Translate

BISNIS ONLINE

Selasa, 25 Maret 2014

Potret Pendidikan: Konsep Pendidikan Kaum Marginal Masyarakat Pesisir

Potret Pendidikan: Konsep Pendidikan Kaum Marginal Masyarakat Pesisir - Pendidikan pada dasarnya memegang peran yang sangat penting dalam membina sikap mental dan moral masyarakat. Secara umum pendidikan memiliki tujuan untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaan secara menyeluruh dan seimbang, sehingga dapat dengan benar-benar menjadi manusia yang utuh dalam arti manusia yang dapat mengenali dirinya serta mengenali martabat kemanusiaan. Manusia yang demikian sudah barang tentu dapat membedakan diri dari belenggu kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.

Pendidikan yang diberikan merupakan langkah awal dalam usaha membekali pengetahuan dan keterampilan bagi setiap manusia untuk bersikap dan berperilaku di dalam lingkungan sosialnya. Perilaku merupakan manifestasi tindakan dan sikap yang dilakukan orang tua kepada anak-anaknya melalui proses pendidikan. Sedangkan pendidikan itu sendiri merupakan proses merubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Di sisi lain kemiskinan diartikan sebuah kondisi yang diderita manusia karena kekurangan atau tidak memiliki pendidikan yang layak untuk meningkatkan taraf hidupnya, kesehatan yang buruk dan kekurangan transfortasi yang dibutuhkan. Dengan demikian yang dimaksud perilaku pendidikan orang tua dalam keluarga nelayan miskin di sini adalah sebuah bimbingan, arahan, anjuran, tingkah laku, sikap dan tindakan pendidikan yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya dalam keluarga nelayan miskin sebagai upaya meningkatkan taraf hidup dan kehidupannya, sehingga memiliki kepercayaan diri dalam beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.

Hampir di setiap tempat banyak anak-anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, atau pendidikan putus di tengah jalan disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga yang memprihatinkan. Kondisi ekonomi seperti ini menjadi penghalang bagi seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan pendidikan. Sementara kondisi ekonomi seperti ini disebabkan beberapa faktor, di antaranya orang tua tidak mempunyai pekerjaan tetap, tidak mempunyai keterampilan khusus, keterbatasan kemampuan dan faktor lainnya.

Menurut Istiqlaliyah Dian C mengelompokkan kaum marginal, yaitu mereka yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan dengan batasan “wajib belajar” dari Negara. Dengan kata lain, mereka yang terpinggirkan dalam hal pendidikan karena tidak mampu secara ekonomi untuk membiayai pendidikan. Selain itu, pengertian marjinal bisa dikatakan adalah kaum pinggiran, kaum miskin, indigo. Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan di sini. Kaum marjinal bisa dikatakan kaum pinggiran atau kaum miskin yang dibawah kemiskinan. Jika dikaitkan bahwa persoalan surutnya pendidikan karena adanya kesenjangan ekonomi, maka generasi muda yang ideal adalah mereka yang berasal dari kalangan masyarakat marjinal.

Pertama, masyarakat marjinal adalah golongan masyarakat yang paling merasakan penderitaan atas himpitan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kedua, masyarakat marjinal umumnya hanya memiliki dua alternatif dalam proses pendidikan mereka, memperoleh pendidikan formal pada lembaga pendidikan formal yang kurang (bahkan tidak) bermutu, atau sama sekali tidak bersekolah dan menjadi pekerja di sektor informal (Mohammad Ali Fauzi 2007: 25).

Jika ini yang terjadi, maka proses marjinalissasi akan terus menimpa mereka. Bekal pendidikan yang pas-pasan, membuat masyarakat marjinal susah berkompetisi di pasan tenaga kerja. Akibatnya, peluang untuk memperoleh kehidupan ekonomi mereka semakin sempit.

Pendidikan untuk semua (Education for All) yang diperkenalkan oleh UNESCO, di Bangkok dengan nama “Asia Pacifik Programme for Education for All” (APPEAL) telah berkembang dengan pesat dan lebih menjadi program pendidikan yang sangat penting. The World Summit on Education for All di Jontien tahun 1990 telah menghasilkan deklarasi dunia tentang pendidikan untuk semua. Antara lain memuat pasal-pasal tentang memenuhi kebutuhan belajar dasar, pembentukan visi yang diperluas meliputi kesempatan belajar semesta (universal) dan pengembangan kesamaan (pemerataan dan persamaan), pemusatan pada pembelajaran, perluasan alat dan lingkup pendidikan dasar, pengembangan lingkungan untuk belajar, dan penguatan kemitraan (A. Malik Fajar, 2005: 251).

Implementasi pendidikan untuk semua tidak semudah yang dibayangkan. Implementasi itu bersangkut dengan terbentuknya kesempatan bagi setiap orang untuk mengikuti pendidikan. Kesempatan juga implisit mengandung arti redistribusi terhadap akses dan adaptasi orang untuk terlibat di dalam pendidikan. Masalahnya kemudian adalah redistribusi sangat ditentukan oleh kemampuan penganggaran, social spanding dan berhasil tidaknya kita di dalam memerangi kemiskinan. Penerapan pendidikan untuk semua elemen masyarakat (Muchlis R Luddin, 2007: 4).

Mengingat masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki sifat-sifat khusus, baik dari segi pemahaman terhadap pendidikan, tingkat kesejahteraan, miskinnya pengetahuan dan teknologi untuk menunjang pekerjaan, kurang kreatif, maupun kurang terencana manajemen keuangan untuk menentukan masa depan, maka diperlukan konsep pendidikan yang lebih spesifik yang dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk belajar dan meningkatkan ilmu pengetahuan melalui jalur pendidikan. Hal ini disebabkan sebagian masyarakat pesisir masih beranggapan bahwa pendidikan itu tidak penting dan kini saatnya menyadarkan masyarakat pesisir bahwa pendidikan itu penting.

Adapun konsep yang ditawarkan adalah konsep pendidikan kaum marjinal melalui pendidikan berbasis potensi lokal masyarakat pesisir. Konsep pendidikan berbasis potensi lokal pada dasarnya mengacu pada pendidikan berbasis masyarakat juga menekankan keluarannya dengan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sesuai tingkatannya. Kemampuan tersebut sebagai dasar agar mampu menganalisa apa yang akan diperbuatnya, mampu menggunakan teknologi yang diperlukan untuk mengolah sumber daya lingkungan yang tersedia (appropriate to environment requirement) mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi (Umberto Sihombing, 2002: 99).




------------ Khaerudin, S.Pd.I, M.Pd
(Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pemalang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar