Pendidikan Agama di Sekolah: Dilema dan Peran Strategis - Pendidikan Agama di sekolah berperan strategis dalam mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini selaras dengan amanat Pasa 3 Undang-Undang Nomor 20 2003 tentang Sisdiknas. Ketercapaian fungsi dan tujuan itu tidaka lepas dari peranan pendidikan agama, sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 (1) PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama. Kadang ada yang mempertanyakan urgensi peran pendidikan agama, ketika ada peserta didik terbukti melanggar norma masyarakat atau agama. Padahal, guru Pendidikan Agama tiada henti mengingatkan peserta didik supaya taat beribadah dan mempunyai budi pekerti luhur (Akhlakul Karimah) dalam kehidupan sehari-hari.
Realitasnya, siswa kadang menjadi bingung karena materi yang mereka peroleh dari sekolah acap berbeda dari kenyataan yang mereka lihat di masyarakat. Pertama, adab berpakaian. Materi Pendidikan Agama Islam SMA membahas soal adab berpakaian. Guru Pendidikan Agama mendidik siswi untuk menutup aurat, tapi mereka melihat fakta berbeda di lapangan, termasuk yang dipertontonkan televisi. Kedua, ketaatan. Guru Pendidikan Agama mengajarkan peserta didik mentaati peraturan dalam berlalu lintas. Faktanya, tidak sedikit pelajar berkendara dengan melanggar peraturan lalu lintas.
Ketiga, kejujuran. Siswa kelas X mendapat materi mengenai kejujuran. Kenyataan di masyarakat, peserta didik melihat tidak sedikit pejabat yang mestinya menjadi anutan atau tokoh publik melakukan ketidakjujuran. Keempat, kebersihan. Guru Pendidikan Agama tiada henti mengingatkan peserta didik menjaga kebersihan. Antara lain membuang sampah pada tempatnya. Faktanya, siswa pasti sering melihat anggota masyarakat masih membuang sampah secara sembarangan.
Ketiga, kejujuran. Siswa kelas X mendapat materi mengenai kejujuran. Kenyataan di masyarakat, peserta didik melihat tidak sedikit pejabat yang mestinya menjadi anutan atau tokoh publik melakukan ketidakjujuran. Keempat, kebersihan. Guru Pendidikan Agama tiada henti mengingatkan peserta didik menjaga kebersihan. Antara lain membuang sampah pada tempatnya. Faktanya, siswa pasti sering melihat anggota masyarakat masih membuang sampah secara sembarangan.
Dari empat contoh saja, kita bisa memperkirakan peserta didik "BINGUNG". Untuk mewujudkan fungsi sebagaimana dicita-citakan dalam pendidikan nasional, tidak cukup hanya dengan memberikan mata pelajaran Pendidikan Agama. Keterwujudan cita-cita tersebut membutuhkan partisipasi seluruh komponen masyarakat melalui beberapa langkah strategis.
Kompetensi Inti
Pertama, pembentukan akhlak mulia pada anak didik pada lingkup sekolah, bukan hanya menjadi tugas guru Pendidikan Agama dan PKn melainkan juga merupakan tanggung jawab guru semua mata pelajaran. Kurikulum 2013 (baca juga: Kurikulum "Berpikir" 2013) mengamanatkan guru semua mata pelajaran mengaitkan 4 komponen inti, yaitu sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Kedua, dukungan masyarakat. Bila masyarakat mendukung lewat cara memberikan teladan yang baik, misalnya membuang sampah pada tempatnya, berbusana yang menutup aurat, tertib dalam berlalu lintas, dan berlaku jujur, dengan sendirinya peserta didik cenderung meniru perilaku itu. Bahkan jika sudah menjadi kebiasaan anak menjadi karakter.
Ketiga, seleksi berita/tayangan pada media masa. Peran media masa, khususnya media elektronik sangat berpengaruh terhadap perilaku anak. Karenanya, pemilik media jangan hanya mementingkan aspek bisnis tapi juga nasib anak bangsa. Di sinilah peran penting KPID untuk mengontrol media supaya pemberitaannya bisa mengedukasi dan mencerahkan. Keempat, sinergitas antar pemangku kepentingan. Seyogyanya Kemendikbud dan Kemenag bersinergi dalam pelaksanaan kompetensi inti religius dan sosial di sekolah. Selain itu, Kementerian atau lembaga pemerintah yang terkait dengan pendidikan juga perlu bersinergi. Tidak kalah penting keteladanan pejabat pemerintah yang akan menjadi rujukan masyarakat, termasuk bagi peserta didik.
Apabila ada kerja sama dengan baik dan saling bersinergi penulis yakin fungsi dan tujuan pendidikan nasional bisa segera tercapai. Secara tidak langsung pendidikan agama di sekolah tidak akan menghadapi dilema, bahkan menjadi pioner dalam mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
---------- Hery Nugroho, MSi, MSI
(Guru Pendidikan Agama Islam SMA 3 Semarang, Alumnus Magister Administrasi Pendidikan Undip dan Magister Pendidikan Islam IAIN Walisongo) Suara Merdeka, 7 Maret 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar