Sejarah Pendidikan: Terbentuknya Lembaga Pendidikan - Mayarakat Indonesia yang tengah berupaya mengejar ketertinggalan dari budaya dan perubahan social yang mengglobal, aspek manusia merupakan bagian yang sangat menentukan dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang berharap memperoleh kemajuan dan perubahan. Salah satu syarat untuk itu, aspek yang perlu diperhatikan dalam mencermati keadaan manusia Indonesia adalah kualitas pendidikannya. Karena itu, pendidikan sangat besar manfaat dan peranannya dalam pembangunan nasional.
Ini artinya bahwa pendidikan bagi bangsa Indonesia adalah suatu proses upaya yang dilakukan secara sadar untuk selalu meningkatkan nilai perilaku individu masyarakat, dari keadaan tertentu ke suatu keadaan yang lebih baik. Karena itu, ditinjau dari segi historisnya, pendidikan terjadi dari unit yang paling kecil pada suatu masyarakat yaitu antara suami dan istri atau antara orang tua dengan anak-anaknya di lingkungan keluarga kemudian berproses sehingga terjadi pada keluarga yang lebih besar yang terdiri dari kakek, nenek, paman, bibi, dan beberapa anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga besar. Pada proses berikutnya, pendidikan terjadi di lingkungan masyarakat terbatas sampai ke lingkungan masyarakat yang terorganisasi yakni bangsa dan Negara. Dan segi historis inilah sehingga para ahli pendidikan mengklasifikasikannya ke dalam tiga bentuk yaitu pendidikan informal dimana proses dan bentuk pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga. Pendidikan non-formal, proses dan bentuk pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan masyarakat. Dan pendidikan formal, yaitu bentuk pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atas dukugan keluarga dan masyarakat.
Dalam praktek kehidupan sehari-hari, bentuk pendidikan yang dianggap baik oleh suatu masyarakat kecil sekalipun sangat tergantung pada sistem nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat. Jika suatu masyarakat mengakui bahwa keputusan yang terbaik merupakan hasil keputusan dari seseorang maka dalam masyarakat tersebut, semua jenis keputusannya harus ditentukan oleh bapak dan dianggap tidak patut jika ada keputusan yang ditentukan oleh orang atau anggota masyarakat lain. Bentuk pendidikan seperti ini umumnya dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat seperti majlis ta’lim, pembimbingan dan pengajaran dasar-dasar al-Quran yang berlangsung di madrasah-masjid atau di madrasah diniyah dan pendidikan Islam yang berlangsung di pondok pesantren. Sistem pendidikan ini, berbeda dengan pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga. Bentuk dan sistem pendidikan informal, dapat dikategorikan ke dalam bentuk pendidikan penokohan dimana ayah atau ibu yang dijadikan sebagai pendidik atau seorang tokoh yang terbaik.
Upaya untuk memperbaiki dan merawat bentuk pendidikan yang tengah berlangsung, baik yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat maupun yang berlangsung di lingkungan keluarga perlu dipahami terlebih dahulu nilai-nilai dasar apa yang berlaku sehingga akan diketahui pola berpikir mana yang terpola hasil dari sistem pendidikan yang bersifat patron clien itu. Begitu juga dengan pola asuh yang dilakukan generasi patron clien akan diketahui, bagaimana ketika mereka bermasyarakat dan bermain dengan teman-temannya di lembaga pendidikan sekolah ataupun di lingkungan rumahnya. Dengan kalimat lain, bentuk pola asuh pendidikan informal maupun nonformal sangat ditentukan oleh nilai yang berlaku pada sistem pendidikan yang sedang berlangsung.
Lembaga adalah prosedur yang tetap bentuknya dalam melakukan kegiatan-kegiatan kelompok. Sedangkan lembaga pendidikan, merupakan perwujudan dari hubungan antar personal yang didasari oleh berbagai motif yang menjadi intensif ke satu arah dan kurang intensif ke arah yang lain. Kesamaan motif dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing inilah yang mendorong terbentuknya kelompok yang disebut sekolah. Dengan kata lain, lembaga pendidikan adalah salah satu bentuk ikatan kerjasama antar orang yang bermaksud mencapai tujuan yang disepakati bersama. Ungkapan ini menggambarkan bahwa setiap kegiatan kependidikan selalu melibatkan sekurang-kurangnya dua orang yang masing-masing menjalankan fungsinya sebagai pendidik dan peserta didik. Dengan demikian, terwujudnya suatu lembaga pendidikan adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sekelompok orang (group interest) dalam mempersiapkan anak-anaknya untuk memasuki lingkungan masyarakat yang maju.
Usaha lembaga pendidikan sekolah dalam mendidik siswa tidak berarti mengurangi tanggung jawab keluarga dalam mendewasakan anak-anaknya. Peranan orang tua sebagai pendidik sejati, tidak bisa digeser oleh para pendidik di lembaga pendidikan sekolah. Sebab realitas kegiatan kependidikan yang ada di lembaga pendidikan sekolah berlaku universal, jumlah anak-anak yang cukup banyak dan berasal dari berbagai latar belakang orang tua. Kenyataan inilah sehingga sekolah tidak mungkin memberikan perhatian intensif kepada setiap muridnya secara perorangan. Karena itulah maka, pebentukan kepribadian dan watak anak tetap berada sepenuhnya pada orang tuanya di tengah-tengah keluarganya.
Namun demikian, tidak dapat dibantah bahwa kegiatan kependidikan di lembaga pendidikan sekolah tidak lepas dari aspek pembentukan kepribadian dan watak anak-anak. Untuk itu sesuai dengan berbagai keterbatasan yang ada pada lembaga pendidikan sekolah, maka kegiatan kependidikan di lembaga pendidikan sekolah tidak akan mencapai hasil yang memuaskan tanpa melibatkan masyarakat dan keluarga. Antara lembaga pendidikan sekolah dan orang tua diperlukan kerjasama atas dasar saling mengisi kekurangannya masing-masing.
Pendidikan ditinjau dari segi institusi, merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa sub sistem yaitu antara lain, pendidik, peserta didik, kurikulum, dan metode pembelajaran. Ditinjau dari segi pelaksanaannya, lembaga pendidikan termasuk ke dalam sistem terbuka yang senantiasa mengadakan kontak atau hubungan dengan sistem-sistem lain yang ada di lingkungannya (Tatang M. Amrin, 1986). Secara kelembagaan ini, suatu kegiatan pendidikan dapat dikategorikan sebagai sebuah sistem, jika di dalamnya terdapat beberapa aspek pendukungnya. Aspek pendukung dimaksud antara lain: pendidik, peserta didik, materi pendidikan, sarana dan fasilitas pendidikan, kepala sekolah dan tenaga administrasi. Tetapi secara teoritis, proses pendidikan akan berproses jika di dalamnya terdapat tentang tiga hal, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Tanpa ketiganya, bukanlah proses pendidikan melainkan proses pelatihan.
Kenyataan tersebut menggambarkan bahwa lembaga-lembaga pendidikan sekolah memposisikan diri sebagai lembaga pendidikan yang mengutamakan kognitif, sedangkan lembaga-lembaga pendidikan luar sekolah terutama yang bersifat keagamaan memposisikan diri sebagai lembaga pendidikan yang mengutamakan afektif dan psikomotor. Kaitan dengan ini, Harun Nasution (1995: 10) mengemukakan bahwa, pengembangan daya akal menjadi perhatian pendidikan sekolah, dan pengembangan daya hati nurani menjadi tugas pendidikan agama. Karena itulah sehingga perhatian lembaga-lembaga pendidikan sekolah dipusatkan pada pembangunan iptek yang mempesona, sehingga secara otomatis pengembangan daya akal mendapat porsi utama. Sementara itu, pengembangan daya hati nurani sedikit sekali mendapatkan perhatian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar