Translate

BISNIS ONLINE

Selasa, 23 September 2014

Perkembangan Pendidikan di Romawi (Eropa Klasik)

Perkembangan Pendidikan di Romawi (Eropa Klasik) - Telah diuraikan kemarin tentang perkembangan pendidikan Yunani, maka kali ini akan diuraikan tentang pendidikan Romawi. Pendidikan Romawi tampak lebih sederhana dan lebih disesuaikan dengan kebutuhan negara jika dibandingkan dengan pendidikan Yunani. Roma yang pada awalnya adalah egara petani, mengalami dua masa yang masing-masing berbeda baik tujuan maupun alat-alat pendidikannya, yaitu jaman Romawi lama dan jaman Romawi baru (Hellenisme).

Jaman Romawi Lama

Pendidikan pada jaman ini bertujuan membentuk warganegara yang setia dan berani, siap berkorban membela kepentingan tanah airnya. Diutamakan pembentukan warganegara yang cakap sebagai tentara. Pendidikan diselenggarakan oleh keluarga, dan merupakan pendidikan bangsawan bukan pendidikan rakyat. Materi pelajarannya meliputi membaca, menulis, dan berhitung. Pendidikan jasmani dan kesusilaan menjadi prioritas. Hasil pendidikan dinilai baik, karena:
  • kebiasaan aturan dalam rumah tangga yang keras, ayah mempunyai kekuasaan mutlak dan anak-anak patuh pada perintahnya;
  • kedudukan ibu hampir sama dengan kedudukan ayah, ia menjadi pemelihara rumah tangga;
  • agama mempunyai pengaruh besar, orang Romawi percaya dikelilingi oleh dewa- dewanya;
  • anak-anak mempelajari Undang-Undang negaranya, menganggapnya sakti dan tidak melanggar.
Jaman Romawi Baru (Helenisme)

Hellenisme adalah aliran kebudayaan yang diciptakan oleh ahli-ahli filsafat Yunani (Hellas). Sejak saat itu bangsa Romawi mulai menyadari arti penting ilmu pengetahuan. Dengan demikian maka tujuan pendidikan mengalami perubahan: untuk pembentukan manusia yang harmonis. Pendidikan ratio dan kemanusiaan (humanitas) menjadi prioritas. Organisasi sekolah yang dibentuk meliputi:
  • sekolah rendah: pelajarannya membaca, menulis, dan berhitung. Musik dan menyanyi tidak mendapat perhatian;
  • sekolah menengah: pelajarannya ilmu pasti, ilmu filsafat, dan kesusasteraan klasik;
  • sekolah tinggi: diberikan keahlian pidato, hkum, dan undang-undang.
Pendidikan menjadi kehilangan sifat praktisnya dan rakyat Roma mulai berpedoman kepada filsafat. Pada perkembangan selanjutnya Romawi terbawa oleh arus aliran filsafat yang berdampak cukup besar bagi pendidikan Roma, yaitu Epicurisme (dipelopori Epicurus 341-270 SM), dan aliran Stoa (dipelopori Zeno 336-264 SM). Aliran Epicurisme berpendapat hahwa kebahagian akan terwujud manakala manusia menyatu dengan alam. Aliran Stoa berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencapai kebajikan. Kebajikan itu akan terwujud apabila manusia dapat menyesuaikan diri dengan alamnya, karena manusia adalah bagian dari alam. Sedangkan alam itu sendiri dikuasai oleh budi Ilahi. Karena manusia merupakan bagian dari alam, maka di dalamnya terkandung sebagian dari budi ilahi itu. Jadi tidak ada perbedaan antara alam dengan Tuhan, dan alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam, yang disebut juga panteisme (pan: seluruh, semua; theos: Tuhan). Sehingga hidup sesuai dengan alam berarti hidup sebagai manusia berakan dan berbudi.



Dengan munculnya dua faham tersebut cita-cita atau tujuan Romawi berubah dari membentuk manusia sehat kuat untuk membela tanah air (kebajikan kepahlawanan) menjadi membentuk manusia yang bijaksana dan berakal budi (kebajikan kemanusian/humanitas). 

Seneca (meninggal 65 SM)

Seneca merupakan tokoh pendidik lain di jaman Romawi baru. ia adalah seorang kaisar Nero, juga seorang ahli filsafat dan moralis yang terkenal. Beberapa petunjuk tentang pengajaran yang diberikan adalah:
  • kita mengajar tidak untuk sekolah, tetapi untuk kehidupan;
  • panjang jalan melalui perintah, singkat jalan melalui teladan;
  • dengan mengerjakan, kita menjadi paham.
Quintilanus

Adalah seorang profesor ilmu pidato yang terkenal. Ia adalah seorang Spanyol yang tinggal di Roma. Ia menjadi terkenal karena menulis buku “Instituo Oratorio” (pendidikan menjadi ahli pidato). Dia berpendapat bahwa jika suatu saat seorang anak memperlihatkan kesalahan-kesalahannya, maka hal itu adalah akibat dari pendidikan yang salah. Dalam hal ini ia sependapat dengan JJ. Rousseau, bahwa semua manusia itu baik sejak lahir. Pendapatnya tentang pendidikan:
  • pendidikan harus diberikan secepatnya, sejak dari keluarga. Harus dicari pengasuh yang berbudi baik dan berilmu dan dapat menjadi contoh. Sebab kesan pertama yang diterima oleh anak berpengaruh besar sekali bagi perkembangan selanjutnya;
  • kelak anak itu harus bersekolah, karena: di sana ia akan merasa lebih bebas, dapat belajar banyak dari teman-temannya, dan ada suasana bersaing yang sehat.
  • Guru harus dapat mempelajari sifat-sifat dan pembawaan masing-masing anak, agar dapat mengembangkannya dengan baik;
  • Mengajar hendaknya tidak terlalu cepat, anak ibarat botol yang kecil lehernya, jika diisi terlalu banyak akan terbuang sia-sia;
  • Pelajaran hendaknya diselingi dengan permainan, supaya guru dapat memperoleh pandangan yang lebih baik tentang budi pekerti anak-anak;
  • Gaya bahasa yang digunakan harus menarik perhatian anak-anak, lebih baik agak berani dan banyak fantasi;
  • Teknik mengajar harus lunak, tidak terlalu keras, tidak banyak mencela, tapi jangan pernah pula terlalu banyak memuji. Tidak boleh memberi hukuman fisik, sebab dengan memukul, jiwa anak akan rusak karena merasa malu;
  • Pada pelajaran membaca, anak-anak diberi huruf dari gading, dan mereka disuruh membuat bermacam kata dari huruf itu;
  • Pada pelajaran menulis, sebuah meja dipahat huruf timbul dan mereka disuruh mengikuti huruf-huruf itu.
  • Pada pelajaran mengarang anak-anak harus mengarang seperti sedang bercakap- cakap. Bahan dan bahasa dari pengalaman pribadi anak;
  • Quintillanus menganggap daya ingat itu sangat penting, oleh sebab itu harus dilatih dengan baik. Setiap hari anak harus menghafal di luart kepala hal-hal yang menarik, sesudah itu hal-hal yang kurang menarik, mula-mula mekanis, sesudah itu logis.
Dalam organisasi sekolah, sesudah sekolah permulaan yang memberikan pelajaran- pelajaran pokok, anak kemudian mengunjungi sekolah menengah, di mana diajarkan bahasa Yunani, baru kemudian bahasa Latin. Setelah itu pelajaran dilanjutkan ke Sekolah Tinggi. Mata pelajaran yang diberikan adalah:
  • trivium: gramatika (bahasa), filosofi, dan retorika;
  • quadrivium: musik, geometri, arithmetika, dan astronomi. Ketujuh mata pelajaran tersebut dinamai “Artes Liberalis yang tujuh”.
Teori pengajaran Quantilianus telah memberikan lukisan tentang seluruh praktek pengajaran di Roma pada jaman kaisar. Banyak teknik dan paham modern yang diselenggarakan oleh Quantilianus, seperti papan meja, menuruti huruf timbul dengan jari, mengarang seperti menulis tentang hal-hal yang dialami sendiri dan sebagainya.

Jaman Agama Kristen

Agama Kristen menandai satu perubahan dengan membawa unsur-unsur baru: Tujuan hidup manusia tidak terletak di dunia fana ini seperti tujuan kebudayaan klasik Yunani dan Romawi, tetapi di alam baqa kelak; Berbeda dengan kebudayaan klasik yang mengenal banyak dewa, agama kristen hanya mengakui adanya satu Tuhan (monotheisme); Dalam pandangan agama ini, pendidikan tidak hanya untuk golongan tertentu saja, melainkan untuk semua manusia (umum).

Pada jaman ini dapat dibedakan menjadi 2 golongan sekolah, yaitu: (a) sekolah-sekolah kristen; dan (b) sekolah kafir/jahiliyah. Yang termasuk kategori sekolah kristen adalah:
  • Sekolah Catechumeen (sekolah pendengar). Tujuannya menarik dan mendidik orang- orang yang masuk agama kristen. Sekolah ini terdiri dari tiga kelas. Kelas I untuk pendengan (catechumeen), yang mendengarkan pelajaran agama dengan tidak berbicara. Setelah tamat kelas I mereka dinaikkan ke kelas II, setelah menyatakan bahwa ia telah meninggalkan takhayulnya. Untuk kelas III khusus bagi mereka yang betul-betul ingin masuk agama nasrani. Guru-gurunya adalah Uskup (catechumeen laki-laki), dan Diakones (catechumeen perempuan). Sekolah ini mengalami masa keemasannya pada abad ke-3;
  • Sekolah Episcopal, untuk pembinaan paderi. Pemuda-pemuda yang pandai dipilih oleh uskup untuk dididik menjadi paderi. Pada sekolah ini diberikan pelajaran seperti: theologi/gerejani dan pelajaran-pelajaran yang bersifat keduniawian (umum). Dengan demikian mereka yang tidak lulus untuk menjadi paderi masih bisa mendapat pengetahuan yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari;
  • Sekolah  Catecheet  (theolog).  Tujuan  sekolah  ini  untuk  mendidik  ahli keagamaan/theolog, memberikan pengetahuan umum yang lebih, serta menjadi pusat keagamaan agama kristen. Pengetahuan umum yang diajarkan seperti: kesusasteraan Yunani, sejarah, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu binatang, dan dialektika. Sekolah catecheet yang terkenal bertempat di Iskandariah, yang di antaranya memberikan kuliah: clemens (pembangunan etika kristen), dan origens (sarjana yang paling pandai pada jaman itu).
Sedangkan yang dimaksud dengan sekolah-sekolah kafir adalah sekolah-sekolah yang tidak mengajarkan mata pelajaran agama. Sekolah kafir yang terkenal antara lain: sekolah Rethor di Karthago, Iskandariah dan Tambul. Sekolah kafir/jahiliyah ini mengajarkan 7 kesenian bebas (the seven liberal arts), pengetahuan hukum, dan filsafat. Salah satu tokoh pendidik pada jaman kristen adalah Augustinus. Ia merupakan seorang ahli pendidik kristen. Lahir di Tagaste Afrika tahun 354. Augustinus memperoleh pendidikannya di sekolah Rethor di Karthago, sebuah sekolah tinggi ciptaan orang Roma.

Ia memberikan kuliah-kuliah di Karthago, Roma, dan Milan. Saat berusia 33 tahun ia beralih menjadi pemeluk agama kristen. Tujuh tahun kemudian uskup di Hippo, dan meninggal dunia tahun 430. Tujuan pendidikan Augustinus hampir sama dengan Plato, yaitu kebajikan. Prinsip Plato: kebajikan terletak dalam memeritah kehendak dengan intelek, membentuk manusia berbudi, tujuan Plato untuk di dunia kini. Sedang Augustinus: kebajikan adalah cinta yang sempurna terhadap Tuhan, tujuannya untuk hidup di dunia fana.

Buku-buku karya Augustinus yang terkenal di antaranya adalah:
  • catechizandis rudibus (pelajaran agama bagi yang tidak mengetahui). Buku ini memberikan petunjuk-petunjuk praktis serta uraian tentang ilmu jiwa pendidikan. augustinus menganjurkan agar dalam mengajar terdapat: kegembiraan, pilihan bahan yang baik, cinta terhadap anak yang timbul dari cinta terhadap Tuhan;
  • contessionis (pengakuan): melukiskan tentang riwayat hidupnya sampai dengan tahun 400. Di dalamnya tercantum juga pengetahuan tentang ilmu jiwa, tentang ingatan dan petunjuk-petunjuk tentang pendidikan.
Demikian uraian tentang perkembangan pendidikan Romawi. Semoga dapat bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar