Pendidikan Ala Ki Hajar Dewantara - Pendidikan tidak akan pernah lepas ketika kita membicarakan manusia. Karena dalam penciptaan alam semesta dan isinyalah (manusia salah satunya) mengandung nilai-nilai pendidikan yang transenden. Begitu juga dalam prakteknya, pendidikan sangat berpengaruh dalam mobilitas manusia baik hubungannya dengan Sang Pencipta (Vertikal) maupun dengan sesama makhluk (Horizontal). Ki Hajar sebagai salah satu tokoh pendidikan Indonesia mengatakan bahwa pendidikan selalu berada dalam konteks mendidik rakyat [1]. Artinya, bahwa mendidik rakyat adalah mendidik anak [2]. Maka, keadaan yang kita alami sekarang ini adalah hasil dari pendidikan zaman dulu. Kalau di zaman lampau orang tua mendidik anaknya dengan baik dan menanamkan nilai-nilai moral, maka kita sekarang akan menikmati dan memetik hasilnya. Tetapi kalau terjadi sebaliknya, maka kita jugalah yang menanggung akibatnya.
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar membedakan antara system “pengajaran” dan “pendidikan”. Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir, mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik) [3]. Dalam arti luas maksud pendidikan dan pengajaran adalah bagaimana memerdekakan (mendewasakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai hidup bersama) manusia sebagai anggota dari sebuah persatuan (rakyat) [4]. Oleh karena itu, setiap orang merdeka harus memperhatikan dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup.
Hal senada juga dikatakan oleh Iman Setyawan dalam harian Kompas, bahwa tujuan pendidikan adalah “Aktualisasi diri yang merupakan pemanfaatan bakat, kapasitas dan potensi sehingga dapat memenuhi diri dan melakukan yang terbaik” [5]. Artinya bahwa orang yang mengaktualisasikan diri terlebih dahulu harus merasa merdeka. Karena tanpa ini, mustahil seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya. Merdeka dari segala bentuk metode yang membuat kita stagnan dalam mengekspresikan diri. Manusia tenggelam dalam metode, sementara lupa bahwa metode hanyalah salah satu cara untuk mendidik.
Pendidikan yang sebenarnya adalah bersifat mengasuh, melindungi, dan meneladani. Maka, untuk dapat mencapai ini perlulah ketetapan pikiran dan batin yang akan menentukan kualitas seseorang sehingga rasa mantap tersebut dapat tercapai. Sifat umum pendidikan yang dicanangkan Ki Hajar adalah segala daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelect) dan tumbuh anak. Dan dalam pengertian Taman Siswa semua ini tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian tersebut, agar kita memajukan kesempurnaan hidup. Yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunia-nya [6].Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa makna kata pendidikan jauh lebih luas dari pada pengajaran. Karena pendidikan di dalamnya mencakup manusia seutuhnya, baik itu pendidikan intelektual, moralitas (nilai-nilai), dan budi pekerti. Maka, pendidikan di sini beralaskan garis hidup bangsanya dan diimplementasikan untuk keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya agar dapat bekerja bersama-sama dengan bangsa lain demi kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia. Dan dapat disimpulkan bahwa pendidikan menurut Ki Hajar adalah menyangkut jiwa dan raga setiap individu untuk semakin dewasa dan mandiri. Pendidikan di sini termasuk lahir dan batin serta pendidikan harus melibatkan pertimbangan kemanusiaan dan selaras dengan nilai-nilai hakiki (fitrah) yang ada dalam diri peserta didik.
Reff.
[1] Slamet Purwadi. Perkembangan Pemikiran Filosofis Indonesia (diktat). hal. 1
[2] Ki Hajar Dewantara. Karja Ki Hajar Dewantara (bagian pertama). Jogjakarta: Percetakan Taman Siswa. 1962. hal. 3
[3] Slamet. Op. Cit. hal. 1
[4] Dewantara. Op. Cit. hal. 3
[5] Kompas. 19 April 2007
[6] Dewantara. Op. Cit. hal. 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar