Melek Aksara Menjadi Berdaya (Pendidikan Keaksaraan) - Menarik sekali apa yang disampaikan Dr. Wartanto, Direktur Pembinaan dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan Nasional (Radar, 24/12/2013), bahwa upaya pemberantasan buta aksara di Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah dengan melalui berbagai program agar masyarakat terbebas dari buta aksara dan dapat meningkatkan kemampuan mengenai aksara dan pengetahuan dasar. Memang tak dapat kita pungkiri kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pegunungan dann lautan di samping merupakan berkah juga menjadi tantangan dan persoalan tersendiri dalam penyebaran dan pemerataan sarana pendidikan.
Hal ini hanyalah salah satu yang menjadi faktor masih adanya warga masyarakat yang menyandang buta aksara di Negara kita. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik bahwa pada tahun 2013 penduduk yang berusia 15-59 tahun buta aksara masih cukup tinggi terutama di daerah Papua sebanyak 35,98%, adapun di Jawa Tengah sendiri masih terdapat 4,85% penduduk buta aksara. Upaya pemerintah yang terus menerus dengan melalui berbagai program memberikan hasil yang signifikan. Seperti pada tahun 2005-2009 jumlah penyandang tuna aksara turun secara signifikan sampai 50% dengan adanya Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara Intensif (GNPBAI), sebuah program yang dilakukan untuk mempercepat peningkatan angka melek aksara yang dilakukan secara intensif. Pemerintah berusaha keras memberantas buta aksara karena menyadari sepenuhnya bahwa melek aksara adalah jantung pembelajaran sepanjang hayat, hal ini terdapat dalam Deklarasi Dunia tentang pendidikan untuk semua pada kerangka kerja Dakkar 2003-2012.
Pendidikan keaksaraan di Indonesia dapat dijadikan sebagai salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan human development index Indonesia yang cenderung rendah. Hal ini karena di Indonesia masih terdapat permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya tingkat pendidikan penduduk. Indikatornya dapat dilihat dari tingginya jumlah tuna aksara di Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan melek aksara sangat diperlukan untuk meningkatkan index pembangunan SDM Indonesia.
Pendidikan keaksaraan yang digalakkan pemerintah adalah pendidikan keaksaraan fungsional yang terdiri dari dua program yakni keaksaraan dasar dan keaksaraan usaha mandiri. Dengan mengusung lima kompetensi dasar berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, dan berhitung diharapkan penduduk buta aksara dapat berdaya, mampu meningkatkan taraf hidupnya dan dapat survive secara layak di tengah persaingan hidup yang semakin ketat. Hal ini selaras dengan apa yang diajarkan oleh agama Islam, sebagaimana terdapat pada wahyu yang pertama kali turun yakni “Iqra bismi Rabbika alladzi khalaq” (baca juga postingan: Kewajiban Belajar Mengajar dalam Perspektif al-Quran Surat al-'Alaq ayat 1-5) yang kurang lebih artinya bacalah dengan nama Tuhanmu yang mencipta.
Menurut Quraish Shihab bahwa ayat ini mengandung makna bacalah wahyu ilahi yang telah kamu terima dan baca juga alam dan masyarakatmu, bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu dengan satu syarat engkau lakukan dengan atau demi nama Tuhan yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta semua makhluk kapan dan dimana pun. Pendapat ini dapat dipahami bahwa membaca yang diperintahkan oleh Allah adalah membaca ayat-ayat qauliyah (firman Tuhan) dan ayat-ayat kauniyah (alam semesta) lingkungan sekitar kita. Lebih jauh Syekh Abdul Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi al-Azhar Mesir dalam bukunya “Al-Qur’an fi Syarh Al-Qur’an” mengatakan bahwa dengan kalimat Iqra, al-Qur’an tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tetapi membaca adalah lambing dari segala apa yang dilakukan manusia baik aktif maupun pasif.
Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan Bacalah! Demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, dan bekerjalah demi Tuhanmu. Demikian juga jika anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan sesuatu aktivitas, hendaklah hal tersebut didasarkan pada “bismi Rabbika”, sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti “jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu dalam cara dan tujuannya, kesemuanya demi karena Allah”.
Dari pendapat di atas maka program pendidikan keaksaraan merupakan upaya strategis bagi seseorang agar tetap eksis. Dengan mengenal aksara maka ia mampu membaca, memahami lingkungan di sekitarnya dan dapat mengakses segala sesuatu yang dibutuhkannya. Maka hal yang dikedepankan dalam pendidikan keaksaraan adalah kebutuhan warga belajar dan potensi lokal dimana warga belajar itu tinggal.
Maka tidak berlebihan jika dengan melek aksara seorang warga belajar dapat berdaya, karena tidak hanya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (baca juga postingan: Potret Pendidikan: Hentikan Tes Calistung di SD) yang ia kuasai namun ia juga dapat belajar berbagai keterampilan yang dapat dijadikan modal kerja atau berwirausaha. Dengan ini maka tidak mustahil mata rantai kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan yang masih melilit bangsa kita tercinta sedikit demi sedikit sakit dapat terputus.
Mari kita jadikan melek aksara sebagai pintu pengetahuan dan kehidupan. Sukses untuk warga belajar dan tutor Keaksaraan Fungsional.
------------- Sodik, M.Pd
(Staff Dinas DIKPORA Kabupaten Tegal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar