Aktualisasi dan Realisasi Pendidikan untuk Semua - Pernahkah mendengar ada anak tidak melanjutkan jenjang pendidikan formal? Kita tidak perlu data statistik untuk membuktikan hal tersebut. Di kota Tegal Jawa Tengah, fakta tersebut masih juga ada. Kalau kita berkunjung ke daerah Tegalsari misalnya, kita bisa menyaksikan ada anak yang hanya tamatan SMP. Bahkan ada anak yang tak tuntas tamat SMP, namun telah bekerja mencari nafkah. Tidak hanya di daerah Tegal, di daerah lain juga terjadi. Malah ada yang selesai lulus SD langsung dinikahkan dan hidup berumah tangga.
Menyaksikan fakta tersebut, kita patut prihatin. Memang uang masih bisa dicari meskipun hanya tamat SMP atau tidak sampai SMP. Pekerjaan apapun bisa dilakoni. Namun, persoalannya bukan terletak pada bisa atau tidak bisa mencari nafkah. Lebih dari itu, persoalannya adalah pada kepemilikan paradigm, konsep, cara pandang, dan pemikiran terhadap kehidupan dan masa depan. Asumsinya, semakin matang pendidikan seseorang, semakin matang pula pola pikir, konsep hidup, ilmu, wawasan, dan pengetahuannya. Efeknya juga pada generasi mendatang. Orang tua yang hanya tamatan SMP akan berbeda dengan tamatan SMA atau tamatan perguruan tinggi dalam mendidik anak. Bagaimana kita memandang fenomena ini?
Bicara soal pendidikan dari jenjang PAUD, TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi tak lepas dari biaya pendidikan yang mahal. Di sinilah letak Indonesia harus menghargai kita dari segi bidang pendidikan. Dimana pemerintah gembar-gembor mengeluarkan aturan sistem pendidikan melalui Undang-undang seperti UU No. 20 Tahun 2003 dan No. 12 Tahun 2012. Bahkan gembar-gembor memberikan beasiswa, dana BOS, dan BSM. Dari hal tersebut memang pemerintah sangat-sangat berniat baik kepada dunia pendidikan, namun sudah hampir 69 tahun kita menjalani kemerdekaan tetapi kita tidak merdeka dari sistem pendidikan yang kurang baik dampaknya.
Ditinjau dari konstitusi, pendidikan menjadi bagian dari tanggung jawab Negara yang telah tertuang pada UUD 1945 pasal 31. Adanya warga Negara yang tidak bisa mengakses jenjang pendidikan secara layak bisa disebut sebagai penghianatan terhadap janji kemerdekaan. Para pendiri bangsa ini jelas mengakui pentingnya pendidikan dalam upaya membawa bangsa ini untuk bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Dunia pendidikan merupakan “Pilar Negara” dan bapaknya dari segala bidang. Di sinilah pendidikan agar segenap masyarakat bangsa Indonesia maju dari segala bidang untuk mengedepankan kepentingan Negara dan mengesampingkan kepentingan lain yang bukan urusan Negara.
Dari kenyataan di negeri ini, kita memang mengakui bahwa pemerataan pendidikan masih menjadi pekerjaan pelik. Indonesia masih dihadapkan pada kondisi tidak teraksesnya dunia pendidikan bagi semua anak bangsa. Belum lagi dengan persoalan tidak meratanya kualitas guru atau tidak memadainya sarana prasarana pendidikan di seluruh daerah. Padahal, sebagai satu bangsa, pendidikan yang berkualitas harus dienyam oleh seluruh warga Negara.
Dalam hal ini, kita seyogyanya bisa berpikir bening dan jernih. Pandangan kita selayaknya diarahkan pada ke-Indonesia-an secara lebih luas. Artinya, setiap anak bangsa harus mendapatkan pendidikan secara layak di negeri ini tanpa terkecuali. Baik di kota maupun di desa, semua anak bangsa tidak boleh ada yang memarginalkan dalam akses pendidikan.
Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus memikirkan pendidikan secara lebih nyata. Amanat konstitusi yang menggariskan anggaran pendidikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) perlu ditaati. Di sisi lain, prinsip efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pembiayaan pendidikan harus diperhatikan. Anggaran untuk pendidikan harus benar-benar meningkatkan kualitas pendidikan yang sekaligus akan meningkatkan kualitas anak-anak bangsa.
Yang perlu digaris bawahi sesuai pasal 31 ayat 4 UUD 1945, “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”, aggaran sebesar 20% sebenarnya bersifat relatif karena kebutuhan biaya pendidikan di setiap daerah di negeri ini berbeda-beda. Dengan konsep otonomi daerah, pemerintah daerah harus memiliki komitmen tinggi memperhatikan dan membangun pendidikan di daerahnya. Setiap pemimpin daerah seyogyanya menyadari bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang akan turut menentukan dan mempengaruhi baik dan buruknya masa depan daerah.
Menurut penulis, anak putus sekolah yang seringkali mencuat perlu dipahami sebagai kelalaian pemerintah daerah. Tidak melulu harus mengkambinghitamkan pemerintah pusat, kondisi tersebut justru mencerminkan kurang beresnya pemerintah daerah mengurus pendidikan karena kejadian anak putus sekolah terjadi di daerah yang dikelolanya. Semoga dipemilu 2014 ini, benar-benar terpilih para pemimpin bangsa yang bisa memajukan pendidikan Indonesia agar kualitas bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya.
Di sisi lain, masyarakat tidak boleh tinggal diam. Masyarakat kelas menengah ke atas perlu menunjukan rasa senasib sepenanggungan sebagai satu bangsa dengan menopang pendidikan masyarakat yang lemah. Anak-anak jalanan, anak-anak yatim piatu, kaum dhuafa, anak difabel, dan warga Negara lainya yang mempunyai keterbatasan perlu dibantu agar mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan diri dan potensinya. Tanggung jawab sosial dari perusahaan-perusahaan juga diperlukan dalam membangun pendidikan.
Tak kalah penting, pendidikan sebagai pilar pentingkemajuan bangsa hendaknya tidak sekedar dipahami pada jenjang pendidikan formal. Pendidikan non-formal dan informal perlu juga dikuatkan. Di tengah zaman yang terus bergerak, pendidikan menjadi kunci penting agar setiap warga Negara dapat terus memberdayakan diri dan membangun kehidupannya. Pendidikan untuk semua (Education for all) memang masih menjadi pekerjaan besar membangun Negara ini. Namun, demi kemajuan negeri ini, kita wajib tuntaskan pekerjaan besar tersebut.
------------ Mohamad Ibnu Risqi Ramdani
(Alumni Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tegal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar