pihak adalah sebagai berikut:
  • E-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet atau media jaringan komputer lain.
  • E-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan komputer, maupun komputer standalone.
Seperti biasa dalam postingan makalah ini, saya hanya menampilkan deskripsi pada BAB Pendahuluan saja. Untuk bisa melihat makalah Pemanfaatan E-Learning dalam Proses Pembelajaran secara lengkap, sahabat-sahabat bisa mendownloadnya [di sini] atau pada link download paling bawah.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini sudah banyak media pembelajaran melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), karena di Era Globalisasi ini Internet  merupakan media yang sangat cepat dalam perkembangannya. Semua Informasi ada dan tersedia di Internet serta dapat diakses oleh siapa saja dengan mudah, fleksibel ,cepat dan akurat. Hal inilah yang melandasi adanya ide untuk memanfaatkan Internet sebagai media pembelajaran dalam rangka memajukan pendidikan di Indonesia.

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi melalui media internet, maka munculah inovasi baru dalam pembelajaran berbasis komputer. Inovasi tersebut sekarang dikenal dengan nama E-Learning. Istilah E– Learning merupakan gabungan dari dua kata yaitu E yang merupakan singkatan dari Electronic (Elektronik) dan Learning (Belajar). Jadi E– Learning adalah Belajar dengan menggunakan bantuan alat Elektronik. Lebih jelasnya E-Learning adalah suatu proses belajar mengajar antara pengajar dengan muridnya tanpa harus bertatap muka satu sama lain. Hal itu dikarenakan bantuan alat elektronik yang terkoneksi dengan Internet sehingga siswa dapat belajar di manapun dan kapanpun tanpa harus datang ke kampus atau ke sekolah.

E–learning atau proses pembelajaran dengan media elektronik terutama internet, saat ini dianggap dapat menjadi solusi pendidikan bagi siswa yang tidak dapat hadir secara fisik ke setiap perkuliahan atau pembelajaran. Namun siswa tersebut mempunyai niat untuk melakukan pembelajaran dengan baik agar dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah
  • Bagaimana pengertian E-learning?
  • Bagaimana karakteristik E-learning?
  • Bagaimana kelebihan dan kekurangan E-learning?

Dengan adanya postingan makalah tentang Pemanfaatan E-Learning dalam Proses Pembelajaran mudah-mudahan bisa membantu sahabat-sahabat dan dapat menambah wawasan. Sahabat-sahabat juga bisa menambahkan point-point dalam makalah ini yang kiranya masih kurang sempurna. Terakhir sahabat bisa mendownload makalah ini pada link download di bawah ini.





Senin, 09 Juni 2014

Proses Pembelajaran adalah Memanfaatkan Potensi Otak

Proses Pembelajaran adalah Memanfaatkan Potensi Otak - Pada postingan yang lalu telah diuraikan sedikit tentang “pembelajaran adalah proses berpikir”. Dimana pembelajaran tersebut tidak hanya menekankan pada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan peserta didik untuk memperoleh pengetahuannnya sendiri (self regulated). Namun, bagaimana dengan proses pembelajaran tersebut? Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Menurut beberapa ahli, otak manusia terdiri dari dua bagian yaitu otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan otak memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu.
Proses Pembelajaran adalah Memanfaatkan Potensi Otak
Proses berpikir otak kiri bersifat logis, skuensial, linier, dan rasional. Sisi ini sangat teratur. Walaupun berdasarkan realitas, ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolik. Cara berpikirnya adalah sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik serta simbolik (De Porter, 1992).

Cara kerja otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistic. Cara berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat non-verbal seperti perasaan dan emosi. Kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, music, seni, kepekaan warna, kreativitas, dan visualisasi.

Kedua belahan otak perlu dikembangkan secara optimal dan seimbang. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional akan membuat anak dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan misalnya dengan memasukkan unsure-unsur yang bisa mempengaruhi emosi, yaitu unsure estetika melalui proses belajar yang menyenangkan dan menggairahkan. Dalam standar proses pendidikan, belajar adalah memanfaatkan kedua belahan otak secara seimbang.

Otak TriunePendapat lain tentang otak adalah teori “Otak Triune”. “Triune” berarti “Three in One” (Dave Meyer, 2002: 83). Menurut teori ini, otak manusia terdiri dari tiga bagian yaitu, otak reptile, system limbic, dan neokorteks. Otak reptile adalah otak paling sederhana. Tugas otak ini adalah mempertahankan diri. Otak ini menguasai fungsi otomatis seperti degupan jantung dan system peredaran darah. Di sinilah pusat perilaku naluriah yang cenderung mengikuti contoh dan rutinitas secara membuta. Otak reptile diyakini sebagai otak hewan yang berfungsi untuk mengejar kekuasaan. Ia akan berbuat apa saja demi mencapai tujuan yang diinginkannya termasuk untuk mempertahankan diri. Sistem limbic adalah otak tengah yang memainkan peranan besar dalam hubungan manusia dan dalam emosi. Fungsi otak ini bersifat social dan emosional. Pada otak ini juga terkadang sarana untuk mengingat jangka panjang. Neokorteks adalah otak yang paling tinggi tingkatannya. Otak ini memiliki fungsi tingkat tinggi, misalnya mengembangkan kemampuan berbahasa, berpikir abstrak, memecahkan masalah, merencanakan ke depan, dan berkreasi. Otak ini yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lain ciptaan Tuhan.

Proses pendidikan mestinya mengembangkan setiap bagian otak. Jika proses pembelajaran mampu mancapai otak neokorteks, maka sudah barang tentu otak reptile dan system limbic akan terkembangkan. Namun demikian, pembelajaran yang hanya menyentuh otak limbic apalagi otak reptile belum tentu neokorteks akan terkembangkan. Dengan demikian, pembelajaran mestinya mengembangkan kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan fungsi neokorteks, melalui pengembangan berbahasa, memecahkan masalah, dan membangun kreasi.

Demikian uraian singkat tentang proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otak. Mudah-mudahan bisa menambah wawasan kita dalam menyajikan pembelajaran yang lebih inovatif dan kreatif. Semoga bisa bermanfaat.


Kamis, 29 Mei 2014

Pembelajaran adalah Proses Berpikir

Pembelajaran adalah Proses Berpikir - Pada kesempatan kali ini, admin akan share tentang pembelajaran adalah proses berpikir. Kenapa dikatakan belajar adalah proses berpikir? Karena belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran. Akan tetapi, yang diutamakan di sini adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated).

Asumsi yang mendasari pembelajaran berpikir adalah bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar. Akan tetapi, dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Atas dasar asumsi itulah pembelajaran berpikir memandang bahwa mengajar itu bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru pada siswa, melainkan suatu aktivitas yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Bettencourt, mengajar dalam pembelajaran berpikir adalah berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, membuat kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.

Pembelajaran adalah Proses Berpikir

Dalam proses pembelajaran, La Costa (1985) yang pendapatnya dikutip oleh Sanjaya (2006: 107) mengklasifikasikan mengajar berpikir menjadi tiga jenis, yaitu:
  • Teaching of Thinking;
  • Teaching for Thinking; dan
  • Teaching about Thinking.
Pertama, Teaching of Thinking adalah proses pembelajaran yang diarahkan untuk pembentukan keterampilan mental tertentu, seperti misalnya keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan lain sebagainya. Dengan demikian, jenis pembelajaran ini lebih menekankan kepada aspek tujuan pembelajaran. Kedua, Teaching for Thinking adalah proses pembelajaran yang diarahkan pada usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong terhadap pengembangan kognitif. Jenis pembelajaran ini lebih menitikberatkan kepada proses menciptakan situasi dan lingkungan tertentu, contohnya, menciptakan suasana keterbukaan yang demokratis, menciptakan iklim yang menyenangkan sehingga memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimal. Dan ketiga, Teaching about Thinking adalah pembelajaran yang diarahkan kepada upaya untuk membantu agar siswa lebih sadar terhadap proses berpikirnya. Jenis pembelajaran ini lebih menekankan kepada metodologi yang digunakan dalam proses pembelajaran.

Pada kenyataannya, proses pembelajaran berpikir menyangkut tiga hal tersebut. Artinya, dalam pelaksanaan pembelajaran kita tidak mungkin melepaskan ketiga aspek di atas. Contohnya, untuk dapat melatih keterampilan berpikir tertentu kepada siswa sangat diperlukan suasana yang mendukung serta metodologi yang dianggap efektif. Oleh karenanya, ketiga hal di atas memiliki keterkaitan yang sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan.

Demikian uraian singkat tentang pembelajaran adalah proses berpikir. Semoga dengan uraian di atas walaupun sedikit dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita dalam dunia pendidikan.


Selasa, 27 Mei 2014

Pembelajaran Berlangsung Sepanjang Hayat

Pembelajaran Berlangsung Sepanjang Hayat - Mungkin kita pernah mendengar dan bahkan sering ketika dikatakan bahwa belajar itu sepanjang hayat. Apa sebenarnya makna dari hal tersebut? Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Mengapa? Ini didasarkan pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan selalu dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam proses mencapai tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan atau hambatan. Dan ketika rintangan sudah dilaluinya, maka manusia akan dihadapkan pada tujuan atau masalah baru. Untuk mencapai tujuan baru itu manusia akan dihadapkan pada rintangan baru pula, yang kadang-kadang rintangan itu semakin berat. Demikianlah siklus kehidupan dari mulai lahir sampai meninggalnya manusia akan senantiasa dihadapkan pada tujuan dan rintangan yang terus menerus. Atas dasar itulah lembaga pendidikan harus berperan sebagai wahana untuk memberikan latihan bagaimana cara belajar tersebut. 

Pembelajaran Berlangsung Sepanjang HayatPrinsip belajar sepanjang hayat seperti yang telah dikemukakan di atas sejalan dengan empat pilar pendidikan universal sebagaimana yang dirumuska oleh UNESCO Tahun 1996 yaitu, (1) learning to know; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning to live together.

Pertama, learning to know mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar. Akan tetapi, juga harus berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus dipelajari, akan tetapi juga memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari itu. Dengan kemampuan itu memungkinkan proses belajar tidak akan berhenti dan terbatas di lingkungan sekolah saja, akan tetapi memungkinkan siswa akan secara terus menerus belajar dan belajar. Inilah hakikat belajar sepanjang hayat. Jika hal ini dimiliki siswa, maka masyarakat belajar (learning society) sebagai salah satu tuntutan masyarakat informasi akan terbentuk. Oleh sebab itu, dalam konteks learning to know juga bermakna learning to think atau belajar berpikir. Sebab, setiap individu akan terus belajar manakala dalam dirinya tumbuh kemampuan dan kemauan untuk berpikir.

Kedua, learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan. Tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global. Kompetensi akan dimiliki manakala anak diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, learning to do juga berarti proses pembelajaran berorientasi kepada pengalaman atau learning by experiences.

Ketiga, learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang menjadi diri sendiri. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia. Dalam pengertian ini juga terkandung makna kesadaran diri sebagai makhluk yang memiliki tanggung jawab sebagai khalifah serta menyadari akan kekurangan dan kelemahannya.

Keempat, learning to live together adalah belajar untuk bekerja sama. Hal ini sangat dibutuhkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarak global di mana manusia baik secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya. Dalam konteks ini termasuk juga pembentukan masyarakat demokratis yang memahami dan menyadari akan adanya setiap perbedaan pandangan antara individu.

Demikianlah uraian singkat tentang pembelajaran berlangsung sepanjang hayat. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua.


Sabtu, 24 Mei 2014

Otonomi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar

Otonomi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar - Upaya melibatkan siswa telah menjadi fenomena yang cukup berkembang dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini. Hanya saja, belum cukup banyak siswa yang ikut terlibat dan mempengaruhi proses penyusunan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Siswa akan belajar dengan efektif bila kurikulum dikembangkan secara gradual berdasarkan kebutuhan dan kepentingan siswa. Karena kalau tidak demikian, siswa yang memiliki masalah dengan perilakunya merasa tersisihkan jika kurikulum yang diajarkan kepada mereka tidak didesain sesuai dengan kebutuhan mereka. Terlebih lagi jika peraturan-peraturan sekolah tidak disusun secara fair dan efektif dengan melibatkan mereka.

Adalah penting melibatkan siswa dalam proses pembuatan keputusan, baik itu peraturan maupun hal-hal yang berhubungan dengan desain materi pembelajaran. Sebuah lingkungan kelas yang memberi otonomi bagi siswa memiliki kaitan erat dengan kemampuan siswa dalam berekspresi, kreatif, self-esteem, belajar secara konseptual, dan senang terhadap tantangan. Dalam studi Internasional, ditemukan bahwa siswa yang memiliki andil dalam kegiatan-kegiatan instruksional atau pembuatan peraturan sekolah memiliki rasa cinta terhadap sekolah dan pada gilirannya secara signifikan meningkatkan keterlibatan mereka terhadap kegiatan-kegiatan sekolah.

Otonomi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar

Dalam sebuah kelas yang menekankan otonomi siswa, para siswa percaya bahwa tugas-tugas yang diberikan oleh sekolah adalah penting, walaupun mungkin nampak tidak menyenangkan mereka. Sebaliknya, sebuah kelas yang terlalu memberi control terhadap mereka akan menyebabkan siswa hanya melaksanakan tugas-tugas dasar. Hal ini agaknya sesuai dengan konsep “Transcendence in Learning”-nya Kessler (2000) yang lebih menekankan kesadaran diri siswa ketimbang member beban yang berlebihan dari luar dirinya. Dengan kata lain, agar siswa dapat mengungkapkan kemampuan dirinya maka mereka perlu diperlakukan sebagai subjek belajar.

Orientasi yang negatif bisa muncul jika kebijakan, tujuan, dan norma sekolah atau implementasi dari semuanya dikembangkan tanpa melibatkan siswa atau siapa saja yang akan melaksanakannya. Sebaliknya, keterlibatan mereka yang maksimal, terutama siswa, akan memberikan respon positif terhadap program, peraturan, tuntutan atau norma-norma sekolah. Keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas kelas adalah merupakan bagian dari aspek otonomi dan control dari siswa sendiri. Jika siswa tidak merasa berseberangan dengan aturan kelas, kemungkinan besar mereka akan mengembangkan perilaku positif terhadap sekolah secara umum dan terhadap prestasi akademis secara khusus.

Ada empat manfaat yang bisa diperoleh bila siswa dilibatkan dalam membuat peraturan-peraturan sekolah atau kelas yaitu sebagai berikut;
  • Keterlibatan siswa yang tinggi dalam kegiatan sekolah;
  • Menjaga dan mendukung ide-ide, kreativitas dan inovasi yang potensial dan bermanfaat;
  • Siswa tidak akan mencari pemuasan di luar sekolah. Kondisi semacam ini tentunya menjaga siswa dari pengaruh-pengaruh negatif dari luar sekolah; dan
  • Memaksimalkan aktifitas pembelajaran, karena siswa memiliki banyak pilihan dan kesempatan untuk saling membantu.
Agaknya kondisi umum pendidikan kita yang terlalu memberikan control dan tidak melibatkan siswa dalam proses tersebut menjadi salah satu sebab menjamurnya tawuran di kalangan pelajar. Selain tentunya, karena kurangnya pelajaran mengenai akhlak atau etika, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Demikian, semoga uraian yang singkat tentang otonomi siswa dalam proses belajar mengajar ini bisa membuka wawasan kita dalam membelajarkan siswa.


Rabu, 21 Mei 2014

Guru Ujung Tombak Pendidikan

Guru Ujung Tombak Pendidikan - Guru merupakan elemen terpenting dalam sebuah system pendidikan. Ia merupakan ujung tombak (baca juga postingan: Guru Idola Siswa). Proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh bagaimana siswa memandang guru mereka. Kepribadian guru seperti memberikan perhatian, hangat, suportif (memberi semangat), diyakini bisa member motivasi yang pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar siswa. Empati yang tepat seorang guru kepada siswanya membantu perkembangan prestasi akademik mereka secara signifikan. Guru juga perlu membangun citra yang positif tentang dirinya jika ingin agar siswanya member respon dan bisa diajak bekerjasama dalam proses pembelajaran. Lebih jauh, rasa hormat dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh seorang guru merupakan syarat utama kesuksesan siswa. Sebagaimana halnya orang dewasa, pemenuhan aspek psikologis siswa akan membantu mereka berusaha menunjukkan kemampuan terbaik yang bisa mereka lakukan dan secara otomatis akan meningkatkan prestasi belajar mereka (baca juga postingan: Guru yang Konselor; Sebuah Renungan untuk Guru).

Jackson (1999) mengemukakan bahwa guru yang humanis (baca juga postingan: Fondasi Humanisme dalam Pendidikan) –bertindak sebagai seorang manusia biasa di samping sebagai seorang guru, menaruh rasa hormat dan penghargaan kepada siswa-- merupakan factor yang menentukan persepsi siswa tentang kemampuan guru menciptakan atmosfir yang kondusif untuk belajar. Dalam suasana demikian, siswa merasa leluasa bertanya dan memberikan komentar, mendekati guru untuk melakukan pembicaraan (face to face), dan secara keseluruhan akan membuat ruang kelas menjadi penuh semangat dan antusias. Dengan mengembangkan kemampuan berkomunikasi antar individu dan kepekaan terhadap kebutuhan emosional siswa, berarti guru telah memasuki zona belajar (realm of learning) yang sesungguhnya (Rogers and Renard, 1999). Jika proses pembelajaran di sekolah memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional siswa, maka kemungkinan besar proses belajar akan berjalan dengan lancer dan berhasil.

Guru Ujung Tombak PendidikanPerilaku guru tidak hanya menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah kurikulum, tetapi secara independen juga memiliki pengaruh terhadap efektivitas sekolah. Hasil studi Cole and Chan (1994), menemukan bahwa sifat-sifat personal guru seperti memberikan kepercayaan terhadap siswa, bersedia mendengar apa yang disampaikan siswa dan tidak mendominasi jalannya proses belajar mengajar menjadi sangat menentukan dalam membangun suasana belajar dalam kelas yang kondusif. Lebih lanjut, bahwa kepercayaan menjadi efektif khususnya ketika berhadapan dengan siswa yang memiliki persoalan pribadi. Mendengar secara aktif memungkinkan guru memahami apa yang terjadi di kelas dan pada waktu yang bersamaan mendorong siswa untuk lebih banyak aktif dalam percakapan serta mendorong siswa berani mengungkapkan ide-ide mereka.

Penguasaan guru terhadap bidang studi yang diajarkan merupakan dimensi lain yang mempengaruhi persepsi siswa terhadap kualitas kelas dan pada gilirannya berpengaruh pula terhadap prestasi mereka. Lebih jauh, persiapan guru, penguasaan diri, kemampuan menyampaikan bahan ajar, pemakaian metode presentasi yang tepat, kemampuan menjawab pertanyaan dan membuat siswa memahami tujuan pengajaran dengan jelas juga merupakan factor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dan pandangan siswa terhadap guru.

Sebaliknya, guru yang dalam pandangan siswa kurang mempersiapkan bahan pelajarannya, kurang mampu mengorganisir pendekatan terhadap kelas dan bahan ajarnya, menyampaikan konsep yang tidak benar serta memakai metode yang tidak tepat, tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan prestasi siswa. Dengan demikian, harapan pendidikan terletak kepada para guru, maju dan mundurnya generasi bangsa ada di tangan kita wahai guru pahlawan tanpa tanda jasa. Marilah kita junjung tinggi profesionalitas dan buang sikap capital dan hedonis. Sukses untuk semua Guru.