Translate

BISNIS ONLINE

Tampilkan postingan dengan label Kurikulum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kurikulum. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Oktober 2014

Langkah-langkah Pembelajaran Remedial dan Program Pengayaan

Langkah-langkah Pembelajaran Remedial dan Program Pengayaan - Sebelum diuraikan tentang langkah-langkah pembelajaran remedial dan program pengayaan, penting untuk dipahami bahwa “tidak ada dua individu yang persis sama di dunia ini”, begitu juga penting untuk memahami bahwa peserta didik pun memiliki beragam variasi baik kemampuan, kepribadian, tipe dan gaya belajar maupun latar belakang sosial-budaya. Oleh karenanya guru perlu melakukan identifikasi terhadap keseluruhan permasalahan pembelajaran.
Langkah-Langkah Pembelajaran Remedial
  • Identifikasi Permasalahan Pembelajaran
Secara umum identifikasi awal bisa dilakukan melalui: Observasi (selama proses pembelajaran) dan Penilaian otentik (bisa melalui tes/ulangan harian atau penilaian proses). Adapun permasalahan pembelajaran bisa dikategorikan ke dalam 3 fokus perhatian:
Permasalahan pada keunikan peserta didik
Keberagaman individu dapat membedakan hasil belajar dan permasalahan belajar pada peserta didik. Ada peserta didik yang cenderung lebih aktif dan senang praktik secara langsung, ada yang cenderung mengamati, ada yang lebih tenang dan suka membaca.Di kelas, guru juga perlu memiliki wawasan lebih menyeluruh mengenai latar belakang keluarga dan sosial budaya.Peserta didik yang dibesarkan dalam keluarga pedagang, tentu memiliki keterampilan berbeda dengan keluarga petani atau nelayan. Peserta didik yang berasal dari keluarga yang terpecah, mungkin berbeda dengan peserta didik yang berasal dari keluarga harmonis dan mendukung kegiatan belajar.
Permasalahan pada materi ajar
Rancangan pembelajaran telah disiapkan dalam buku guru dan buku siswa.Pada praktiknya, tidak semua yang disajikan dalam materi ajar, sesuai dengan kompetensi peserta didik.Guru bisa sajamenemukan bahwa materi ajar (KD) yang disajikan dalam buku terlalu tinggi bagi peserta didik tertentu. Oleh karena itu perlu disiapkan berbagai alternatif contoh aktivitas pembelajaran yang bisa digunakan guru untuk mengatasai permasalahan pembelajaran ini. (contoh dan alternatif aktivitas untuk siswa yang merasa kesulitan terhadap materi ajar, bisa dilihat dalam buku “Panduan Teknis Penggunaan Buku Guru dan Siswa)
Permasalahan pada strategi pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, guru sebaiknya tidak hanya terpaku pada satu strategi atau metode pembelajaran saja. Dikarenakan tipe dan gaya belajar peserta didik sangat bervariasi termasuk juga minat dan bakatnya, maka guru perlu mengidentifikasi apakah kesulitan peserta didik dalam menguasai materi disebabkan oleh strategi atau metode belajar yang kurang sesuai.
  • Perencanaan
Setelah melakukan identifikasi awal terhadap permasalahan belajar anak, guru telah memperoleh pengetahuan yang utuh tentang peserta didik dan mulai untuk membuat perencanaan.

Langkah-langkah Pembelajaran Remedial
Dengan melihat bentuk kebutuhan dan tingkat kesulitan yang dialami peserta didik, guru bisa merencanakan kapan waktu dan cara yang tepat untuk melakukan pembelajaran remedial. Pada prinsipnya pembelajaran bisa dilakukan: Segera setelah guru mengidentifikasi kesulitan peserta didik dalam proses pembelajaran dan menetapkan waktu khusus di luar jam belajar efektif.

Dalam perencanaaan guru perlu menyiapkan hal-hal yang mungkin diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial, seperti menyiapkan media pembelajaran, menyiapkan contoh-contoh dan alternatif aktifitas, dan menyiapkan materi-materi dan alat pendukung
  • Pelaksanaan
Setelah perencanaan disusun, langkah selanjutnya adalah melaksanakan program pembelajaran remedial. Ada 3 fokus penekanan: (a) Penekanan pada keunikan peserta didik; (b) Penekanan pada alternative contoh dan aktivitas terkait materi ajar; dan (c) Penekanan pada strategi/metode pembelajaran.
  • Penilaian Otentik
Penilaian otentik dilakukan setelah pemebalajaran remedial selesai dilaksanakan. Berdasarkan hasil penilaian, bila peserta didik belum mencapai kompetensi minimal (tujuan) yang ditetapkan guru, maka guru perlu meninjau kembali strategi pembelajaran remedial yang diterapkannya atau melakukan identifikasi (analisa kebutuhan) terhadap peserta didik dengan lebih seksama. Apabila peserta didik berhasil mencapai atau melampaui tujuan yang ditetapkan, guru berhasil memberikan pembelajaran yang kaya dan bermakna bagi peserta didik, hal ini bisa dipertahankan sebagai bahan rujukan bagi rekan guru lainnya atau bisa lebih diperkaya lagi. Apabila ternyata ditemukan kasus khusus di luar kompetensi guru, guru dapat menkonsultasikan dengan orang tua untuk selanjutnya dilakukan konsultasi dengan ahli.

Langkah-Langkah Program Pengayaan

Langkah-Langkah Program Pengayaan
Langkah-langkah dalam program pengayaan tidak terlalu jauh berbeda dengan program pembelajaran remedial. Diawali dengan kegiatan identifikasi, kemudian perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Guru tidak perlu menunggu diperolehnya penilaian otentik terhadap kemampuan peserta didik. Apabila melalui observasi dalam proses pembelajaran, peserta didik sudah terindikasi memiliki kemampuan yang lebih dari teman lainya, bisa ditandai dengan penguasaan materi yang cepat dan membutuhkan waktu yang lebih singkat. Sehingga peserta didik seringkali memiliki waktu sisa yang lebih banyak, dikarenakan cepatnya dia menyelesaikan tugas atau menguasai materi.Disinilah dibutuhkan kepekaan guru dalam merencanakan dan memutuskan untuk melaksanakan program pengayaan.

Winner, 1996, dalam Santrock (2007), mengemukakan karakteristik peserta didik yang berbakat antara lain :
  • Peserta didik berbakat biasanya cermat dalam setiap hal atau pun kesempatan dimana mereka harus menggunakan kemampuannya. Mereka adalah anak-anak yang selalu menjadi yang pertama dalam menguasai suatu pelajaran dengan usaha yang juga minimal dibandingkan teman-teman atau peserta didik-peserta didik yang lain yang dikarenakan mereka sejak lahir memiliki kemampuan yang tinggi dalam satu atau beberapa bidang.
  • Dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik yang berbakat dapat berhasil memecahkan masalah secara tepat dengan cara yang ia kembangkan atau ia temukan sendiri. Peserta didik yang berbakat dapat menangkap atau lebih menyukai petunjuk yang tidak eksplisit dibandingkan dengan peserta didik yang lain
  • Memiliki hasrat untuk ”menguasai”. Mereka memiliki hasrat, obsesi dan minat dan kemampuan untuk fokus, sehingga sangat mudah baginya untuk memahami dan menguasai suatu hal.
Guru diharapkan lebih peka dalam mengenali peserta didik yang memiliki karakteristik ini, dikarenakan mereka memiliki kebutuhan yang juga berbeda dibandingkan dengan teman-temannya.

Demikianlah uraian mengenai langkah-langkah pembelajaran remedial dan program pengayaan. Semoga dengan adanya postingan kali ini dapat membantu sahabat-sahabat pendidik untuk cepat tanggap dalam menangani peserta didik yang belum mencapai kemampuan standar minimumnya.

Kamis, 02 Oktober 2014

Prinsip-prinsip Program Pengayaan

Prinsip-prinsip Program Pengayaan - Pada postingan sebelumnya telah saya uraikan mengenai pengertian dan jenis-jenis program pengayaan. Maka sekarang saya akan share tentang bagaimana prinsip-prinsip program pengayaan tersebut. Prinsip-prinsip program pengayaan yang perlu diperhatikan dalam mengonsep program pengayaan menurut Khatena (1992):
  • Inovasi. Guru perlu menyesuaikan program yang diterapkannya dengan kekhasan peserta didik, karakteristik kelas serta lingkungan hidup dan budaya peserta didik.
  • Kegiatan yang memperkaya. Dalam menyusun materi dan mendisain pembelajaran pengayaan, kembangkan dengan kegiatan yang menyenangkan, membangkitkan minat, merangsang pertanyaan, dan sumber-sumber yang bervariasi dan memperkaya.
  • Merencanakan metodologi yang luas dan metode yang lebih bervariasi. Misalnya dengan memberikan project, pengembangan minat dan aktivitas-akitivitas menggugah (playful). Menerapkan informasi terbaru, hasil-hasil penelitian atau kemajuan program-program pendidikan terkini.
Sedangkan Passow (1993) menyarankan bahwa dalam merancang program pengayaan, penting untuk memperhatikan 3 hal:
  • Keluasan dan kedalaman dari pendekatan yang digunakan
Pendekatan dan materi yang diberikan tidak hanya berisi yang yang luarnya (kulit-kulitnya) saja tetapi diberikan dengan lebih menyeluruh dan lebih mendalam. Contoh: membahas mengenai prinsip Phytagoras, tidak hanya memberikan rumus dan pemecahan soal saja tetapi juga memberikan pemahaman yang luas dari mulai sejarah terbentuknya hukum-hukum phytagoras dan bagaimana penerapan prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
  • Tempo dan kecepatan dalam membawakan program
Prinsip-prinsip Program PengayaanSesuaikan cara pemberian materi dengan tempo dan kecepatan peserta didik dalam menangkap materi yang diajarkan. Hal ini berkaitan dengan kecepatan daya tangkap yang dimiliki peserta didik sehingga materi dapat diberikan dengan lebih mendalam dan lebih dinamis untuk menghindari kebosanan karena peserta didik yang telah menguasai materi pelajaran yang diberikan di kelas.
  • Memperhatikan isi dan tujuan dari materi yang diberikan
Hal ini bertujuan agar kurikulum yang dirancang lebih tepat guna dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik. Renzulli (1979) menyatakan bahwa program pengayaan berbeda dengan program akselerasi karena pengayaan dirancang dengan lebih memperhatikan keunikan dan kebutuhan individual dari peserta didik.

Semoga bermanfaat.

Pengertian Dan Jenis-Jenis Program Pengayaan

Pengertian Dan Jenis-Jenis Program Pengayaan - Dalam kurikulum dirumuskan secara jelas kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan KI dan KD setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem penilaian acuan kriteria (PAK). Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik tersebut dipandang telah mencapai ketuntasan. Oleh karena itu, program pengayaan dapat diartikan: memberikan tambahan/perluasan pengalaman atau kegiatan peserta didik yang teridentifikasi melampaui ketuntasan belajar yang ditentukan oleh kurikulum.

Metode yang digunakan dapat bervariasi sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Dalam program pengayaan, media belajar harus betul-betul disiapkan guru agar dapat memfasilitasi peserta didik dalam menguasai materi yang diberikan.

Apa saja yang dapat dilakukan dalam program pengayaan?

Guru bisa memberikan pendalaman dan perluasan dari KD yang sedang diajarkan atau memberikan materi dalam KD yang berikutnya.

Mengapa diperlukan program pengayaan?

Berdasarkan Permendikbud No.54, 64, 65, 66 dan 67 Tahun 2013 pada dasarnya menganut sistem pembelajaran berbasis aktivitas atau kegiatan, kompetensi, sistem pembelajaran tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan dan melayani perbedaan individual peserta didik.

Dengan memperhatikan prinsip perbedaan individu (kemampuan awal, kecerdasan, kepribadian, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, gaya belajar) tersebut, maka program pengayaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan/hak anak. Dalam program pengayaan, guru memfasilitasi peserta didikuntuk memperkaya wawasan dan keterampilannya serta mampu mengaplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Kapan dilakukan program pengayaan?

Program pengayaan ketika peserta didik teridentifikasi telah melampaui ketuntasan belajar yang ditentukan oleh kurikulum . Guru perlu mengantisipasi dengan menyiapkan program-program atau aktivitas yang sesuai KD untuk memfasilitasi peserta didik.

Bagaimana program pengayaan dilakukan?

Program pengayaan diberikan kepada peserta didik yang telah melampaui ketuntasan belajar dengan memerlukan waktu lebih sedikit daripada teman-teman lainnya. Waktu yang masih tersedia dapat dimanfaatkan peserta didik untuk memperdalam/memperluas atau mengembangkan hingga mencapai tahapan networking (jejaring) dalam pendekatan ilmiah (scientific approach).

Jenis-Jenis Program Pengayaan

Guru dapat memfasilitasi peserta didik dengan memberikan berbagai sumber belajar, antara lain: perpustakaan, majalah atau koran, internet, narasumber/pakar, dll.

Jenis-jenis Program Pengayaan
  • Kegiatan eksploratori yang masih terkait dengan KD yang sedang dilaksanakan yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian yang dimaksud contohnya: bisa berupa peristiwa sejarah, buku, narasumber, penemuan, uji coba, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.
  • Keterampilan proses yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.
  • Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.

Pemecahan masalah ditandai dengan:
  • Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;
  • Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;
  • Penggunaan berbagai sumber;
  • Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;
  • Analisis data;
  • Penyimpulan hasil investigasi.

Sekolah tertentu, khususnya yang memiliki peserta didik lebih cepat dalam belajar dibanding sekolah-sekolah pada umumnya, dapat menaikkan tuntutan kompetensi melebihi standar isi. Misalnya sekolah-sekolah yang menginginkan memiliki keunggulan khusus.
Siapa yang terlibat dalam program pengayaan?

Yang melakukan identifikasi, perencanaan dan pelaksanaan program pengayaan adalah guru kelas. Apabila diperlukan, guru dapat melakukan kerjasama dengan narasumber (apabila dibutuhkan) dalam melaksanakan program pengayaan.

Demikianlah uraian singkat mengenai pengertian dan jenis-jenis program pengayaan. Semoga bermanfaat.

Jumat, 19 September 2014

Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW

Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW - Mengindentifikasikan kurikulum pendidikan pada  zaman  Rasulullah  terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya.

Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan Islam. Dapat dibedakan menjadi dua periode:

Makkah
  • Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.
  • Materi  yang  diajarkan  menerangkan  tentang  kajian  keagamaan  yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.
Madinah
  • Upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam.
  • Materi pendidikan Islam yang diajarkan berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan pengetahuan kemasyarakatan.
Kurikulum Pendidikan Islam

Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan

Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi.

Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, kaena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara,  bahkan  beliau  dan  para  pengikutnya  berada  dalam  baying-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijaka dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal Islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keIslamannya dalam berbagai hak.tidak menemui mereka kecuali dengan cra sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.

Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah barulah, barulah pendidikan Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
  • Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.
  • Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai. [Abuddin Nata, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. Ciputat: UIN Jakarta Press 2005 hal 24]
Demikianlah uraian tentang kurikulum pendidikan islam pada masa Rasulullah SAW. Semoga dapat menambah wawasan kita mengenai kurikulum pendidikan islam dan dapat bermanfaat.


Rabu, 13 Agustus 2014

Guru Dan Pengembangan Kurikulum

Guru Dan Pengembangan Kurikulum - Guru dan kurikulum tak akan pernah lepas dalam dunia pendidikan khususnya pada lingkup sekolah dan lebih khususnya lagi pada proses belajar mengajar. Makalah Guru Dan Pengembangan Kurikulum ini sepertinya makalah ke-sekian yang saya posting di blog ini.

Makalah Guru Dan Pengembangan Kurikulum merupakan makalah kelompok yang di presentasikan di depan kelas, biasanya kami mengumpulkan makalah teman teman untuk bahan semester, dan kali ini saya mempostingnya untuk dibagikan kepada sahabat-sahabat semua.


BAB I
PENDAHULUAN
Guru Dan Pengembangan Kurikulum

A. Latar Belakang

Guru Dan Pengembangan KurikulumKurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Dalam suatu lembaga pendidikan, salah satu tokoh yang memiliki peranan yang begitu penting dalam pengembangan kurikulum adalah guru. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan yang terlibat langsung dalam mengembangkan, memantau, dan melaksanakan kurikulum sehingga pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Meskipun ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang cukup pesat, tidak berarti menyurutkan peranan guru. Bahkan, hasil – hasil teknologi tersebut akan menambah beban tugas dan tanggung jawab guru. Oleh karenanya, guru sebagai pelaku utama pendidikan diwajibkan memenuhi kewajibannya sebagai pendidik professional, dan – tentu saja – sebagai pengembang kurikulum.

B. Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang akan dijawab dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
  • Bagaimanakah makna guru?
  • Bagaimanakah peranan guru dalam pengembangan kurikulum?
  • Bagaimanakah Upaya pembinaan kurikulum bagi guru?
C. Tujuan

Tujuan yang hendak diperoleh dari makalah ini adalah,
  • Menjelaskan makna guru dalam beberapa perspektif.
  • Menjelaskan peranan guru dalam pengembangan kurikulum
  • Menjelaskan guru dan upaya pembinaan kurikulum.


Mudah mudahan dengan adanya makalah "Guru Dan Pengembangan Kurikulum" ini sahabat-sahabat semua dapat terbantu dan dapat menyelesaikan tugas kampus semuanya, jika ada yang kurang dengan makalah ini silahkan sahabat semua komentari di bawah ini. Makalah lengkapnya bisa di download di bawah ini





Minggu, 06 Juli 2014

Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Perkembangan Kurikulum di Indonesia - Berbicara perkembangan kurikulum di indonesia yang saat ini akan berakhir pada kurikulum KTSP, banyak pendapat dari kalangan para guru, dosen, mahasiswa bahkan masyarakat luas pun mencoba berikan pendapat, ada yang mengatakan bahwa kurikulum 1994 lebih baik dari pada KTSP, dan ada juga yang mengatakan kok kurikulum ini ganti ganti mulu ya?, maka dari itu dengan adanya makalah Perkembangan Kurikulum di Indonesia ini mudah mudahan rasa ingin tahu tentang perkembangan kurikulum sahabat sahabat semua bisa terpenuhi.

Perkembangan kurikulum di indonesia dari periode sebelum tahun 1945 sampai yang sekarang ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang sering disebut KTSP. Selama proses pergantian Kurikulum tidak ada tujuan lain hanya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran, rancangan pembelajaran yang ada di sekolah. Alangkah baiknya sahabat sahabat untuk lebih jelasnya membaca makalah Perkembangan kurikulum di indonesia yang ada di bawah ini.

BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan Kurikulum di Indonesia

A. Latar Belakang
Dari masa ke masa kurikulum yang terdapat di setiap negera berubah yang ini menurut sebagian pakar disebabkan karena kebutuhan masyarakat yang berkembang dan disamping itu kondisi dan tuntutan zaman pun berubah. Untuk menyesuaikan dengan zaman, kurikulumpun mengalami perkembangan. Perkembangan itupun terjadi pada kurikulum di Negara Indonesia.
Sebagai sebuah Negara yang memiliki tujuan berdiri, kurikulum ini dirasa sangt penting untuk kemudian mengiringi kemajuan Negara. Karenanya, perkembangan kurikulum ini dianggap menjadi penentu masa depan anak bangsa. Sebaga bangsa yang pernah di jajah, sedikit tidak Negara ini akn terengaruh oleh kurikulum pendidikan dari Negara yang dulu pernah menjajah Indnesia.  Penting untuk kemudian dikaji untuk mengetahui bahwa Negara kita saat ini kurikulumnya masih berkaitan dengankepentingan penjajah dulu. Setidaknya, ketika fisik penjajah itu pergi, mereka sejatinya teta ada melalui kurkulum yang yang diturunkan pada Negara bekas jajahan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah: Bagaimana Perkembangan Kurikulum di Indonesia?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui perkembangan kurikulum di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Kurikulum di Indonesia

PERKEMBANGAN KURIKULUM  DI INDONESIA
Adapun perlembangan kurikulum di Indoesia dapat dibagi daam beberapa fase, sebagai berikut:

A. Periode sebelum tahun 1945
1. Kurikulum pada masa VOC
Kurikulum sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen XVII,  badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang tertidi atas 17 orang anggota, tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak anak berdoa, bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru. Walaupun tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga membaca , menulis dan menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung.

2. Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi)
Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam peraturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata pelajaran yang diharuskan , yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam pelajaran.

3. Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi)
Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan latin, membaca dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan mengukur tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang terpisah sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi popular di kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya, pada tahu 1907  bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6 tahun. Akan tetapi, perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap menjadi terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas Nampak bila dibandingkan dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS (Holland Chinese School).
Dirasakan adanya diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi pelajaran dalam bahasa Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama studi diperpanjang selama 7 tahun. Lamat laun Sekolah Kelas Satu menyamai sekolah-sekolah yang tersedia bagi golongan bangsa lain, akan tetapi masih mempunyai kelemahan karena tidak membuka kesempatan untuk melanjutkan pelajaran. Perkembangan Kurikulum.

4. Kurikulum Sekolah Kelas Dua
Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan perusahaan swasta.  Disamping itu juga untuk mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini  mempunyai kurikulum yang sangat sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh rakyat Indonesia walupun dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi.  Program Sekolah Kelas Dua ini sama dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yan menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan Sekolah Kelas Dua untuk orang biasa.

5. Kurikulum VolkSchool
Kurikulum ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah ini tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari Sekolah Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.

6. Kurikulum ELS (Europese Lagere School)
Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris pada tahun 1816 oleh para Komisariat Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak berdarah Belanda.  Sekolah Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama dengan netherland, walaupun terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya.  Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu bumi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama ditiadakan.  Pada tahun 1868 bahasa prancis diajarkan dan merupakan syarat untuk masuk ke sekolah Belanda.

7. Kurikulum HCS (Holland Chinese School)
HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan kepada ELS, nemun diajarkan berhubung dengan kepentinan bagi perdagangan. Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan ELS.

8. Kurikulum HIS (Holland Inlandse School)
Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun akhirnya bisa melanjutkan ke STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen, Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukag, Sekolah Pertanian, Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain.

9. Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
Dengan program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus MULO ini dibuka pada tahun 1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah.

10. Kurikulum HBS (Hogere Burger School)
Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikitpun berbeda dengan yang ada di negeri Belanda. Kurikulum ini dirasa mantap tanpa mengalami banyak perubahan. Apa yang diajarkan tampaknya universal. Bahannyapun apat berubah disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata pelajarannya tetap sama. Siswa HBS harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika ataupun bahasa. Dan untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D (Doktor) atau diploma yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf yang sama dengan sekolah yang terdapat di Netherland.

B. Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1968 (Masa Kemerdekaan dan Pemerintahan OrdeLama)
1. Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasaBelanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular disbanding  istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikanditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutanRentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
  • Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
  • Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikankolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakansebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakanadalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajarandihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2. Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yangkemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligusciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannyamenunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).

3. Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok  pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan dayacipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok  bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatanfungsional praktis.

C. Periode Tahun 1968 Sampai Tahun 1999 (Masa Pemerintahan Orde Baru) Perkembangan Kurikulum
1. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yangdicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasilasejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dankonsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagaikurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja". Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik  beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas). yang melatar  belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaituMBO (management by objective) yang terkenal saat itu," Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yangdikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi: tujuan instruksional umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

3. Kurikulum 1984
Kurikulum 1975 yang Disempurnakan Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).
CBSA merupakan suatu upaya dalam pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada saat itu. Pendekatannya menitikberatkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar.
Dalam CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, membentuk gagasan, menyusun rencana dan sebagainya. Adapun kegiatan yang dilakukan guru adalah sebagai berikut:
  • Menyiapkan lembar Kerja
  • Menyususn tugas bersama siswa
  • Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan di susun.
  • Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan
  • Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan
  • Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum.
  • Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban
  • Menyalurkan bakat dan minat siswa
  • Mengamati setiap aktivitas siswa.
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalahsuasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelangambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA bermunculan.

4. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Perkembangan Kurikulum
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulumsebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.  Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezimSoeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannyalebih pada menambal sejumlah materi.
BAB III
PENUTUP
Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Kesimpulan:
Perkembangan Kurikulum di Indonesia dapat dibedakan menjadi kurikulum sebelum tahun 1945 dan setelah tahun 1945.
Kurikulum sebelum tahun 1945 meliputi Kurikulum pada masa VOC, Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi). Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi), Kurikulum Sekolah Kelas Dua, Kurikulum VolkSchool, Kurikulum ELS (Europese Lagere School,), Kurikulum HCS (Holland Chinese School), Kurikulum HIS (Holland Inlandse School), Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), dan Kurikulum HBS (Hogere Burger School).
Kurikulum setelah tahun 1945 meliputi : Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952, Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).

Senin, 30 Juni 2014

Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi

A. Kurikulum Berbasis Kompetensi
1. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut Crunkilton (1979 : 222) dalam Mulyasa, (2004 : 77) mengemukakan bahwa “kompetensi ialah sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh kerja.

Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai. Sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada kreativitas belajarnya. Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan memiliki kontribusi terhadap kompetensi yang sedang dipelajari.

Menurut Gordon, (1998 : 109) dalam Mulyasa, (2004 : 77-78) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut:
  • Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
  • Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu.
  • Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
  • Sikap (attitude) yaitu (senang atau tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan terhadap yang datang dari luar.
  • Minat (interest) adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan sesuatau perbuatan.
Berdasarkan gambaran kompetensi di atas. Maka kurikulum berbasis kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan kompetensi tugas-tugas dengan standar performasi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tersebut.

Dengan demikian penerapan kurikulum dapat menumbuhkan tanggung jawab, dan partisipasi peserta didik untuk belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum, serta memberanikan diri berperan dalam berbagai kegiatan di sekolah maupun masyarakat (Mulyasa, 2002 : 39).

Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, maka kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.

KBK memfokuskan pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa. Sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk prilaku atau keterampilan peserta didik sebagai sesuatu kriteria keberhasilan. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) juga menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangkaian meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar.
Kay (1977) dalam Mulyasa, mengemukakan bahwa “pendidikan berbasis kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa” dan “bagaimana” jadi perbuatan tersebut dilakukan” (Mulyasa, 2002 : 23).
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa kurikulum berbasis kompetensi berorientasi pada kreativitas individu untuk melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran dan efek (dampak) yang diharapkan yang muncul dari peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Rumusan kompeten dalam kurikulum berbasis kompetensi ini merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan Madrasah, sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

KBK merupakan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat pengetahuan, kemampuan, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran dengan penuh tanggung jawab.
Hall (1986) dalam Mulyasa menyatakan bahwa “setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup” (Mulyasa, 2002 : 41).
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa perhatian harus dicurahkan kepada waktu yang diperlukan untuk kegiatan belajar. Perbedaan antara peserta didik yang pandai dengan yang kurang (bodoh) hanya terletak pada masalah waktu, peserta didik yang bodoh memerlukan waktu yang cukup lama untuk mempelajari sesuatu atau memecahkan suatu masalah, sementara yang pandai bisa cepat melakukannya.

Kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk berkreasi dan berimajinasi jika diberikan kesempatan dan peran aktif guru terhadap siswa yang secara tidak langsung akan memberikan dampak terhadap penguasaan apa yang telah diajarkan guru.

Kurikulum berbasis kompetensi menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian, konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan, terhadap perbaikan pendidikan (Mulyasa, 2002 : 40).

2. Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi

Karakteristik berbasis kompetensi antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran (Mulyasa, 2006 : 42). Di samping itu KBK memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil demostrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya.

Depdiknas (2002) dalam Mulyasa mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Menekankan pada ketercapaian kompetensi pesertadidik baik secara individual maupun klasikal
  • Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman
  • Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
  • Sumber belajar bukan guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
  • Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi
Dari beberapa rumusan tentang karakteristik kurikulum berbasis kompetensi di atas jelaslah bahwa pada pencapaian kompetensi itu dilihat dari cara penyampaian materi oleh guru dan metode yang digunakan dalam pembelajaran lebih lanjut dikatan bahwa penilaian Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah dilihat dalam kompetensi guru dalam persiapan mengajar, artinya ada upaya guru untuk menguasai materi yang memenuhi syarat atau unsur edukatif. Karena yang diinginkan dalam kompetensi ini adalah menekankan pada kualitas siswa, dan hasil belajar yang dicapai.

Lebih lanjut dari berbagai sumber sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:
  • Sistem belajar dengan modul
  • Menggunakan keseluruhan sumber belajar
  • Pengalaman lapangan
  • Strategi belajar individual personal
  • Kemudahan belajar
  • Belajar tuntas (Mulyasa,2006:43).
Keenam hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Sistem Belajar Dengan Modul
Kurikulum berbasis kompetensi menggunakan modul sebagai sistem pembelajaran. Dalam hal ini modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik, untuk mencapai tujuan belajar.

Modul adalah “suatu proses pembelajaran mengenai satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru” (Mulyasa, 2002 : 43). Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Setiap modul harus memberikan informasi dan memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan seorng peserta didik, bagaimana melakukannya dan sumber belajar apa yang digunakan.
  • Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik.
  • Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
  • Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis sehingga peserta didik dapat mengetahui, kapan mengakhiri suatu modul.
  • Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik (Mulyasa, 2002 : 43-44).
Dari beberapa penjelasan di atas bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan sistem modul akan mempercepat proses belajar mengajar sekaligus mengarahkan peserta didik pada pencapaian pembelajaran. Sistem modul ini juga memiliki mekanisme yang jelas dan disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat mengetahui apa yang dia pelajari, karena prosesnya dilaksanakan secara individual.

b. Menggunakan Keseluruhan Sumber Belajar
Dalam KBK guru tidak lagi menjadi peran utama dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dapat menggunakan aneka ragam sumber belajar seperti: manusia, bahan belajar (buku) dan lingkungan.

c. Pengalaman Lapangan
KBK lebih menekankan pada pengalaman lapangan untuk mengakrabkan hubungan antara guru dengan peserta didik yang yang akan meningkatkan pengetahuan, pemahaman yang lebih leluasa bagi guru dan peserta didik.

d. Strategi Belajar Individual Personal
Belajar individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar peserta didik sedangkan belajar personal adalah interaksi edukatif dalam rangka mengembangkan strategi individual personal mengembangkan program KBK melibatkan ahli terutama ahli psikologi.

e. Kemudahan Belajar
Kemudahan dalam KBK diberikan melalui kombinasi antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman dan pembelajaran secara tim.

f. Belajar Tuntas
Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam kelas dengan asumsi, bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta dengan baik dan memperoleh hasil belajar maksimal.

Dari uaraian di atas, bahwa sistem pembelajaran dalam KBK jika dilihat karakteristik khusus dalam KBK bahwa sistem pembelajaran dalam KBK sangatlah praktis untuk pengembangan peserta didik, dalam arti dengan sistem ini sifatnya universal yang telah mencakup secara keseluruhan kgiatan pembelajaran yang menjadi kebutuhan pokok peserta didik. Secara jelas, peranan guru dalam sistem penyajian modul hanya merupakan sumber tambahan dan pembimbing yang membimbing peserta didik, namun tidak menutup kemungkinan peserta didik membutuhkan arahan dan pembinaan guru secara intensif, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan profesional.

3. Prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi
Sesuai dengan prinsip diversifikasi dan desentralisasi pendidikan maka pengembangan kurikulum ini digunakan prinsip dasar “kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan” prinsip kesatuan dalam kebijakan yaitu dalam mencapai tujuan pendidikan perlu ditetapkan standar kompetensi yang harus dicapai secara nasional, pada setiap jenjang pendidikan. Sedangkan prinsip keberagaman dalam pelaksanaan yaitu dalam menyelenggarakan pendidikan yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran penilaian dan pengelolaannya mengakomodasikan perbedaan yang berkaitan dengan kesiapan dan potensi akademik, minat lingkungan, budaya, dan sumber daya sekolah sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan masing-masing.
“Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai faktor yang saling terkait” (Mulyasa, 2002: 61).
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi menfokuskan pada kompetensi tertentu berupa pedoman pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang didemostrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi memungkinkan para guru menilai hasil belajar yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajarinya. Secara rinci pengembangan KBK mempertimbangkan hal-hal berikut:
  • Keimanan, nilai-nilai dan budi pekerti luhur yang perlu digali, dipahami dan damalkan siswa.
  • Penguatan integritas nasional yang dicapai melalui pendidikan
  • Keseimbangan berbagai bentuk pengalaman belajar siswa yang meliputi etika, logika, estetika dan kinestetika
  • Penyediaan tempat yang memberdayakan semua siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sangat diutamakan seluruh siswa dari berbagai kelompok
  • Kemampuan berfikir dan belajar dengan mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat beruibah dan penuh ketidakpastian merupakan kompetensi penting dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif (Sujatmiko, 2003: 7).
Sedangkan prinsip dasar kegiatan belajar mengajar yang dikembangkan dalam KBK adalah mengembangkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, bersikap dan bertanggung jawab pada kebiasaan dan prilaku sehari-hari melalui pembelajaran secara aktif yaitu:
  • Berpusat pada siswa
  • Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi
  • Memiliki semangat mandiri kerjasama dan berkompetensi perlu dilatih untuk terbiasa bekerja mandiri, kerjasama dan berkompetensi
  • Menciptakan kondisi yang menyenangkan
  • Mengembangkan kemampuan dan pengalaman belajar
  • Karakteristik mata pelajaran (Depdiknas, 2003:10)

Minggu, 25 Mei 2014

Orangtua sebagai Partner Sekolah dalam Membelajarkan Anak

Orangtua sebagai Partner Sekolah dalam Membelajarkan Anak - Peran orang tua dalam pembentukan motivasi dan penguasaan diri (self-regulatory) anak sejak dini memberikan modal dasar bagi kesuksesan anak di sekolah. Argumentasinya adalah bahwa kualitas hubungan orang tua – anak membentuk sikap otonom yang sehat, kompetensi, dan hubungan dengan lingkungan sekitar pada diri anak. Aspek-aspek positif pengembangan diri di atas mendukung internalisasi tujuan dan nilai-nilai masyarakat seperti yang digambarkan di atas. Peran orang tua terdiri dari dua jenjang. Pertama, orang tua dapat mendukung perkembangan intelektual dan kesuksesan akademik anak dengan memberi mereka kesempatan-kesempatan dan akses ke sumber-sumber pendidikan seperti jenis sekolah yang dimasuki anak atau akses ke perpustakaan dan televise pendidikan. Kedua, orang tua dapat membentuk perkembangan kognitif anak dan pencapaian akademik secara langsung dalam aktivitas pendidikan mereka.

Orang tua yang membimbing anak mengerjakan pekerjaan rumah, membacakan buku-buku tertentu kepada mereka dan memainkan permainan yang berhubungan dengan pendidikan cenderung memiliki anak yang berhasil dalam menjalankan tugas-tugas sekolah. Orang tua juga mengajarkan anak norma-norma dalam berhubungan dengan orang dewasa dan teman sebaya yang relevan dengan suasana kelas (baca juga postingan: Menciptakan Kondisi Sosial Kelas yang Efektif).

Orangtua sebagai Partner Sekolah dalam Membelajarkan Anak
Jika anak belajar cara bergaul secara kooperatif dan bersikap pro-sosial terhadap yang lain, mengikuti aturan dan berjuang mencapai standar performa yang diinginkan orang dewasa, mereka akan lebih mungkin sukses di sekolah dibanding dengan anak yang tidak memiliki pengetahuan tentang kehidupan bersama yang baik. Peran orang tua di rumah yang berhubungan erat dengan prestasi anak di sekolah dapat diidentifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu; (1) secara aktif mengatur dan memonitor waktu anak; (2) membimbing mereka dalam mengerjakan pekerjaan rumah; dan (3) mendiskusikan masalah-masalah sekolah dengan anak.

Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam pengembangan kurikulum memiliki pengaruh khusus terhadap prestasi siswa. Secara lebih rinci, Reynolds dan Teddlie (2000) menjelaskan bentuk keterlibatan orang tua, terutama terletak pada; (1) upaya sinkronisasi tuntutan rumah dan sekolah terhadap siswa; (2) mengurangi ukuran kelas dengan bertindak sebagai asisten guru sukarela; (3) menghimpun sumber daya-sumber daya untuk seklah; (4) membimbing anak dalam menyelesaikan pekerjaan rumah; (5) member informasi tentang perkembangan dan permasalahan siswa di sekolah; dan (6) menjadi penghubug antara guru dengan anaknya.

Jika sekolah tidak menghargai atau tidak mendukung keterlibatan orang tua dalam pendidikan. Maka, sesungguhnya sekolah-sekolah yang demikian berada dalam bahaya, terutama dalam upaya membangun perilaku yang bisa meningkatkan prestasi dalam sekolah. Lebih jauh, semakin besar jarak perbedaan kultur antara rumah dan sekolah, maka keterlibatan orang tua menjadi semakin penting. Karena kebiasaan-kebiasaan orang tua diyakini memiliki pengaruh langsung terhadap prestasi akademik siswa dengan mempengaruhi perkembangan kemampuan kognitif yang berfungsi sebagai basis kesuksesan sekolah. Misalnya, orang tua dapat membantu anaknya dalam mengembangkan kemampuan yang sangat spesifik, seperti strategi menghafal dan kemampuan memperkaya kosakata agar anak siap menghadapi kehidupan sekolah.

Dengan demikian, guru dan sekolah harus menjaga hubungan dengan orang tua, karena hal ini akan memberi guru dan sekolah pengetahuan tentang latar belakang siswa yang pada gilirannya memungkinkan mereka untuk lebih terlibat dalam proses belajar anak. Sebuah proses pembelajaran yang efektif selalu menjaga korelasi yang konsisten antara apa yang dipelajari di kelas dengan pengetahuan yang telah diperoleh siswa di rumah.

Sekian, semoga uraian tentang Orangtua sebagai Partner Sekolah dalam Membelajarkan Anak bisa bermanfaat dan memberi wawasan kepada semua orangtua begitu juga para guru dan sekolah.


Kurikulum Pendidikan Islam menurut Ahli Pendidikan

Kurikulum Pendidikan Islam menurut Ahli Pendidikan - Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan tersebut. Dalam redaksi yang lain, kurikulum diartikan sebagai rencana pengajaran yang isinya sejumlah pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan program tertentu [1].

Kurikulum oleh ahli pendidikan Islam diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kurikulum berfungsi membantu peserta didik mengenali dan mengembangkan potensi yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Para ahli didik memandang bahwa, baik pendidikan maupun pengajaran, dapat dipastikan berhasil manakala kurikulumnya mendorong bagi terciptanya kondisi yang memungkinkan tercapainya pembinaan kepribadian peserta didiknya dalam aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Kurikulum dipandang sebagai tahapan-tahapan yang harus dilalui pendidikan dalam mengembangkan aspek kepribadian peserta didik (akal/intelektualitas, hati, perasaan, kemauan, dan aspek keterampilan fisik jasmani).
Kurikulum Pendidikan Islam menurut Ahli Pendidikan
Secara formal, kurikulum sebagai bidang kajian ilmiah baru ramai dibicarakan pada awal abad ke-20 [2]. Kurikulum pendidikan Islam klasik hanya berkisar pada bidang studi tertentu [3]. Ilmu-ilmu agama mendominasi kurikulum di lembaga formal dengan mata pelajaran hadits dan tafsir, fiqih, retorika (khitobah) dan dakwah, ilmu kalam, dan filsafat [4]. Kurikulum pada masa klasik dapat dilihat ketika Nabi Saw di Madinah. Kurikulum meliputi; belajar menulis dan membaca al-Qur’an, keimanan, ibadah, akhlak, dasar-dasar ekonomi, dasar-dasar politik, dan kesatuan [5].

Namun, dengan perkembangan social dan budaya, isi kurikulum semakin meluas. Dengan perkembangan ini diperlukan prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Dalam meletakkan cetak biru (blue print) pendidikan Islam adalah dengan mengintegrasikan ajaran-ajaran ideology dan pandangan-pandangan Islam secara menyeluruh ke dalam mata pelajaran (subject matter) pada kurikulum di sekolah atau madrasah [6].

Di masa-masa awal kegemilangan peradaban Islam, kurikulum pendidikan Islam mencakup berbagai ilmu pengetahuan dan seni [7]. Demikian juga di sebagian Negara-negara Islam pada periode terakhir sebelum kurikulum pendidikan Islam mencakup berbagai cabang ilmu dan seni. Hanya saja pada masa ini kurikulum pendidikan Islam sudah mulai mengenal penjenjangan-penjenjangan sesuai tahapan perkembangan peserta didiknya [8]. Namun demikian, menurut Athiyah al-Abrasyi, kurikulum pendidikan Islam di waktu dulu tidak tertentu atau terkait dengan jumlah atau alokasi jam untuk setiap mata pelajaran [9].





Reff:

[1] Crow & Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, terj., Yogyakarta, Rake Sarasin, 1990, hal. 190.
[2] Beuchamp, G.A., Curriculum theory, Wilmate, The Kagg Press, 1968, hal. 26.
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dlam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992, hal. 53.
[4] Carles M. Stanton, Higher Learning in Islam: The Classical Period A.D. 700-1300, Meryland, Rowman and Littlefield Publisher, 1990, hal. 43.
[5] Hanun Asroh, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, 1999, hal. 76.
[6] Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, 1998, hal. 23-24.
[7] Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979, hal. 478.
[8] Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979, hal. 480.
[9] M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj, Jakarta, Bulan Bintang, 1969, hal. 160.


Selasa, 13 Mei 2014

Proses Pembentukan Sikap melalui Pola Modeling

Proses Pembentukan Sikap melalui Pola Modeling - Pada postingan yang lalu telah sedikit dipaparkan tentang bagaimana pembentukan sikap melalui pola pembiasaan (baca juga: Pembentukan Sikap melalui Pola Pembiasaan) dengan dimunculkannya dua percobaan yang dilakukan oleh dua orang psikolog ternama yakni Watson dan Skinner. Selain pola tersebut, ada juga pembentukan sikap dengan pola modeling. Apa itu pembentukan sikap melalui pola modeling? Yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses peniruan atau mencontoh.

Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan (imitasi). Hal yang ditiru itu adalah perilaku-perilaku yang diperagakkan atau didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan ini yang dimaksud dengan "Modeling". Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya.
Proses Pembentukan Sikap melalui Pola Modeling

Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum. Anak kagum dengan kecerdasan orang lain, misalnya terhadap guru yang dianggapnya bisa melakukan segala sesuatu yang tidak bisa dilakukannya. Secara perlahan, perasaan kagum akan mempengaruhi emosinya dan secara perlahan itu pula anak akan meniru perilaku yang dilakukan oleh idolanya itu. Sebagai contoh, jika idolanya (guru atau siapa saja) menunjukkan perilaku tertentu terhadap suatu objek, maka anak akan cenderung berperilaku sama seperti apa yang dilakukan oleh idolanya itu. Jika idolanya itu begitu "telaten" terhadap tanaman yang ada di halaman sekolah, misalnya, maka anak itu juga akan memperlakukan seperti apa yang dilakukan idolanya terhadap tanaman tersebut; apabila idolanya selalu berpakaian rapi dan bersih, maka anak itu juga berperilaku seperti itu.

Proses penanaman sikap anak terhadap suatu objek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh. Namun, anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita harus telaten terhadap tanaman; atau mengapa kita harus berpakaian bersih. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.

Dengan demikian, dalam dunia pendidikan, seorang guru haruslah berperilaku yang normatif dan tidak asal. Karena hal ini juga termasuk dalam kompetensi kepribadian seorang pendidik. Anak akan sangat gampang dan mudah meniru apa-apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Sehingga akan sangat riskan ketika seorang pendidik melakukan perbuatan negatif di depan anak didiknya. Semoga dengan berjalannya kurikulum yang sekarang ini, kurikulum yang menekankan karakter, akan menumbuhkan sikap yang bijak kepada para pendidik di negeri ini. Sehingga anak didik akan dengan mudah untuk menyerap ilmu karena ditopang oleh teoritik berikut praktisnya.