Translate

BISNIS ONLINE

Tampilkan postingan dengan label Ki Hajar Dewantara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ki Hajar Dewantara. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Oktober 2014

Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki Hadjar Dewantara

Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki Hadjar Dewantara - Nama aslinya adalah Suwardi Suryaningrat lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Ki Hadjar memandang anak sebagai kodrat alam yang memiliki pembawaan masing-masing serta kemerdekaan untuk berbuat serta mengatur dirinya sendiri. Akan tetapi kemerdekaan itu juga sangat relatif karena dibatasi oleh hak-hak yang patut dimiliki oleh orang lain.

Anak memiliki hak untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, sehingga anak patut diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri atau dipaksa. Pamong hanya boleh memberikan bantuan apabila anak menghadapi hambatan yang cukup berat dan tidak dapat diselesaikan.

Hal tersebut merupakan cerminan dari semboyan “tut wuri handayani”. Ki Hadjar juga berpandangan bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah lahir dan batin, serta dapat memerdekakan diri. Kemerdekaan itu hendaknya diterapkan pada cara berfikir anak yaitu agar anak tidak selalu diperintahkan atau dicekoki dengan buah pikiran orang lain saja tetapi mereka harus dibiasakan untuk mencari serta menemukan sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan pikiran dan kemampuannya sendiri.

Uraian di atas memperlihatkan bahwa Ki Hadjar memandang anak sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang, sehingga pemberian kesempatan yang luas bagi anak untuk mencari dan menemukan pengetahuan, secara tidak langsung akan memberikan peluang agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal.

Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa anak lahir dengan kodrat atau pembawaannya masing-masing. Kekuatan kodrati yang ada pada anak ini tiada lain adalah segala kekuatan dalam kehidupan batin dan lahir anak yang ada karena kekuasaan kodrat (karena faktor pembawaan atau keturunan yang ditakdirkan secara ajali). Kodrat anak bisa baik dan bisa pula sebaliknya. Kodrat itulah yang akan memberikan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki Hadjar Dewantara
Bapak Pendidikan Nasional
Dengan pemahaman seperti di atas, Dewantara memandang bahwa pendidikan itu sifatnya hanya menuntun bertumbuhkembangnya kekuatan-kekuatan kodrati yang dimiliki anak. Pendidikan sama sekali tidak mengubah dasar pembawaan anak, kecuali memberikan tuntunan agar kodrat-kodrat bawaan anak itu bertumbuhkembang ke arah yang lebih baik.

Pendidikan berfungsi menuntun anak yang berpembawaan tidak baik menjadi lebih berkualitas lagi di samping untuk mencegahnya dari segala macam pengaruh jahat. Dengan demikian, tujuan pendidikan itu adalah untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar ia sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaaan yang setinggi-tingginya dalam hidupnya.

Demikian uraian singkat mengenai pendidikan anak usia dini menurut Ki Hajar Dewantara. Semoga kita sebagai generasi penerus beliau selalu dapat menjungjung tinggi cita-cita beliau dalam membelajarkan anak didik kita. Terakhir mudah-mudahan postingan ini dapat bermanfaat.

Minggu, 23 Februari 2014

Redefinisi Makna Pendidikan


Redefinisi Makna Pendidikan - Pendidikan memang tidak henti-hentinya untuk terus dikembangkan dan sangat hangat untuk dibicarakan. Tentunya ketika kita akan mengembangkan dan membicarakan pendidikan setidaknya kita harus mengerti apa itu pendidikan? Dalam kesempatan ini masih dalam konteks Pendidikan Ala Ki Hajar Dewantara yang telah diuraikan pada postingan terdahulu, dan sekarang akan sedikit mengulas tentang Redefinisi Makna Pendidikan.

Redefinisi Makna Pendidikan


Kalau selama ini pendidikan hanya dimengerti sebatas pembentukan intelektual, transfer knowledgei, sementara pembentukan budi pekerti hanya sebatas kata-kata belaka. Maka perlulah kita kembali melihat tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah "penguasaan diri" sebab disinilah pendidikan disebut sebagai agen memanusiakan manusia atau menjadikan manusia (baca: peserta didik) kian beradab dan memiliki budi pekerti (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang memang memanusiakan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya maka otomatis mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Sehingga pada akhirnya akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa (educate person).

Selain itu pendidikan juga merupkan sarana untuk meng-upgrade diri. Karena tanpa pendidikan, kita akan terperangkap hidup pada masa lalu. Itu sebabnya pakar kepemimpinan Manfred Kets De Vries mencatat, bahwa salah satu penghalang bagi manusia untuk memperbaharui diri adalah karena selalu menjustifikasi produksi masa lalu [1]. Jika hingga saat ini pendidikan hanya dimengerti sebagai pengajaran sebagaimana yang telah terjadi selama ini, maka kita juga tidak akan pernah berubah.

Dari dua pandangan di atas yaitu pendidikan adalah proses penguasaan diri dan proses pembaharuan diri. Maka dapat ditarik benang merah bahwa pendidikan adalah sarana manusia untuk berkreativitas. Artinya melalui pendidikan manusia dapat mengaktualisasikan kreativitasnya tanpa terhalang oleh sistem-sistem yang kaku dan stagnan. Pendidikan menjadi tempat manusia mengungkapkan dirinya secara lahir dan batin. Proses pendidikan ini akan memperbaharui diri manusia untuk mencapai nilai-nilai luhur (baca: fitrah) yang ada dalam dirinya serta menjunjung tinggi nilai-nilai luhur pendidikan dan peradaban dunia.

Terakhir, bahwa pengajaran dan pendidikan adalah dua hal yang saling melengkapi (relationship). pengajaran membentuk peserta didik dapat berpikir secara intelektual dan empiris. Sementara pendidikan adalah mendidik peserta didik untuk menjadi manusia yang mampu mandiri dan dewasa baik itu secara intelektual maupun secara moral. Relationship dua hal ini tidak dapat diabaikan salah satunya. Tetapi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang membentuk manusia yang mampu membimbing dirinya dan mengambil sikap yang otonom (mandiri).

Pendidikan bersifat memanusiawikan manusia. Dimana manusia mampu mengaplikasikan seluruh talenta yang ada dalam dirinya, baik itu pikiran maupun hatinya. Yang sifatnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.


Pendidikan Ala Ki Hajar Dewantara

Pendidikan Ala Ki Hajar Dewantara - Pendidikan tidak akan pernah lepas ketika kita membicarakan manusia. Karena dalam penciptaan alam semesta dan isinyalah (manusia salah satunya) mengandung nilai-nilai pendidikan yang transenden. Begitu juga dalam prakteknya, pendidikan sangat berpengaruh dalam mobilitas manusia baik hubungannya dengan Sang Pencipta (Vertikal) maupun dengan sesama makhluk (Horizontal). Ki Hajar sebagai salah satu tokoh pendidikan Indonesia mengatakan bahwa pendidikan selalu berada dalam konteks mendidik rakyat [1]. Artinya, bahwa mendidik rakyat adalah mendidik anak [2]. Maka, keadaan yang kita alami sekarang ini adalah hasil dari pendidikan zaman dulu. Kalau di zaman lampau orang tua mendidik anaknya dengan baik dan menanamkan nilai-nilai moral, maka kita sekarang akan menikmati dan memetik hasilnya. Tetapi kalau terjadi sebaliknya, maka kita jugalah yang menanggung akibatnya.
Pendidikan Ala Ki Hajar Dewantara
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar membedakan antara system “pengajaran” dan “pendidikan”. Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir, mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik) [3]. Dalam arti luas maksud pendidikan dan pengajaran adalah bagaimana memerdekakan (mendewasakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai hidup bersama) manusia sebagai anggota dari sebuah persatuan (rakyat) [4]. Oleh karena itu, setiap orang merdeka harus memperhatikan dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup.

Hal senada juga dikatakan oleh Iman Setyawan dalam harian Kompas, bahwa tujuan pendidikan adalah “Aktualisasi diri yang merupakan pemanfaatan bakat, kapasitas dan potensi sehingga dapat memenuhi diri dan melakukan yang terbaik” [5]. Artinya bahwa orang yang mengaktualisasikan diri terlebih dahulu harus merasa merdeka. Karena tanpa ini, mustahil seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya. Merdeka dari segala bentuk metode yang membuat kita stagnan dalam mengekspresikan diri. Manusia tenggelam dalam metode, sementara lupa bahwa metode hanyalah salah satu cara untuk mendidik.

Pendidikan yang sebenarnya adalah bersifat mengasuh, melindungi, dan meneladani. Maka, untuk dapat mencapai ini perlulah ketetapan pikiran dan batin yang akan menentukan kualitas seseorang sehingga rasa mantap tersebut dapat tercapai. Sifat umum pendidikan yang dicanangkan Ki Hajar adalah segala daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelect) dan tumbuh anak. Dan dalam pengertian Taman Siswa semua ini tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian tersebut, agar kita memajukan kesempurnaan hidup. Yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunia-nya [6].Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa makna kata pendidikan jauh lebih luas dari pada pengajaran. Karena pendidikan di dalamnya mencakup manusia seutuhnya, baik itu pendidikan intelektual, moralitas (nilai-nilai), dan budi pekerti. Maka, pendidikan di sini beralaskan garis hidup bangsanya dan diimplementasikan untuk keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya agar dapat bekerja bersama-sama dengan bangsa lain demi kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia. Dan dapat disimpulkan bahwa pendidikan menurut Ki Hajar adalah menyangkut jiwa dan raga setiap individu untuk semakin dewasa dan mandiri. Pendidikan di sini termasuk lahir dan batin serta pendidikan harus melibatkan pertimbangan kemanusiaan dan selaras dengan nilai-nilai hakiki (fitrah) yang ada dalam diri peserta didik.

 


Reff.

[1] Slamet Purwadi. Perkembangan Pemikiran Filosofis Indonesia (diktat). hal. 1
[2] Ki Hajar Dewantara. Karja Ki Hajar Dewantara (bagian pertama). Jogjakarta: Percetakan Taman Siswa. 1962. hal. 3
[3] Slamet. Op. Cit. hal. 1
[4] Dewantara. Op. Cit. hal. 3
[5] Kompas. 19 April 2007
[6] Dewantara. Op. Cit. hal. 15